Lampu tiba-tiba saja menyala, Abigail dan Noah sama-sama terkejut, mereka melepaskan diri dari satu sama lain dengan canggung. Meski berpura-pura, pelukan hangat Noah sudah cukup membuat Abigail gugup."Maaf, tuan," katanya sambil berdiri dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.Noah berdeham sambil menggaruk kepalanya, memikirkan kata-kata yang tepat untuk memecah kecanggungan di antara mereka. "Um, tadi kita membicarakan apa sebelum lampu padam?" tanyanya seraya bangkit berdiri dan berjalan ke jendela, ia mengambil remot dan menekan tombol, tak lama kemudian tirai penutup jendela terbuka secara otomatis."Um," Abigail meremas jemarinya seraya memasang wajah bingung."Ms. Scott? Kau ingin segelas air?"Yes! Noah memakan umpannya! Abigail menggelengkan kepalanya, "Tidak tuan, terima kasih, maaf, saya hanya..." ia berakting seolah-olah tangannya gemetaran.Noah berjalan cepat ke arahnya dan meremas tangannya dengan erat, "Hei, sudah berakhir, kau memiliki trauma dengan kegelapa
Abigail melihat dirinya sekali lagi di cermin dan puas dengan penampilannya yang menakjubkan. Ia mengoleskan lipstik merah cerah lagi di bibirnya sebelum keluar dari apartemen karena Calvin sudah menunggunya di luar sejak tadi."Wow!" Calvin tidak bisa menahan diri untuk tidak memujinya. "Kamu terlihat sangat luar biasa," katanya jujur, akhir-akhir ini dia tidak repot-repot menyembunyikan perasaannya sama sekali."Benarkah? Terima kasih!" kata Abigail dengan riang. "Haruskah kita naik taksi?" tanyanya sambil berjalan menuruni tangga. "Aku ada mobil, ayo," katanya sambil mengulurkan tangannya kepada Abigail yang menerimanya dengan ragu."Ini mobilku," kata Calvin, berhenti di depan sebuah SUV hitam metalik. "Masuklah," dia membukakan pintu untuk Abigail, senyuman tak pernah lepas dari wajahnya dan itu membuat Abigail merasa bersalah karena memanfaatkan perasaan Calvin terhadapnya."Mengapa kamu tiba-tiba berubah pikiran dan memutuskan untuk pergi ke pertunjukan balet itu?" tanya Calvin
"Maaf, saya tidak bermaksud lancang, saya hanya mengatakan pendapat saya," kata Abigail sebelum Noah sempat berkata apa-apa. Noah menarik napas dalam-dalam, "Perbedaan antara cinta dan obsesi sangat tipis sehingga orang sering kesulitan membedakan keduanya," gumam Noah, matanya menatap kosong pada garlic butter yang tergeletak di depannya.Abigail cukup terkejut, dia mengira Noah akan marah dengan kata-katanya, tetapi tampaknya patah hati melunakkan hatinya. Atau mungkin selama ini Beatrice berada di balik sikap kasar Noah terhadap semua orang?"Jadi rumor itu benar?" Pancing Abigail. Noah mendongak, "Rumor apa?" dia bertanya agak ketus. Abigail terdiam sejenak, seolah takut untuk mengatakan apa yang ada di pikirannya. "Um, tentang kebiasaan Ms. Miller yang berganti-ganti pasangan," setelah beberapa detik akhirnya dia berhasil menyelesaikan kata-katanya.Wajah Noah kembali memerah, rahangnya menegang seolah pertanyaan itu mengobarkan kembali amarah di dadanya. "Maaf, saya melewati b
"Wow! Kau terlihat luar biasa! Jadi kau akan pergi ke pesta apa?" tanya Donna yang tak sengaja bertemu dengan Abigail di toilet kantor, saat Abigail baru saja selesai mengganti pakaiannya dengan gaun Versace yang dibelinya di 5th Avenue tadi siang."Aku harus menemani Mr. Zimmerman ke acara peluncuran produk kolaborasi kita dengan Goodtech di The Plaza," kata Abigail sambil mengoleskan lip cream berwarna merah cerah di bibirnya."Kurasa ia melakukan hal itu untuk membuat Beatrice Miller cemburu," kata Donna setengah mencibir lalu berlari ke toilet dan menutup pintu dengan cepat."Menurutmu begitu? Tapi kurasa dia sudah selesai dengan wanita itu," kata Abigail, dia sangat yakin Noah tidak akan kembali ke Beatrice Miller lagi, apalagi setelah Noah tahu bahwa secara tidak langsung hubungan Beatrice dan John Cain telah merusak citranya, dituduh menjadi seorang pelaku pelecehan seksual bukanlah hal yang baik sama sekali.Donna mendengus, tiba-tiba ia sudah berdiri di samping Abigail, mencu
Abigail sangat terkejut ketika bibir Noah tiba-tiba mendarat di bibirnya, dia baru saja akan membalas ciumannya ketika tiba-tiba Noah menarik bibirnya darinya. "Maaf, aku..." dia tidak menyelesaikan kata-katanya, dia berbalik, badan, berdiri di depan bar dengan kepala tertunduk memijat dahi.Abigail menggigit bibirnya, dia harus mendapatkan perhatian Noah, dia tidak peduli apa yang akan dilakukan Noah padanya, dia hanya ingin membuat Noah tergila-gila padanya. Dia bahkan telah menyiapkan sesuatu yang akan membuat Noah terkejut jika mereka memiliki kesempatan untuk berhubungan seks malam itu.Saat Abigail sedang sibuk berpikir, tiba-tiba ponselnya berbunyi, "Ya Paul? Oke, kami akan ke lobi sekarang," katanya seraya memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. "Tuan, Paul sudah ada di sini," ujar Abigail sambil berjalan ke arah Noah dan berbicara dengannya dengan santai seolah-olah tidak ada yang terjadi di antara mereka sebelumnya.Dengan sedikit terhuyung-huyung, Abigail berjalan di bel
"Tadi sangat luar biasa..." kata Noah, saat itu ia sedang berbaring di tempat tidur, di samping Abigail yang sedang sibuk bersembunyi di bawah selimut. Dia mulai membenci dirinya sendiri karena dia menikmati setiap jengkal sentuhan Noah di kulitnya.'Yah Aby, kamu boleh menikmati seks tapi jangan biarkan dirimu jatuh cinta padanya! Dia tidak layak! Balas dendammu untuk orang tuamu adalah hal terpenting di dunia ini!' ia bisa mendengar Bee mendengung di telinganya."Nona Scott?" Noah mengerutkan kening ke arah Abigail, berharap Abigail membuka selimutnya."Panggil saja Aby, kita kan sedang tidak di kantor," jawab Abigail mengulangi ucapan Noah padanya tadi. Dia membuka selimut yang menutupi wajahnya. "Aku akan membersihkan diri dan pulang," tambahnya sebelum berdiri.Noah terdiam, dia tidak mengatakan apa-apa dan hanya mengawasi Abigail sampai dia menghilang dari balik pintu kamar mandi.Sementara itu di kamar mandi,Abigail merendam tubuhnya di dalam bak mandi, dia memejamkan mata, be
"Apa yang kau lakukan? Kau membuat dapurku berantakan! Apa yang tadi aku katakan tentang kebersihan? Kau benar-benar tuli ya!" bentak Noah. Abigail yang terkejut langsung berdiri, namun ia tersandung kursi dan membuat ember es krim di tangannya terjatuh ke atas karpet, meninggalkan noda yang sangat mencolok di sana. Ia memekik, menutup mulutnya dengan satu tangan. "Ya Tuhan, mati aku!"Noah memelototinya dengan marah, dadanya naik-turun karena kesal. "Kau!" desisnya dengan mata menyipit. Abigail memasang wajah ketakutan, dia berjongkok dan menutupi kepala dengan tangannya."Apa yang kau lakukan? Kau pikir aku akan memukulmu?" bentak Noah, seraya bergegas menyeka noda es krim dengan serbet. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau tetap di sini, kurasa aku akan menjadi gila!" Noah terus mengoceh tanpa melihat ke arah Abigail yang masih menutupi wajahnya dengan tangannya."Bersihkan noda ini sampai tidak ada warna coklat yang tersisa! Pakai cairan ini!" ucapnya sambil melemparkan
"Oh, berhenti bicara omong kosong! Kau tidak hamil!" ucap Noah seraya bangkit berdiri, meninggalkan tangan Beatrice yang berusaha menahannya. Abigail masih mengawasi mereka secara diam-diam dari balik pintu."Aku tidak berbohong! Di mana ponselku," Beatrice merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya. "Ini, lihat!" dia menunjukkan padanya sebuah gambar. Abigail menyipitkan mata, menebak apa yang ada di gambar itu. Noah menggelengkan kepalanya, “Kau bisa saja menyuruh wanita hamil manapun untuk buang air kecil, gambar test pack itu tidak ada artinya bagiku,” ucapnya dingin, sambil membalikkan pandangannya dan secara tidak sengaja matanya bertemu dengan Abigail dengan cepat menarik diri, bersembunyi di balik dinding. Lagi pula dengan pintu terbuka dia masih bisa. mendengar obrolan mereka berdua dengan jelas."Kau meragukanku? Fine! Aku bawa cadangan test pack,, ayo ke toilet dan aku akan buktikan padamu bahwa aku tidak berbohong soal kehamilan ini!" kata Beatrice dengan terengah-engah.