Ardan melirik mantan istrinya, setelah itu ia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Tak peduli dengan masalah yang Resty bawa, baginya saat ini adalah masalah di rumah. Sementara itu Resty yang melihat Ardan pulang hanya menyunggingkan senyumnya. Melihat Ardan pergi, tiba-tiba Dony melangkah menghampiri Resty. Menyadari akan kehadiran Dony, wanita berambut panjang itu seketika menoleh dan tersenyum. Usaha untuk menghancurkan Ardan telah berhasil, walaupun ini baru tahap awal. Dan tidak lama lagi, Ardan dan keluarganya akan benar-benar hancur."Bagaimana? Apa berhasil?" tanya Dony. Walaupun ia dapat melihat dari persembunyiannya. Namun tetap saja tidak begitu jelas, dan Dony ingin mendengar langsung dari Resty. "Terima kasih ya, atas bantuannya," sahut Resty, mendengar itu Dony hanya mengangguk. Itu artinya rencana mereka berhasil. "Lalu rencana kamu untuk selanjutnya apa? Apa kamu ingin menjebloskan mereka ke penjara?" tanya Dony, ia ingin tahu apakah Resty berencana untuk meng
Serly masih setia berdiri di balik lemari, ia masih ingin mendengarkan perdebatan kedua orang tuanya. Namun tiba-tiba mbok Jum datang dan mengagetkan Serly yang sedang berdiri. Detik itu juga Anita dan Haris menoleh mendengar suara putri mereka. "Serly kamu sudah lama, Nak?" tanya Anita, ia melirik ke arah suaminya untuk memberi kode untuk mengsudahi perdebatan mereka. Karena Anita tidak ingin putrinya tahu tentang masa lalunya. "Em, baru aja kok, Ma." Serly berjalan menghampiri kedua orang tuanya, sementara mbok Jum memilih untuk ke belakang seraya membawa belanjaan yang baru saja di beli. "Kamu ke sini sama siapa, Sayang." Anita mengajak putrinya untuk duduk, sementara itu Haris terlihat sibuk dengan ponselnya, entah apa yang sedang dia lakukan. "Iya, Ma. Mas Ardan lagi ke kantor," jawab Serly. Sedetik kemudian wanita itu melirik ayahnya yang sedari tadi diam. Serly bisa merasakan perubahan ayahnya, dulu ayahnya sangat senang bercanda, tetapi tidak dengan sekarang. "Em, Papa tu
"Bagaimana? Mau dibacakan atau cukup baca sendiri." Dony mengulang pertanyaan yang sudah dilontarkan untuk Ardan. Sementara lelaki itu masih diam dengan rasa amarah yang berhasil menguasai hatinya. "Apa kamu tidak malu, mengambil sesuatu yang sudah menjadi milik orang lain." Ardan menatap lelaki yang berdiri di hadapannya itu. Sementara Dony hanya tersenyum, Ardan memang tidak punya hati dan juga pikiran. "Seharusnya aku yang bicara seperti itu, apa kamu tidak malu mengambil sesuatu yang jelas-jelas bukan hak kamu." Dony membalas tatapan tajam Ardan yang cukup mematikan. Detik itu juga Ardan bungkam, otaknya berusaha untuk mencari alasan yang tepat. "Semua ini hak aku, apa kamu lupa kalau almarhum papa yang sudah menyerahkan semua ini untukku," ungkap Ardan, seketika Dony menggeleng. Lelaki itu tahu jika semua itu adalah rencana mereka. Dan mereka juga yang sudah membujuk ayah Dony untuk melakukan semua itu."Kalian yang sudah membujuk papa untuk menanda tangani semua itu. Papa sam
"Kamu jangan bohong ya, mas Haris tidak mungkin menyerahkan seluruh hartanya untuk anak kamu, itu tidak akan mungkin terjadi," ujar Anita. Ia tidak percaya jika suaminya telah menyerahkan seluruh hartanya untuk putrinya sendiri."Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa tanyakan langsung pada mas Haris," sahut Rahayu. Seketika Anita terdiam, jika yang Rahayu ucapkan itu benar. Itu artinya ia dan putrinya tidak mendapatkan apa-apa."Aku akan pastikan, kalau mas Haris mengurungkan niatnya itu. Karena anak mas Haris itu Serly, bukan anakmu itu. Anak yang kamu lahirkan itu hanya dari orang miskin, sama sepertimu," ungkap Anita, sementara itu Rahayu hanya tersenyum. Rasanya percuma meladeni manusia yang tidak punya hati."Walaupun miskin, tetapi dia jauh lebih baik daripada kamu. Dia bersedia menjadi ayah sambung untuk anakku, yang ayah kandungnya kamu rebut," sahut Rahayu. Ingin rasanya ia mencakar wajah Anita yang sok kecantikan itu."Itu sebabnya kamu lebih pantas dengan dia dibandingkan den
"Auh, Mas perut aku." Serly meringis kesakitan, sementara tangannya terus memegangi perutnya. Detik itu juga Ardan beranjak menghampiri istrinya. Rasa panik dan juga khawatir menjadi satu, terlebih saat melihat ada cairan merah yang mengalir dari kaki istrinya itu."Serly kamu baik-baik saja kan?" tanya Ardan dengan raut wajah panik. Sementara itu Resty berusaha untuk mendekat seraya menggendong putrinya."Mas cepat kamu bawa ke rumah sakit," titah Resty. Detik itu juga Ardan membopong tubuh istrinya dan membawanya ke dalam mobil. Setelah itu Ardan melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi."Mas sakit banget." Serly terus meringis kesakitan. Dan hal tersebut membuat Ardan semakin panik, ia khawatir jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada istri dan juga janin yang ada di dalam perut.Sementara di rumah, Resty masih berdiri di teras. Selang beberapa menit Rahayu keluar, mendengar ada keributan membuat wanita itu merasa penasaran dan memutuskan untuk melihatnya terlebih dahulu
"Kamu pasti bingung, Mas. Kenapa aku bisa duduk di sini." Resty membatin, sementara Ardan masih diam dengan raut wajah kebingungan. "Kamu sekarang berubah ya," ujar Ardan seraya menatap mantan istrinya dengan tatapan tak percaya. Bahkan lelaki itu kembali menggelengkan kepalanya, rasanya ia tidak percaya dengan apa yang Ardan lihat.Resty menghela napas. "Tolong, di sini untuk membahas pekerjaan, bukan membahas masalah pribadi."Ardan membuang muka, kesal dan marah berubah menjadi satu. Setelah itu Ardan menghembuskan napas, berusaha untuk menahan sabar, walaupun sesungguhnya hatinya merasa tercabik atas perubahan mantan istrinya. Sementara Resty menahan tawanya saat melihat ekpresi wajah mantan suaminya."Kamu memang sombong, ok mungkin sekarang kamu menang. Tapi aku akan buktikan kalau kamu akan kembali lagi padaku." Setelah mengatakan itu Ardan memutuskan untuk pergi. Malu rasanya jika harus bekerja satu kantor dengan mantan istri. Terlebih posisi Resty yang sebagai pemimpin."Dar
"Sial." Lelaki itu mengumpat kesal, dengan memegangi tengkuknya. Lelaki berkemeja hitam itu bangkit, dengan pandangan yang sedikit kabur lalu menatap pemuda yang berdiri di hadapannya."Siapa kamu." Lelaki itu melontarkan pertanyaan. Sesekali ia mengusap tengkuknya, lalu menggerakkan ke kanan dan juga ke kiri."Itu bukan urusan kamu, yang jelas aku akan menggagalkan rencana kamu untuk menculik istri orang," jawabnya. Seketika lelaki itu naik pitam mendengar jawaban dari pemuda berjas hitam tersebut."Sialan, berani juga kamu ya." Lelaki itu yang tak lain adalah Ardan langsung melayangkan pukulannya ke arah pemuda berjas hitam tersebut. Kini keduanya tengah sama-sama adu otot, pemuda itu terpaksa melawan Ardan yang lebih dulu menyerangnya.Sementara itu, di luar Dony tengah gelisah, pasalnya sudah sepuluh menit lebih Resty belum juga kembali. Sesekali ia melirik ke arah belakang, di mana kamar mandi berada. Sementara itu, Rahayu yang melihat kegelisahan menantunya, dengan segera mengha
Ardan melirik ke arah mantan istrinya itu, jujur ia sakit hati menerima kenyataan tersebut. Masalah Serly yang bukan anak kandung ayahnya, atau masalah Resty yang ternyata anak kandung ayah mertuanya itu tidak menjadi masalah. Namun menerima jika Resty telah menjadi istri Dony, hal tersebut membuatnya sakit hati."Satu lagi yang perlu kamu ketahui, kalau semua harta yang papa miliki telah menjadi milik Resty. Karena Resty yang berhak atas itu semua." Satu kenyataan lagi yang membuat jantung Serly ingin copot. Kemarahan dan rasa kecewa kini telah menguasai hati Serly."Ini tidak mungkin, aku yang bersama papa sejak kecil. Tapi kenapa dia yang mendapatkan itu semua, Papa tidak adil." Serly protes, ia benar-benar tidak terima dengan keputusan ayahnya."Kamu memang benar, tapi sejak awal memang niat papa seperti itu. Namun meski semua harta dan apa papa miliki telah menjadi milik Resty. Papa tidak akan mengusir mamamu, papa juga akan tetap menganggap kamu sebagai anak." Haris memberi penj