Home / All / Lie of Life / Daren Ingin Membuktikan

Share

Daren Ingin Membuktikan

last update Last Updated: 2021-09-28 15:27:34

Entah kesambet apa Daren malam ini. Lelaki itu membawa Nia ke apartemennya. Mengajaknya memasak makan malam untuk disantap berdua. Ketika Nia bertanya, Daren hanya menjawab, “Gak apa-apa, biar romantis.”

Kedua sejoli itu telah menyelesaikan sesi masak berdua. Meski hanya spaghetti instan, tetapi itu akan merealisasikan makan malam romantis yang diniat-niatkan oleh Daren sejak siang tadi.

Nia menyajikan spaghetti itu di piring miliknya dan milik Daren, sementara sang kekasih sibuk mempotret dirinya. Awalnya Nia curiga, ini hanya untuk konten. Akan tetapi, Daren berhasil menepis kecurigaannya dengan berkata, “Aku gak mau share foto ini ke medsos. Buat simpanan pribadi aja.”

What? Tumben?” Nia bertanya sambil mengembalikan peralatan masak itu ke tempat cuci piring.

Tanpa Nia sadari, Daren mengikuti langkahnya dari belakang. Nia semakin merasa keheranan. Lelaki itu tersenyum padanya, senyuman yang begitu berbeda dari biasanya. Oleh karena itu, Nia lagi-lagi bertanya, “Kamu kenapa, sih, hari ini? Kenapa foto-fotonya gak pengin kamu share? Tumben banget.”

I want to prove to you that I love you whether it's in front of the camera or behind it.” Daren mendekatkan bibirnya ke telinga Nia. Dengan bisikan romantis, ia melanjutkan kalimatnya, “I love you … more than I said in any caption on our photo on social media.”

Nia menutup mulutnya. Dengan hati setengah tidak percaya, ia bertanya, “Really?”

“Ya … aku beneran cinta kamu, Sayang.”

Nia terkekeh. Ia menarik tangan Daren menuju meja makan. “Nanti spaghetti-nya keburu dingin.”

Daren menahan tangan Nia, menariknya ke dalam pelukannya. Malam terasa begitu indah. Sudah lama sekali, sejak terakhir kali Nia berbagi pelukan hangat dengan sosok lelaki yang betul-betul disayanginya itu. Sosok sahabat yang kini menjadi kekasihnya.

 Meski adanya sebuah status kini mengubah jarak di antara mereka. Jarak yang kelihatannya kian mendekat, padahal sebetulnya jauh dan nyaris tidak tergapai satu sama lain. Sebuah jarak yang menjadikan hubungan mereka menjadi sesuatu yang bukan sebetulnya mereka berdua inginkan.

Namun, sepertinya, Daren berniat menghapus jarak tak kasat mata itu.

“Aku gak mau, status ini mengubah kita jadi orang yang berbeda. Aku dan kamu dulu dekat, aku ingin selalu seperti itu.” Daren berkata sembari mendekap erat tubuh mungil Nia itu.

“Begitu juga aku.”

Daren mengecup kening Nia, untuk pertama kalinya kecupan itu terasa tulus dan hangat. “Jangan pernah mencintai lelaki selain aku, ya? Aku gak akan pernah sanggup melepas dan merelakanmu bersama orang lain. Aku takut, jika nanti kamu pergi karena hubungan kita yang seperti ini, karena aku gak peka, juga karena aku gak pernah bisa menunjukkan ketulusanku ke kamu sehingga membuat kamu sering salah paham.”

Nia mengangguk seraya berkata, “Begitu juga pintaku ke kamu, Daren. Aku juga sayang kamu.”

“Jangan tanya lagi. Aku akan selalu mencintai kamu, pasti ….”

***

Malam berlalu begitu cepat. Ketika Nia membuka mata di pagi hari, ia masih teringat apa yang dilaluinya bersama Daren semalam. Sebuah makan malam sederhana, berdua saja. Kata-kata Daren yang membuat Nia yakin, bahwa lelaki itu betul-betul mencintainya. Tanpa pamrih. Tanpa ujung.

Daren memang bukan lelaki yang sempurna. Bukan seperti yang diidam-idamkan para pengikut setia kanal YouTube-nya. Tidak. Daren jauh dari kesempurnaan itu.

Akan tetapi, dari lubuk hati Nia yang paling dalam, ia tak pernah membenci lelaki itu. Apalagi, sosok Daren yang telah menjadi kawan ngobrol yang baik buat sang papa semenjak kepergian mama. Daren tak pernah tidak datang setiap kali papa merasa kacau dan sendirian.

Daren selalu ada.

Seperti pagi ini, lelaki itu tiba-tiba menyelonong masuk dengan membawakan sebuah nampan berisi sepotong roti isi dan segelas susu. “Sarapan dulu.”

“Sejak kapan di sini?” Nia bertanya sambil menyambut nampan dari kedua tangan Daren.

“Sejak tadi. Aku sudah sarapan bareng papa.” Daren duduk di ranjang, tepat di depan Nia. “Can I have a sweet kiss on my cheek this morning?” tanyanya dengan nada sok manis.

Mendengar itu, Nia tersenyum lalu mengecup pipi Daren. Sesuai yang diminta lelaki itu melalui kalimatnya barusan. “Sudah, sana keluar! Aku mau mandi dan siap-siap berangkat syuting. Kamu ada acara apa hari ini?”

“Ada meeting, tapi nanti bisa antar-jemput, kok.” Daren kemudian berpamit keluar ruangan. Menunggu Nia menghabiskan sarapan dan mempersiapkan kegiatan hari ini.

Ketika Daren menutup pintu kamar Nia dari luar, ponselnya bergetar. Sebuah notifikasi dari salah satu akun gosip terpercaya di I*******m. Ia tersenyum begitu mengetahui isi pesan yang ditulis oleh admin akun tersebut.

Daren menghubungi Revo, sahabatnya yang bekerja sebagai salah seorang presenter di program infotainment. “Bang, thanks atas saran lo. Beruntung, gue bisa ngeredam berita itu sebelum naik. Kayaknya, cewek gue juga gak tau soal berita di akun gosip itu.”

“Oh, ya? Kok, bisa dia gak tahu?”

“Dia agak kurang update sama berita di media sosial. Baguslah. Lagipula, gue percaya cewek gue gak begitu, kok, orangnya.”

“Gak begitu apa?” Bukan Revo yang menyahut, melainkan Papa Firza yang datang dengan kursi rodanya, dibantu Mbak Uli yang mendorong dari belakang. “Nia kenapa? Dia mencoba mengkhianati kamu, Daren?”

Dengan refleks Daren menggelengkan kepala. Jangan sampai berita ini membuat Papa Firza jadi khawatir dan gelisah. Namun, semua orang tahu seperti apa Firza itu. Jika ia bertanya, maka jawaban dari pertanyaan itu haruslah tepat dan benar. Jika jawaban itu mengambang, maka akan muncul pertanyaan baru, dan akan terus begitu sampai pertanyaan itu terjawab dengan tuntas.

“Bukan begitu, Pa. Ini hanya kesalahpahaman publik. Kemarin, aku gak bisa antar dia ke lokasi syuting. Terus, kayaknya dia sarapan di salah satu kedai yang dekat dengan lokasi, nggak tau gimana ceritanya, dia ketemu sama teman lamanya, cowok, dan mereka ngobrol gitu, Pa. Terus, ada orang yang gak bertanggungjawab, foto-foto mereka dan mengirim ke akun gosip. Akhirnya, foto itu menggiring publik untuk berasumsi macam-macam.”

“Lantas apa yang kamu lakukan? Kamu marahi dia?” Papa Firza bertanya, tetapi tak ada yang tahu, berdiri di pihak mana beliau saat ini.

Daren menggeleng. “Semalam aku ngajak Nia ke apartemen, kami makan malam bareng, Pa. Rencana, sih, mau tanya-tanya soal teman lamanya itu, tapi gak jadi,” katanya sambil meringis.

“Kamu pasti gak sampai hati mau bertanya?”

Daren mengangguk. “Daren coba urus sama pihak akun gosip itu untuk menghapus postingan beritanya, sekarang sudah aman, kok, Pa. Aku dan Nia juga baik-baik aja.”

Papa Firza meraih tangan Daren lalu berterimakasih pada lelaki itu sebab sudah bersikap sabar dalam menghadapi Nia, putri kesayangannya itu. Tidak lama setelah momen haru itu berlangsung, Nia keluar dari kamarnya lalu mencium tangan kanan sang papa yang sudah tak dapat bergerak secara leluasa lagi.

“Nia berangkat dulu, ya? Papa hati-hati di rumah.”

“Ingat kata-kata papa, Nia. Sebagai tokoh yang berpengaruh di masyarakat, kamu gak bisa bertingkah seliar yang kamu inginkan. Sekali kamu mendapat cap buruk di mata publik, akan susah mendapatkan nama baikmu kembali.” Papa berkata dengan nada terbata-bata. Namun, Nia tahu maksudnya adalah agar ia mampu untuk terus menjaga reputasinya sebagai seorang public figure.

“Nia selalu ingat, Pa ….” Gadis itu menjawab dengan nada malas karena bosan, ia terus saja diingatkan tentang semua itu. Apa tidak ada hal lain yang lebih penting?

“Jangan anggap ucapan papa ini gak penting, Nia.” Suara papa yang terdengar cukup berat itu ikut memberatkan langkah Nia keluar rumah.

Beruntung, Daren langsung berbisik, “Sudahlah … jangan kamu jadikan beban. Papa hanya mengatakan hal yang baik untuk kamu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lie of Life   Asmara Citra VS Asmara Nia

    “Aku bersyukur banget, temen-temen semua pada dukung web series Asmara Citra dan terima kasih atas antusiasnya. Aku bener-bener gak berekspektasi bakalan seramai ini, tapi aku percaya semua pada cinta sama Citra dan Bima. Kami berharap kita semua mendapatkan kepuasan ketika Asmara Citra season 2 ini tayang, eksklusif di aplikasi YouTivi.” Semua bertepuk tangan ketika Nia selesai menyampaikan pidato penutup singkatnya di hadapan para pers dan beberapa pengunjung mal lokasi mereka. Semua antusias begitu melihat Nia berfoto berdua dengan Ali. Semua mendukung hubungan keduanya, meski tidak sedikit yang tahu masing-masing dari mereka sudah memiliki kekasih. Nia tidak lagi. Nia diajak Ali berfoto berdua dengan latar belakang banner web series mereka. Para fans memfoto kedua sejoli itu dengan semarak yang membuncah. Keduanya menganggap mereka berdua betulan berpacaran, seperti dalam film. Keduanya merasa senang karena mer

  • Lie of Life   Stefi

    “Lim, lusa kamu ada jadwal pergi gak?” Nia bertanya saat ia sengaja main ke kedai Salim untuk membeli makan siang. “Jadwal pergi, kamu kira aku artis, Nia?” Salim terkekeh sambil membungkus makan siang yang akan dibawa Nia ke rumah. “Ini keseharian aku, lho. Keliling kedai dari cabang ke cabang. Gitu aja.” “Sehari wajib mengunjungi semua cabang kedai kamu?” Salim menggeleng. “Ya enggaklah, Nia. Sesanggupnya aku. Se-mood aku juga. Kalo aku ada urusan keluarga atau aku lagi gak enak badan, ada kemungkinan aku gak mengunjungi kedai. Emangnya kenapa, Nia?” Nia menggumam sambil bertopang dagu. “Hanya untuk kepentingan sendiri dan keluarga ya?” tanyanya. “Tapi aku kan bukan keluargamu, Lim.” Salim mengernyitkan dahi dan tertawa di hadapan Nia. “Yang bilang gitu juga siapa, Nia?” “Kamu lah tadi.” “Ya, enggak harus itu sih. Kepentinganmu juga oke. Lusa mau dianterin ke mana?” Salim seakan tahu apa yang sejak tadi diko

  • Lie of Life   Rencana Berbisnis

    “Mau es krim rasa apa, Nia?” Salim bertanya sembari turun dari mobil. Nia. Gadis itu masih saja diam sedari makan siang tadi. “Cokelat? Vanila? Bluberi?”“Samain sama kamu aja, Lim.” Hanya itu yang dikatakan Nia. Salim menutup pintu mobil dan pergi ke sana.Sungguh kebetulan yang luar biasa, ia berpapasan dengan Bara yang sedang makan es krim bersama seorang perempuan. Salim menghela napas, ia tahu siapa gadis itu. Seorang gadis yang diceritakan Bara hampir setiap kali mereka berjumpa. Bara yang selalu merasa disakiti oleh gadis itu.“Lim … baru aja gue mau hubungin lo. Mau ke kedai, nih. Makan.” Bara bicara sok asyik. Siapa yang tidak ingat bahwa sebulan yang lalu, lelaki itu merengek-rengek padanya karena merasa tidak diterima oleh si perempuan.Salim meng-oh pendek. “Gue lagi gak ke kedai, nih. Ada urusan dikit.”Bara mengangguk mengerti. Salim pun permisi karena ia sedikit mengk

  • Lie of Life   Klarifikasi Nia

    Ponsel Nia bergetar di saku dan gadis itu menyadarinya. Salim menyayangkan itu karena ini belum cukup lama untuk Nia beristirahat. Seharusnya, gadis itu diberi cukup waktu lagi. Salim berdeham saat Nia mengakhiri panggilan teleponnya dengan seseorang. “Kalau masih capek, kamu bisa tiduran lagi, Nia.” Nia mengangguk. Ia menyandarkan punggungnya dan menghadap ke sebelah kiri. “Kamu kalau bosan diam aja, sambil jalanin mobil juga gak apa-apa, Lim.” “Aku takut ganggu kamu istirahat, Nia.” Nia menggelengkan kepala. “Tidurku udah cukup. Sekarang, aku mau cerita.” Salim meng-oh pendek tanpa suara. Ia lantas menjalankan mobilnya ke arah yang sama sekali belum mereka tentukan. Nia meminta Salim mengecilkan volume lagu yang terputar di mobil. Salim melakukan apa yang diminta. Nia tak juga bicara, hanya menatap ke luar jendela. Entah kalimat apa yang sedang dirangkainya, tetapi Salim tahu itu adalah hal yang teramat penting dan menjadi satu-satun

  • Lie of Life   Video Baru Daren

    Nia sudah menyatakan ketidaksiapannya menerima kontrak baru di manajemen saat ini. Ia berkata bahwa ia masih membutuhkan waktu untuk beristirahat dari dunia entertain. Ia harap para pihak manajemen bisa memahami kondisinya. Sebetulnya, beberapa ada yang memihak pada Nia dan memaklumi. Akan tetapi, ada saja yang tidak berada di sandingnya saat ini dan malah berpikir bahwa Nia memiliki kemungkinan akan dilepas dari manajemen. Nia hanya mengatakan bahwa dia akan oke jika pihak manajemen melepasnya. Mungkin bukan lagi masanya. Ia juga bisa dan masih kuat untuk mencari penghasilan dengan cara yang lain. *** “Gue turut sedih atas batalnya pernikahan lo dengan Daren,” ucap Ali dan Kanya—kekasih Ali—yang saat itu sedang mampir ke lokasi syuting di hari terakhir. “Gak perlu sedih gitu, ah!” Nia menepuk bahu Kanya agak keras. Ali membalas Nia untuk Kanya. “Pernikahannya aja baru rencana. Nggak batal karena memang belum ada apa-apa.” Sebetulnya,

  • Lie of Life   Akhirnya

    Daren menghela napas waktu Nia mengungkap pernyataannya secara jujur—di depan kedua orang tuanya. Nia agak tidak menyangka begitu mengetahui respons mama dan papa Daren yang malah memeluk dan mendukung keputusannya. Mereka bilang, Daren memang keras kepala. Semua orang yakin bahwa bagi Nia, membuat keputusan untuk hidup bersama sungguh memerlukan waktu yang tidak sebentar. Setidaknya lebih dari tiga hari. Nia menatap Daren dengan perasaan tidak enak. Sebetulnya, ia merasa Daren tidak melakukan kesalahan dengan meminta waktu tiga hari untuk berpikir. Bagi Nia, ini bukan masalah waktu, tetapi perasaan. Nia tahu apa yang dia rasakan selama ini dan itu bukan cinta. Lebih lama menunggu jawaban yang ‘sudah pasti tidak’ itu akan lebih menyakitkan buat Daren. Nia menghampiri Daren yang terus menundukkan kepalanya sejak kata ‘tidak’ yang terlontar dari mulut Nia, beberapa menit yang lalu. “Akhirnya, aku bisa mengatakan ini semua, Daren. Maafin aku karena tidak

  • Lie of Life   Deeptalk

    Suasana sunyi, tetapi tetap terasa ramai di kepala Nia saat ini. Ia sudah dihadapkan dengan Virza yang menantinya untuk bicara. Kurang lebih dua puluh menit berlalu, tetapi tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut Nia.Padahal, di telepon Nia berpesan bahwa ia akan membicarakan suatu hal yang penting pada sang papa.Seluruh benda di dalam ruangan, entah itu jam dinding, meja, kursi, bingkai foto, bahkan tembok yang senantiasa bisu itu seolah berteriak menyuruhnya bicara. Sementara di kepalanya, seluruh hal terngiang. Entah hal mana yang akan ia mulai."Apa ini tentang Daren?" Akhirnya, papa lah yang memulai percakapan kali ini.Nia menganggukkan kepalanya. "Itu salah satunya, Pa, tetapi aku akan mulai dengan satu yang paling penting dan yang paling keras berteriak di kepalaku."Virza menaikkan alis, tersirat sebuah tanya, "Apa itu?""Karirku, Pa." Nia menghela napas setelah bersusah payah mengatakan dua kata itu. Payah, padahal ia

  • Lie of Life   Positif & Negatif

    “Better?” Salim bertanya setelah Nia sudah siap memasang sabuk pengaman. Mereka akan segera berangkat. Nia sudah duduk mantap di kursi kemudi, sementara Salim berdiri dari luar jendea mobil.“Sebenernya kalau lo masih butuh supir, gue bersedia, lho,” kata Salim lagi.Nia menggelengkan kepala tiga kali. “Enggak perlu, Salim, anaknya Nyonya Salma. Gue bisa nyetir sendiri dan tau jalan pulang, kok.”Salim menangkupkan kedua telapak tangannya lantas mengangguk. “Baik, Nona. Sampai jumpa dan hati-hati di jalan.”“Terima kasih, Abang.”Salim tertawa begitu mendengar gadis itu memanggilnya abang. Nia melenggang pergi menjauhi area perumahan tempat tinggal Salim. Mereka harus berpisah setelah beberapa menit bersama. Hari ini menyenangkan bagi keduanya.Namun, sayangnya, Nia sendiri tidak bisa memungkiri bahwa setelah hari ini, hanya tinggal kurang dari 30 jam waktunya memutuskan ak

  • Lie of Life   Jika Nia Tidak Menerima

    “Gimana?” Jenis kata tanya yang nyaris berulang kali papa Nia ajukan kepada Daren siang itu. Sejak pagi, Daren mampir ke rumah sang calon mertua untuk membicarakan pasal pernikahan yang ia yakini akan terjadi itu. Namun, Virza mempertanyakan sesuatu yang bersifat meragukan. Ada begitu banyak pertanyaan yang apabila Daren tangkap, maksudnya hanya satu, “Siapkah Daren menerima Nia dengan segala sifat alaminya?” Berkali-kali, Daren mengatakan ya, ia menerima itu dengan sepenuh hati. Akan tetapi, selalu saja ada celah di mana Virza ragu akan jawaban Daren. Atau ia ragu, Daren akan menerima itu sampain kelak, sampai tua. Ia terlalu khawatir pria itu akan meninggalkan putrinya suatu saat nanti karena tidak tahan dengan sifatnya. “Apa yang ingin papa pastikan lagi?” “Kamu betul-betul menerimanya, bukan hanya menekannya agar mau menerirmamu.” Begitu jawaban Virza. Lama kelamaan, Daren sendiri yang meragu. “Sebaiknya kamu pikirkan dulu, biarkan putriku

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status