Perlahan Alya mengerjapkan matanya, cahaya yang begitu terang masuk ke retina, membuat ia beberapa kali mengerjap. Setelah kelopak matanya terbuka sempurna, Alya mengedarkan pandangannya, ia melihat ke sekelilingnya. Alya bernapas lega saat menyadari jika ia berada di rumah.
"Alya, Sayang kamu sudah sadar, Nak," ucap Yulia seraya mengusap kepala putrinya.
"Ma." Alya bangkit dan terduduk, lalu memeriksa bajunya. Ia sedikit tersentak saat baju yang dikenakan sudah diganti dengan baju tidur.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Yulia dengan raut wajah khawatir.
"Ma, Alya .... " ucapannya terhenti, air matanya menetes, mengingat kejadian kemarin.
"Sabar ya, Nak." Yulia memeluk tubuh putrinya, seketika tangis Alya pecah.
"Apa benar kalau, mas Gibran sudah melakukannya. Kalau iya, berarti aku ... kamu tega melakukan ini, mas. Bagaimana dengan Reyhan, dia pasti akan membenciku," batin Alya.
Selang bebe
Satu jam kemudian, keadaan kembali tenang. Suara yang sempat membuat riuh para tamu undangan, rupanya itu suara kedua teman Alya. Linda dan Nita, mereka berdua berniat ingin menyaksikan jalannya ijab kabul. Itu sebabnya, keduanya terpaksa menghentikan proses tersebut.Setelah keadaan kembali tenang, proses ijab kabul pun kembali dilaksanakan. Pak penghulu kembali menjabat tangan Reyhan, lafadz janji suci pun terucap dengan lantang dan keras. Selang beberapa menit, kata 'SAH' menggema di ruangan yang serba putih itu. Bahkan, Alya sempat meneteskan air matanya.Alya merasa terharu, sekarang dirinya sudah tak lagi menyandang status janda. Kini ia telah menjadi seorang istri, istri dari pria yang sudah lama mengaguminya. Setelah ijab kabul selesai, kini pasangan pengantin ini berdiri di atas pelaminan, untuk menerima ucapan selamat dari para tamu undangan."Alya, selamat ya. Akhirnya kamu nikah lagi, semoga samawa ya," ucap Linda, seraya cipika-cip
Alya melirik ke arah suaminya, bagaimanapun juga sekarang Reyhan adalah suaminya. Terlihat semuanya masih diam, Alya memberi kode pada Reyhan, agar mengijinkan dirinya untuk menghampiri pria tersebut, yang tak lain adalah Gibran, mantan suaminya."Ada apa, Mas datang ke sini?" tanya Alya."Aku butuh uang, Al untuk berobat anakku. Aku tidak tahu harus mencari kemana, itu sebabnya aku datang ke sini. Berharap kamu mau membantuku," jawab Gibran, dengan menundukkan kepalanya.Alya menghela napas, tanpa berkata ia berlalu dari hadapan Gibran. Wanita berambut panjang itu berjalan masuk ke dalam rumah. Mereka semua masih menatap Gibran, mungkin di hati mereka, Gibran sosok pria yang tidak punya malu. Lantaran datang ke rumah mantan istrinya, untuk meminta uang.Lima menit kemudian, Alya keluar. Ia berjalan menghampiri mantan suaminya, lalu memberikan uang ratusan ribu sebanyak sepuluh lembar. "Ini untuk berobat anak kamu, Mas. Maaf tidak
Setelah menerima panggilan telepon, kini Safira tengah bersiap-siap untuk pergi, entah kemana ia akan pergi. Gibran memperhatikan istrinya yang sedari tadi sibuk berdandan, ia merasa jika ada yang tidak beres, ada sesuatu yang Safira sembunyikan. Tapi apa, jika ditanya, Safira selalu menghindar dan mengelak."Kamu mau kemana?" tanya Gibran."Bukan urusan kamu," jawab Safira, tanpa menoleh ke arah suaminya.Gibran menghembuskan napasnya. "Safira, apa kamu lupa, Rava itu lagi sakit. Terus sekarang kamu mau pergi.""Udahlah, aku bosen di rumah terus, makan nggak enak. Asal kamu tahu, aku tidak bisa hidup seperti ini." Safira bangkit, lalu beranjak pergi meninggalkan suaminya."Safira, tunggu." Gibran mencekal pergelangan tangan istrinya. Namun, dengan kasar Safira mengibaskannya."Udah deh, Mas. Urus aja tuh anak kamu, nyesel aku nikah sama kamu," ucap Safira, lalu pergi begitu saja.Sementara itu, Gib
Safira tersentak kaget, bahkan Rava yang mulai memejamkan matanya kembali terjaga dan menangis sejadi-jadinya, lantaran kaget dengan suara Gibran. Dengan emosi Safira beranjak menghampiri suaminya, ia tidak tahu apa yang terjadi, dan apa penyebab suaminya bisa semarah itu."Ada apa sih, Mas. Kamu tahu, Rava jadi kebangun gara-gara denger suara kamu itu." Safira menatap mata suaminya yang sudah memerah. Namun tiba-tiba pandangan Safira beralih pada ponsel miliknya yang kini ada di tangan Gibran."Ini apa! Selama ini kamu udah bohongi aku. Dan anak itu, anak itu bukan anak aku. Tapi anak orang lain iya kan!" teriak Gibran. Mata elangnya menatap tajam wanita yang ada di hadapannya.Seketika nyali Safira menciut mendengar teriakan sang suami, lantaran selama mereka menikah, Safira tidak pernah melihat Gibran semarah ini. Bahkan kini wajahnya sudah pucat pasi, ia tidak berani menatap mata suaminya. Sementara Gibran yang sudah tersulut emosi, ia tida
Ratna merasa menang karena usahanya untuk menjodohkan Gibran dengan Kania berhasil. Awalnya Kania ragu, tetapi akhirnya wanita itu setuju, sedangkan Gibran hanya menurut dengan apa yang sang ibu inginkan. Mungkin benar, jika mereka menikah nanti, Gibran bisa membalas sakit hati pada keluarga Alya.Setelah pertemuan itu, kini Gibran kembali pada rutinitasnya, yaitu ngojek. Meski hasil tidak seberapa, tetapi bisa untuk makan, sedangkan untuk membayar kontrakan, Gibran menggunakan sisa uang dari mantan istrinya. Sejujurnya, Gibran masih sangat mencintai Alya, tetapi dirinya sudah kehilangan kepercayaan dari wanita itu."Alya, jujur aku tidak rela melihat kamu bersanding dengan pria lain. Ingin rasanya aku membawamu pergi jauh dari kota ini. Bahkan negeri ini, aku ingin memilikimu seutuhnya," batin Gibran. Bayangan masa lalu bersama Alya, kembali berputar di benaknya."Kania, cantik juga. Nggak ada salahnya aku coba, aku ingin tahu reaksi Alya baga
Setibanya di rumah, Alya langsung masuk ke dalam kamar, kecewa dan marah berubah menjadi satu. Ia tidak pernah menyangka jika Reyhan bisa berbuat seperti itu. Alya pikir Reyhan adalah pria baik-baik, tapi ternyata sama saja seperti yang lain.Alya takut jika pernikahan keduanya akan kandas seperti pernikahan pertamanya. Rasa trauma sejujurnya masih menyelimuti hati Alya. Perlakuan yang ia terima selama menjadi istri Gibran pun masih berputar-putar di benaknya. Selama ini ia mencoba untuk bersikap biasa, lantaran ia nyaman berada di dekat Reyhan.Saat ini Alya berada di kamar mandi, wanita berambut panjang itu tengah menumpahkan kesedihannya. Ia begitu takut jika kejadian di masa lalu akan terulang kembali. Setegar apapun seorang wanita, pasti tetap bisa merasakan sakit. Karena wanita mempunyai hati."Aku tidak mau pernikahan keduaku gagal lagi. Aku tidak mau, kamu tega, Mas. Belum genap seminggu kita menikah, tapi kamu sudah berbuat seperti ini
Alya tidak menyangka, setelah sekian lama tidak melihatnya, kini mereka dipertemukan kembali. Ia mencoba untuk bersikap tenang dan biasa saja, sementara Reyhan merasa heran, kenapa Kania bisa bersama dengan Gibran. Iya, orang yang mereka lihat adalah Gibran, mantan suami Alya.Reyhan menggenggam tangan Alya, lalu mengajaknya untuk menghampiri Kania. Sorot mata Gibran terus saja melirik ke arah mantan istrinya itu, mungkin ia menyesal karena telah menduakan Alya. Sebisa mungkin Alya bersikap tenang, begitu juga dengan Reyhan, meski dalam pikirannya banyak sekali pertanyaan yang melintas."Reyhan, apa kabar," sapa Kania dengan tersenyum."Baik." Reyhan pun tersenyum, begitu juga dengan Alya.Setelah itu kini mereka berempat sudah duduk, di atas meja sudah tersaji makanan dan juga minuman. Reyhan sibuk berbincang dengan Kania, sementara Alya memilih untuk diam. Namun berbeda dengan Gibran, pria itu terus mencuri pandang dengan mantan
Alya masih berdiri menatap wanita yang berdiri di hadapannya itu. Ia tidak menyangka, setelah lama menghilang dan kini dia kembali lagi. Untuk apa dia hadir kembali, Alya takut jika kehadirannya akan membawa petaka dalam rumah tangganya. Sebab wanita itu pernah menjalin hubungan dengan Reyhan."Maaf, cari siapa?" tanya Alya. Ia berusaha untuk bersikap tenang."Reyhan ada," jawabnya."Sayang, siapa yang .... " ucapan Reyhan terhenti saat melihat Andin berdiri di hadapan istrinya. Iya, wanita itu adalah Andin, mantan kekasihnya."Eh, Mas dia nyariin kamu," ucap Alya seraya berjalan menghampiri suaminya, dan berdiri di sebelahnya.Reyhan mengernyitkan keningnya. "Nyariin aku, ada apa kamu ke sini."Andin tersenyum. "Aku ke sini untuk ngasih ini sama kamu. Kemarin kamu buru-buru sih, jadi ketinggalan."Andin menyerahkan amplop berwarna putih, dengan ragu Reyhan menerima amplop tersebut. Berbagai pertanyaan me