Kiana dan Rachel sama-sama menoleh ke arah sumber ledakan yang terjadi. "Apa itu?" Kiana kebingungan, langit di sekitar ledakan membuat bulatan hitam, Kiana dan Rachel menyadari jika itu adalah gerbang Dungeon yang terbuka dan akan menyebabkan kekacauan jika tidak ada manusia super yang segera mengatasinya."Aku harus pulang, Rachel kau kembalilah dan cari tempat aman untuk berlindung.""Aku akan pergi bersamamu.""Bagaimana dengan kelurgamu, tunanganmu?" Kiana malah mengkhawatirkan orang lain."Ayah, Ibu." Rachel langsung sadar, ia tidak perduli dengan keadaan tunangannya sebab, wanita itu sudah pasti berada di tempat aman sekarang. "Maafkan aku Kiana, aku harus meninggalkanmu sendiri." Ujar Rachel langsung berlari pulang."Tidak apa-apa Rachel." Begitu pula Kiana yang tidak ingin membuat Leon khawatir padanya.Kiana merasa beruntung karena orang tuanya tidak di desa kala itu. Aku selalu berharap orang tuaku selalu dijauhkan dari bahaya. Harap Kiana sambil berlari pulang ke rumah.N
"Langitnya sudah kembali cerah." Ucap Kiana yang saat ini duduk di samping sang pria tua."Benar, Nak. Sepertinya pahlawan super itu berhasil menyelamatkan desa ini." Ujar sang kakek.YEAY!Banyak orang berteriak serempak girang karena merasa tidak perlu khawatir lagi."Maafkan aku Kek, aku harus segera pergi. Karena ada orang yang harus kutemui, dia juga pasti mencariku sekarang." Ujar Kiana, kakek itu mengangguk, dan Kiana langsung berlari pergi menuju lokasi kekacauan, mencari Leon di sana. Kuharap Leon baik-baik saja.Namun, ketika sampai di lokasi kejadian yang porak-poranda, Kiana tidak mendapati siapa pun di sana. Leon tidak ada di sana."Ke mana perginya?" entah mengapa Kiana tetap merasakan sebelumnya ada energi yang terasa akrab tidak jauh dari tempatnya berdiri. Kiana tahu itu adalah sisa energi dari kekuatan Leon. "Leon sebelumnya benar-benar ada di sini." Kiana kaget bisa merasakan energi milik Leon dengan jelas. "Jadi, ini adalah kekuatan seorang healer jika dipakai seca
"Kiana kau baik-baik saja, kan?" orang tua Kiana langsung menerobos masuk ke dalam rumah memastikan anaknya tidak terluka sama sekali karena kekacauan yang terjadi beberapa jam lalu."Ayah, Ibu!" Kiana langsung lari menghampiri kedua orang tuanya dari posisi duduk di samping Leon yang terbaring lemah sebelumnya.Orang tua Kiana langsung bergegas pulang tatkala mendengar pesan dari Kiana yang mengatakan Dungeon muncul di desa mereka. Meskipun di desa ini kemunculan Dungeon itu adalah hal yang langka.Namun, hal itu tetaplah hal yang biasa di dunia ini. Sangking biasanya pada Dungeon yang muncul secara mendadak, tidak ada orang yang terkejut lagi akan hal itu. Bahkan kemunculan Dungeon di desa Kiana tidak akan tersorot oleh media berita, berbeda dengan di kota yang berita tentang Dungeon, manusia super, dan healer yang selalu terperbarui setiap harinya.Ibu Kiana langsung memeluk erat Kiana, senang melihat anak satu-satunya masih dalam keadaan sehat tidak terluka. Namun, ketika melihat
Kiana dan Leon sekarang tertidur di tempat yang berbeda. Leon di kamar Kiana dan Kiana di luar tidur dengan tersandar di sofa ruang tamu, tanpa bergeming sedikit pun kehabisan tenaga."Aku di mana?" bingung Kiana, tiba-tiba merasa berada di alam lain. "Bukannya tadi aku ketiduran. Bahkan untuk membuka mata saja aku merasa tidak sanggup. Tapi, kenapa berakhir di tempat ini. Mana gelap." Gumam Kiana sendirian. Menyadari mungkin ia sedang bermimpi sekarang."Sebaiknya aku tidur lagi saja, mungkin setelah ini aku akan bangun ke tempatku semula. Tapi ini aneh, kenapa terasa sangat nyata." Kiana frustasi sendiri, akhirnya. "Apa ini efek karena diriku menggunakan terlalu banyak kekuatan healer." Kemudian dari arah yang tidak diketahuinya, Kiana mendengar ada suara orang yang sedang berkelahi."Mimpiku keren ya, bisa sampai dengar suara orang bertengkar." Kiana masih takjub sendiri. "Tapi, siapa yang bertengkar." Kiana kemudian melangkah menebak-nebak sumber suara berasal.Perlahan samar-sam
Leon langsung tersadar dari tidurnya setelah merasa terjatuh ke dalam retakan bercahaya di alam bawah sadarnya.Ia langsung menghampiri Kiana yang masih tertidur pulas sambil duduk."Kiana hei! Bangunlah, kau tidak apa-apa, kan?!" panik Leon karena kejadian beberapa waktu tadi. Ia mengguncang-guncang bahu Kiana, berusaha menyadarkannya."Uum, biarkan aku tidur. Aku tidak bisa membuka mataku ini." Kiana bergumam sembari melanjutkan tidurnya lagi, ia menjawab pertanyaan Leon setengah sadar. Posisinya yang tertidur duduk langsung tersungkur di atas sofa karena guncangan dari Leon barusan."Pergi sana! Jangan ganggu aku. Aduh badanku sakit, sepertinya salah tidur." Kiana bergumam mengusir Leon sambil merintih karena posisi tidurnya yang tidak nyaman. Namun, ia tetap tidak bisa membuka matanya.Leon tidak merasa khawatir karena Kiana yang terus bergumam setelah beberapa saat tadi, bahkan Leon sempat berpikir jika hadirnya Kiana dimimpi hanyalah mimpinya semata.Kemudian pria itu mengangkat
Kiana terdiam saat mengetahui tes kecocokan mereka berdua berada di presentasi 99% cocok. Dia dan Leon memiliki gelombang energi yang sama cocok dengannya....Beberapa jam sebelumnya.Kiana pikir Leon menghilang ternyata Leon malah berdiam diri di belakang rumah sambil melamun, Kiana merasa malu sendiri. Sebab sudah menganggap Leon patah hati karena penolakannya. Apa yang aku pikirkan sih, Leon bukanlah anak kecil tukang merajuk."Aku tidak akan menyerah." Gumamnya yakin masih bisa mendapatkan hati Kiana karena saat ini mereka selalu bersama, walaupun hatinya terasa sakit karena penolakan Kiana barusan."Ayo Leon, Ayah dan Ibu menyuruh kita untuk ke tempat mereka bekerja sekarang di kota. Mereka berkata, jika mereka ingin menguji coba kecocokan kita berdua." Ucap Kiana tiba-tiba karena mereka berdua sudah janji kemarin pada ayah dan ibunya."Memang kamu penasaran, Kiana?" Leon bertanya sembari mengikuti Kiana di belakangnya."Yaps!" entah mengapa Kiana bersemangat, ia sebelumnya bel
"Ayo pulang." Ajak Kiana, pada Leon yang sibuk memperhatikan sekitarnya. Karena ruangan di sana, ia anggap cukup menarik."Aku belum puas berkeliling." Keluh Leon."Ya sudah, lihat-lihatlah dulu kalau begitu. Aku tunggu di luar ya." Ujar Kiana terus berjalan."Aku ikut Kiana saja." Leon lebih memilih untuk ikut bersama dengan Kiana."Lagipula, apa kau merasa kenal dengan tempat seperti ini?" tanya Kiana memastikan."Aku rasa aku kenal dengan tempat ini, seolah-olah pernah ke tempat seperti ini di suatu tempat. Tapi tetap saja, aku merasa baru pertamakali melihatnya. Hanya perasaanku saja yang tidak asing." Leon menjelaskan apa yang ia rasakan, Kiana mengangguk mengerti."Kau tidak marah padaku?" tanya Kiana masih tidak enak hati, karena penolakan terhadap perasaan Leon yang amat terang-terangan beberapa jam tadi."Kalau boleh jujur, sangking kesalnya aku. Aku sempat berniat ingin melawan seluruh monster yang ada di hutan." Leon berucap sembari masih merasa tertohok karena diingatkan l
"Jangan tidur, Leon!" Kiana menepi ke pinggir jalan dan menghentikan motornya saat itu. "Bertahanlah sebentar lagi." Kiana berucap dramatis, lagipula dia juga sebenarnya sudah kelelahan."Maafkan aku, Kiana. Aku benar-benar mengantuk." Leon berucap menguatkan diri.Dengan cepat setelahnya Kiana langsung tancap gas dan untuk segera sampai di rumah."Wah! Pelan-pelan Kiana." Leon merasa matanya langsung terang karena takut dengan cara mengemudi Kiana...."Akhirnya sampai juga." Kiana bernafas lega ketika ia sudah berada di depan rumahnya."Ayo Leon." Ajak Kiana masuk ke dalam rumah. Pria itu berjalan dengah lunglai. Pada akhirnya ia berhasil mendudukkan dirinya di sofa."Mari kita pulihkan energi yang kacau ini." Tanpa ragu-ragu Kiana langsung memegang telapak tangan Leon. "Apa ini?!"Kiana benar-benar terkejut saat mendapati dirinya berada di depan sebuah pusaran bulat berbentuk benang kusut hitam. Itu adalah energi hitam yang selama ini tersembunyi di dalam diri Leon. "Aku tidak b