Share

Chapter 5: Kau Salah Orang!

Satria menambahkan, “Glenn sudah bukan tuan muda kalian lagi. Sekarang patuhi perintahku atau kalian aku pecat.”

Glenn mengamati mereka dan berikutnya belum sempat ia memahami semuanya, ia telah dihajar oleh anak buah ayahnya dan kemudian dilempar ke luar rumah.

“Maafkan kami, Tuan Muda Glenn. Maafkan kami.”

“Semoga Tuan Muda hidup dengan baik di luar.”

Glenn terbatuk darah malam itu dalam keadaan terbaring di tengah jalanan ditemani hujan deras yang mengguyur. Pria itu tak dapat bergerak lantaran rasa sakit yang begitu amat menyakitkan menyerang tubuhnya.

Di tengah-tengah semuanya itu, seseorang mendekat ke arahnya dengan membawa payung serta sebuah tas ransel. Ia mengangkat Glenn ke arah pinggir dan membantunya untuk duduk.

Pria muda itu memberinya sebotol air mineral dan membantunya untuk minum. Glenn yang membutuhkan tenaga itu dengan rakus meminumnya sampai ia tersedak.

“Maaf, Tuan Muda.”

"Fer!" panggil Glenn lemah.

Laki-laki muda itu lalu memberikan sebuah ransel hitam besar itu pada Glenn yang begitu lemah.

"Tuan Muda. Maafkan saya. Hanya ini yang bisa saya lakukan untuk Anda," ujar Fero pelan.

"Jaga diri Tuan Muda baik-baik!" tambahnya.

Setelah itu, kesadaran Glenn pun mulai menghilang secara perlahan. Glenn pingsan sepenuhnya.

***

Satu tahun kemudian

Bunyi peluit mengagetkan Glenn hingga pria muda itu terbangun dari tidur siangnya di sebuah taman kota. Ia sangat kelelahan setelah mengerjakan pekerjaan kasar demi menyambung hidupnya yang begitu menyedihkan.

"Ah, kurang ajar. Mengganggu saja."

Dengan sangat terpaksa ia berlari dari kejaran polisi yang selalu menangkap gelandangan yang berkeliaran di bagian taman itu.

Glenn sudah terbiasa menghindari mereka sehingga ia selalu lolos dengan mudah.

Setelah hampir kehabisan napas akibat berlari, ia masuk ke dalam sebuah minimarket dan membeli air minum.

Ia melihat berita di televisi yang sedang disiarkan di minimarket itu.

"Pemimpin Brawijaya Corporation, Narendra Brawijaya baru saja meresmikan mall baru di kawasan ex-sky."

Glenn hanya meliriknya sekilas dan ke luar dari minimarket itu. Namun, secara tidak sengaja ia bertabrakan dengan seorang gadis berpakaian trendi.

"Kau ... bukankah kau ... Glenn Brawijaya?"

Glenn menjawab santai, “Bukan.”

“Tidak mungkin. Kau jelas-jelas Glenn. Ini aku, Melly. Apa kau lupa? Aku sepupu Zayn.”

“Maaf, kau salah orang.”

“Tidak mungkin. Aku tidak mungkin salah orang,” ujar gadis itu masih sangat yakin.

Glenn menggelengkan kepalanya menanggapi ucapan gadis itu.

“Tunggu dulu!” cegah Melly.

Glenn mendesah, “Tolong. Aku mau ke luar.”

Melly terlihat menatap Glenn dengan teliti. “Ah, aku tahu sekarang. Kau tidak mau mengakui identitasmu karena keadaanmu sekarang kan?”

Glenn tak membalas.

“Ah, bukankah hidup itu aneh. Kau dulu begitu sombong sampai menolakku. Kau bilang aku tak sederajat denganmu. Tapi, lihatlah sekarang dirimu ini!” Melly menatap dengan tatapan merendahkan.

“Hm. Ada lagi yang ingin kau katakan?” balas Glenn dingin.

Melly mencibir, “Astaga. Kau sudah miskin begini masih belagu. Dasar menyedihkan!”

Glenn tidak sabar lagi, “Aku ada urusan, bisa kau simpan kata-kata tidak pentingmu itu?”

Melly menatap marah. Ia lalu menyiram es yang baru saja ia beli di depan minimarket tersebut ke arah Glenn.

Glenn berujar, “Kau-“

“Aku apa?” tantang Melly.

Sadar Glenn tidak bisa melawan gadis itu. Ia pun hanya mengusap bajunya.

Tanpa peduli lagi, Glenn berjalan ke luar dari minimarket itu dan duduk di pinggir jalan. Pikirannya kembali kacau hanya karena gadis menyebalkan itu.

“Merusak mood saja,” gumam pria muda itu.

Tanpa pikir panjang, Glenn langsung membuka botol minuman itu dan meminumnya sampai tandas.

Pria itu lalu berjalan sampai ia menemukan sebuah bangku dan kembali membaringkan badannya di sana lalu memejamkn matanya.

Baru beberapa detik ia terpejam, ia kembali mendengar seseorang berkata, “Glenn Brawijaya.”

Glenn mengertakkan giginya karena kesal, “Kau salah orang.”

“Tidak. Kau memang Glenn Brawijaya.”

Glenn masih dengan mata terpejam menyahut, “Memangnya kenapa kalau aku Glenn Brawijaya? Mau menghinaku karena aku miskin? Atau kau mau mengatakan keburukan-keburukan dulu?”

“Tidak, Glenn. Justru sebaliknya, aku ingin membantu.”

“Membantuku? Membantu apa bagaimana maksudmu? Memberi uang receh? Begitu?”

“Tidak. Ini-“

“Tidak perlu. Pergilah. Jangan ganggu aku!” usir Glenn.

Pria itu mendesah, “Aku ingin membantu merebut semua milikmu lagi, Glenn.”

Mata Glenn sontak terbuka lebar, ia memutar arah pandangnya dan kini melihat orang yang baru saja berbicara dengannya itu. “Apa yang kau bilang barusan?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status