"Memikirkan apa sih? Kok serius sekali sampai aku dihiraukan?"
Mata hitam bening milik Alice menatapnya penuh rasa ingin tahu, pipi pucatnya berhiaskan lesung alami yang selalu menghasilkan debaran di dadanya, semua yang ada pada diri Alice merupakan daya tarik yang membuat Edward mencintai perempuan itu. Mustahil rasanya membayangkan dia bisa mengkhianati malaikat seperti Alice.
Kalau dipikir-pikir lagi omongan Rosie sangat konyol dan tidak masuk akal. Tapi, yang lebih tidak masuk akal justru dirinya sendirilah yang mengkuatirkan omong kosong itu. Sampai tidak bisa tidur pula?
Betapa anehnya dirinya. Benar! Tidak ada yang perlu dicemaskan.
Edward mengenal dirinya sendiri dan dia tidak akan goyah apalagi sampai mengkhianati kekasihnya yang sudah setia padanya selama bertahun-tahun. Terlebih, hanya untuk jatuh pada godaan perempuan murahan macam Rosie. Edward pasti sudah gila kalau itu sampai terjadi.
"Jujur padaku. Kau hanya alasan saja membuat rencana untuk menggoda kakak tirimu yang tampan, kan? Katakan saja kalau kau memang suka dengan dia dan mau dekat-dekat dengan dia,"Claire berucap sembari berselonjoran di atas rumput lapangan. Keringatnya sudah berkali-kali dia lap dengan sapu tangan tapi masih saja bocor. Maklum. Dia, Rosie, dan Annette baru selesai mengitari lapangan dua puluh kali."Aku masih mikir itu rencana yang buruk," komentar David lalu minum dari botol yang dia bawa. Pemuda jangkung itu menghabiskan isi botol yang tinggal setengah kemudian kembali bicara."Bukannya kakak tirimu sudah punya tunangan, kan? Bagaimana dengan tunangannya?""Cih! Masa bodo! Salah sendiri dia mau saja bertunangan dengan orang brengsek macam Edward. Lagi pula Alice hanya akan tersakiti kalau tunangannya benar berkhianat. Kalau, Edward berhasil menahan godaanku, ya Alice aman."Rosie memijat pela
Lucu.Tingkah Edward yang Rosie maksud. Pemuda itu terus saja menghindar dari adik tirinya. Rosie yakin itu karena 'sapaan sopan' Rosie di dapur tempo hari. Edward langsung berinisiatif membatasi interaksi dengan Rosie.Contohnya, mulai keesokan hari setelah Rosie menggodanya, Edward selalu menjemput Alice dulu dengan alasan ingin sarapan bersama, lalu baru kembali ke rumah dan mengantar Rosie ke sekolah. Lucu bukan?Edward sungguh naif berpikir diabbisa lepas dari ancaman Rosie dengan pertahanan buruk seperti itu. Memang itu bisa mencegah Rosie berbuat macam-macam padanya ketika mereka berangkat atau pulang sekolah-ya, Edward juga memaksa untuk pulang dengan Alice sebelum menjemput Rosie.Dia kira dengan adanya Alice di antara mereka Rosie akan kehilangan kesempatan menggodanya? Sungguh lucu, Edward Quin. Sayangnya dia salah. Salah besar.Rosie hanya berbaik hati sambil menikmati raut gugup yang ka
Edward dan Alice hampir menyelesaikan tugas mereka sore itu. Semuanya berjalan lancar, mereka tidak menemukan kesulitan berarti dalam mengerjakan tugas-yang cukup sulit itu.Sampai Rosie muncul di ambang pintu. Gadis itu baru pulang dari apartemen Claire dan masuk ke ruang keluarga tempat Edward dan Alice masih berkutat dengan laptop masing-masing."Kak Alice! Halo!" sapa si pendatang baru dengan senyum cerah ceria. Tangannya ia lambaikan berkali-kali tanda gadis itu sedang bersemangat-entah karena apa."Halo, Rosie? Kau baru pulang?" balas Alice juga tersenyum manis. Sudah beberapa hari sejak kejadian canggung di mobil. Alice yang memang pada dasarnya pemaaf telah melupakan kekesalannya atas insiden itu."Eum, aku baru selesai main dari tempat Claire," kata Rosie sembari masih berjalan mendekat. Dengan alami, Rosie duduk di sebelah Edward yang duduk berhadapan dengan Alice."Halo, Kak Edward.
"Sepertinya aku harus mandi. Sudah sore. Aku ke atas dulu, Kak Alice, Kak Edward." Si gadis cantik penuh muslihat bangkit untuk mulai keluar dari ruang keluarga.Alice tersenyum lalu bergumam, "Eum..."Lalu, Edward berusaha menahan amarahnya dan membalas, "Baiklah."Rosie berbalik untuk mulai keluar tapi dua detik kemudian dia kembali berbalik. Sang adik tiri memberikan sorot mata paling innocent yang dia punya, "Kak Edward, terima kasih atas penjelasannya. Lain kali aku mau belajar bersama lagi."Ketika pemuda itu bertemu tatap dengan Rosie, dia menyaksikan gadis itu tersenyum menang dengan maksud mencemoohnya. Ada gelombang kuat berisi amarah yang berkobar di dadanya. Edward membuat janji untuk membalas anak itu segera. Rosie akan menyesal telah bermain-main dengannya. Tunggu saja pembalasannya! Dia akan membuat Rosie yang menuntut lebih dengan permainannya. Anak nakal seperti gadis itu harus di beri pelajar
Edward bangun. Menguap lebar lalu mengulet. Jiwanya belum sepenuhnya kembali, jadi dia tidak memprotes perlakukan kurang ajar kaki Youngjae tadi."Minta uang." Rosie menadahkan telapak tangan kanannya, yang kiri masih bertengger di pinggang."Buat apa?""Bayar makanan. Buat apa lagi? Aish, cepat!"Edward meraih dompet di saku celana pendeknya dan mengeluarkan tiga lembar uang ratusan ribu. Rosie tersenyum manis sembari menyambar uang itu."Terima kasih, Kak Edward." Dia berbalik menuju pintu depan tempat kurir grabfood sudah menunggu.Gadis itu kembali ke sofa tempat Edward duduk termenung. Menggeser badan besar kakak tirinya dengan kasar untuk bisa duduk nyaman di sofa kecil itu. Rosie membuka plastik putih yang membungkus makanan di meja. Satu cup bubur ayam dan satu k
"Mungkinkah karena—" Dia menggantung kalimatnya. Mata hazelitu menatap ke arah selangkangan Edward penuh arti."Bukan begitu! Jangan berpikir yang tidak-tidak," si pemuda berkata dengan muka merah padam sekalian menutupi area yang jadi objek perhatian si gadis."Tenang saja, Kak Edward. Aku punya kenalan tukang urut yang terkenal. Dia bisa bikin punyamu tahan lama." Rosie menepuk pundak kakak tirinya dengan wajah prihatin."Kubilang bukan itu!" wajah Edward makin merah dan panas."Apa ukuran yang menjadi masalah?? Tukang urut itu juga bisa memperbesar-""Aku mau mandi."Edward buru-buru bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Enggan mendengar ocehan tidak senonoh Rosie pagi-pagi begini. Sebelum dia behasil menutup pintu kaar mandi dengan sempurna, dia masih sempat mendengar teriakan Rosie yang terakhir."Kalau kau malu, bisa juga melakukannya sendiri. Aku bisa mengajar
"Kau suka yang seperti ini kan, Edward?" tanya gadis itu seraya mempercepat gerakan tangannya.Edward mengerang dengan nafas pendek merasakan sensasi panas berkumpul di perutnya. Persis seperti ketika tangan yang sama melakukan hal yang sama padanya beberapa hari lalu.Juga, dengan waktu yang sama. Tepat saat dia akan sampai ke puncak, gadis kejam itu menghentikan semua rangsangannya. Edward membuka mata dan menatap Rosie antara heran dan kecewa."Aku akan memberikanmu hal yang lebih nikmat dari ini. Aku akan menunggumu di kamarku. Kau boleh datang setelah mengusir Alice."***Rosie Wilkins terkekeh mencemooh.Pemandangan di luar jendela kamarnya teramat menarik. Edward tergesa-gesa mengusir tunangan yang katanya sangat dia cintai. Kurang dari lima menit sejak kegiatan nakal yang mereka lakukan di dapur, Edward sudah berhasil menyingkirkan Alice seperti perempuan itu adalah hama yang menggangu.
Edward jadi begitu agersif. Tanpa ampun dia menyiksa adik tirinya hanya dengan daging kenyal di antara mulutnya. Bagian bawah milik Rosie membuatnya hilang akal. Begitu manis juga panas. Sangat sensitif, namun juga mampu bertahan lama di bawah gempuran lidah dan bibirnya.Baunya tidak harum, tapi punya aroma khas yang membuat Edward makin rakus dan sukar berhenti melumat. Dia malah menyesak makin dalam.Rintihan putus-putus dibarengi tubuh kaku gadis itulah yang menghentikan Edward. Rosie pelepasan hanya bercinta dengan lidah Edward.Edward menyapu sisa-sisa cairan kental milik Rosie dari bibirnya dengan lidah. Setelah itu, tanpa memalingkan tatapan bergairah dari sosok yang masih berusaha turun pasca orgasme barusan, Edward membuka celana panjangnya."Apa yang mau kau lakukan?" Rosie menautkan kedua alisnya, bingung.Edward tertawa geli. Rosie sungguh tidak tahu apa yang akan dia, mereka lebih tepa