Share

02. Bertemu Anak Dan Istri

Heris memandangi bangunan megah yang ada di depannya. Tentu saja berbeda jauh dari mansion tempat tinggalnya yang tidak terurus. Perlahan tangannya menekan bel rumah itu. Tidak perlu menunggu lama, pintu langsung terbuka. Nampak seorang wanita cantik yang langsung berlari ke arahnya dengan wajah gembira.

Pasti wanita ini yang bernama Aleya

Heris sedikit menoleh ke belakang. Sekilas melihat William yang masih mengawasinya dari luar pagar. Saat wanita itu menyentuh lengannya, Heris langsung mundur beberapa langkah. Kedua matanya terbuka lebar dan mulai gemetar.

"Ada apa, Mas? Kok kamu ketakutan begitu?"

Kedua alis Heris terangkat. "Apa? Ti-tidak kok."

Aleya semakin mendekati Heris dengan dahi berkerut. "Kamu sakit, Mas? Suaramu aneh."

Heris menggeleng cepat, lalu bergegas menjauhkan tubuhnya. Ia mengusap keringat yang membasahi wajahnya, ia merasa kakinya semakin melemas. Penyakitnya mulai kambuh lagi. Secepat mungkin ia masuk ke dalam rumah dan meninggalkan wanita tersebut.

Begitu tiba di dalam, ia terdiam cukup lama. Matanya menyipit memandangi setiap sudut ruangan yang ada di sana. Ia tidak menyangka kalau rumah mewah itu memiliki desain yang mirip dengan mansionnya. Bahkan ada lukisan hamparan rumput hijau yang sama dengan miliknya.

Ini ... Apa ini semacam tiruan mansionku? batinnya.

Tiba-tiba saja sebelah tangannya disentuh oleh seseorang dari belakang. Ia langsung berbalik, nampak seorang anak laki-laki yang tersenyum ke arahnya.

Pasti anak ini yang bernama Hamdan. Jadi aku akan hidup bersama dua orang ini selama satu tahun?

"Ada apa?" tanya Heris dengan tatapan sinis.

Anak itu nampak mengerutkan dahinya dan mulai mundur beberapa langkah menjauh dari Heris. Hingga Aleya datang dan langsung menggendong anak itu.

"Kamu kenapa sih, Mas? Kok mendadak aneh gini? Kamu bikin Hamdan takut loh!" ujar Aleya dengan sedikit marah.

Heris menggeleng pelan sembari menyisir rambutnya ke belakang. Ia menoleh ke berbagai arah dengan wajah bingung. Ia ingin segera masuk ke kamar dan menghindari kedua orang ini. Namun ia tidak tahu di mana letak kamar kakaknya.

"Aku ... mau istirahat di kamar," ujar Heris.

Aleya menghela napasnya pelan. "Ya sudah, istirahat sana. Mungkin kamu kelelahan. Kamu sudah gak pulang dua hari loh, Mas."

Heris mengerutkan dahinya, lalu menunjuk salah satu pintu terdekat darinya. "Apa aku boleh tidur di sana?"

Kedua alis Aleya langsung terangkat. "Kamu ... mau tidur di kamarku?"

Aleya langsung mendeham pelan, wajahnya masih terlihat bingung. Namun ia mengangguk, lalu pergi membawa putranya menuju ke tangga. Setelah kepergian dua orang itu, barulah Heris bisa bernapas dengan lega.

Ia berjalan cepat menuju ke kamar yang ditunjuknya. Setibanya di dalam, ia cukup terkejut. Hanya ada ranjang yang cuma bisa ditempati oleh satu orang. Heris mulai mengelilingi ruangan itu dengan perlahan. Tidak ada satu pun barang Haris di sana.

"Apa ini? Mengapa tidak ada barang kakak sama sekali? Apa mereka tidur terpisah?" gumam Heris dengan dahi berkerut.

Tok tok.

Heris langsung melompat ke kasur saat pintu kamar itu diketuk dari luar. Saat terbuka, rupanya yang masuk bukan Aleya, melainkan William. Pria itu kembali menutup pintu, lalu menguncinya. Heris dibuat mengangkat kedua tangan saat pria itu kembali mengarahkan moncong pistol ke kepalanya.

"Jangan melewati batas."

Heris mengangguk sembari tersenyum penuh paksaan. "Aku hanya ingin beristirahat. Apa ini melewati batas?"

"Anda terlalu mencurigakan. Kamar Anda ada di lantai dua," ujar William.

"Tapi aku ingin tidur di kamar ini."

William semakin mendekatkan pistol itu ke depan wajah Heris. "Jangan membantah."

~~~

Suasana kamar yang ditempatinya saat ini tidak berbeda jauh dari kamar Aleya. Hanya ada satu ranjang dan satu lemari. Semua barang di dalam sana juga didominasi oleh milik Haris.

"Wah ... Kalau mereka tidur terpisah, lalu dari mana asalnya anak itu? Semakin menarik saja."

Heris merebahkan tubuhnya di ranjang sembari menatap langit-langit ruangan tersebut. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada Haris. Mengapa saudara kembarnya itu mati di mansionnya?

Kedua mata Heris sedikit terbuka saat sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Ia bergegas bangun begitu melihat Hamdan yang datang membawa sebotol air mineral dingin. Anak itu tersenyum lebar, membuat Heris bergidik.

"Kenapa kamu di sini?" tanya Heris dengan suara sedikit meninggi.

Hamdan menekuk bibirnya. "Aku mau main sama Papa."

"Papa sibuk, mau tidur."

"Tapi Papa gak kelihatan ngantuk kok! Mata Papa lebih besar dari biasanya!" seru Hamdan sembari menunjuk wajah Heris.

"Mata Papa memang begini! Lebih besar apanya?!"

"Papa bukan Papaku ya?"

Kedua mata Heris semakin melebar. "Apa aku tidak terlihat seperti Papamu?!"

"Iya, Papa aneh hari ini. Kok Papa mau ngomong sama aku dan Mama? Padahal biasanya enggak."

Heris langsung bungkam. Ia tidak tahu apa-apa tentang Haris saat di rumah. Apa itu artinya ia sudah melakukan kesalahan? Jadi selama ini Haris tidak pernah berbicara dengan anak dan istrinya?

"Papa tidak pernah bicara sama kamu?" tanya Heris.

Hamdan terdiam sejenak dengan kepala menunduk. Lalu ia mengangkat kepalanya sembari tersenyum lebar.

"Iya. Ini pertama kalinya Papa bicara sama aku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status