Share

Malam Pertama Setelah Pulang

Tik! Tik! Tik!

Tetesan Air hujan jatuh mengenai pipi Jarot yang membuatnya sedikit terkejut dan refleks memegang pipinya. Ditadahkan kepalanya ke atas untuk melihat kondisi, benar saja langit sudah mulai gelap pertanda hujan akan segera turun.

“Kak Annan, ayo kita pergi! Sudah mau hujan.” ajak Jarot sembari memegang bahu  Annan yang duduk di samping makam Aya.

“Kamu duluan aja, sebentar lagi aku nyusul.” Kata Annan

“Jarot tunggu di mobil kak.” balasnya yang lalu berjalan meninggalkan Annan

Annan memegang nisan dengan tulisan Gayatri Pradipta Pasha binti Guntur Pradipta Pasha lalu dia berkata. “dua belas tahun kamu tinggalkan aku Aya, begitu juga dengan putri kita. Aya hari ini aku benar-benar sangat merindukan Aneet. Jika kamu sayang padaku tolong bantu aku ketemu dengan Aneet.”

Hujan mulai turun agak banyak, Annan menghapus air matanya lalu berlari meninggalkan makam Aya.

“Jalan Jar!” perintah Annan saat memasuki mobilnya. Jarot memberikan sebuah handuk kecil saat melihat Annan sedikit kebasahan. “Thank you.” Lanjut Annan sambil mengambil handuk tersebut.

Jarot menjalankan mobilnya meninggalkan kompleks pemakaman tersebut.

***

Di kediaman Guntur semua asisten sibuk mempersiapkan penyambutan kepulangan  Gaying, Gayang dan Aneet. Memasuki gerbang rumah mobil mereka sudah disambut oleh hiasan bunga – bunga yang indah. Sebuah sepanduk ucapan kedatang membentang dari kejauhan.

“Wah, kita terharu lo pah kalau seperti ini.” Ucap Gaying

“Kalian bertiga kan sudah lama tidak pulang jadi pantas mendapatkan semua ini.” Ana berkata sembari memegang bahu kedua anak kembarnya.

Ketika mereka turun, hujan juga ikut turun dengan derasnya. Mereka langsung bergegas masuk, Guntur mengajak mereka untuk langsung ke ruang makan.

“Selamat datang mas Ying, mas Yang dan Mbak Aneet.” ucapan serentak dari asisten rumah tangga Ana yang berjajar.

“Terima kasih untuk sambutannya.” balas gayang, yang dilanjutkan mereka bertiga merundukkan kepalanya sebagai tanda terima kasih.

Meja makan yang besar dan mewah berada didepan Aneet, berbagai jenis makanan ada disana. Mereka bertiga dan Guntur serta Ana duduk untuk menikmati hidangan yang secara khusus dimasak untuk menyambut kedatangan mereka.

“Opa, nanti malam Aneet sama paman mau keliling kota ya.” pinta Aneet membuka pembicaraan

“Hujan! Jadi di rumah saja, keliling kotanya bisa besuk.” tolak Guntur.

“Opa... Nanti hujannya juga reda. Orang ini hanya lewat doang.” sanggah Aneet

“Iya nanti jika sudah reda Aneet sama paman bisa pergi, tapi ditemani sama anak buah opa ya.” sela oma yang ingin mencegah perdebatan antara kakek dan cucunya.

“Mamah, jika dikawal oleh anak buah papah. Itu malah tidak baik, jadi ketahuan dong siapa Aneet dan kita.” 

“Yang bener deh mah, kita kan baru datang. jika bisa kita terlihat biasa saja. Karena tidak ada yang mengenal kita sebagai keluarga dari Guntur Pradipta Pasha.” Gaying mencoba menguatkan argumen dari Gayang

“Terserah kalian saja, tapi jika ada apa-apa langsung hubungin papah. Jangan sok jagoan!” tegas Guntur.

***

Sore ini ditengah guyuran hujan yang lumayan deras, pacar Annan yang bernama Dana sudah menunggunya di Apartemen. Dia datang tiga puluh menit setelah Annan pergi. Bersama dengan empat orang teman Annan lainnya yaitu samuel, fahmi, Ojan dan raka.

“Masak dari kalian berempat tidak ada yang tahu dimana Annan.” Bentaknya dengan amarah.

“Kak Annan pergi sama Jarot tapi untuk kemananya mereka tidak pamit.” jawab sam.

“Harusnya kalian itu paham, masak bosnya mau pergi kalian tidak tahu. Anak buah macam apa kalian!” Bentaknya lagi.

Ditengah suara gemuruh air hujan dan suara amarah dari Dana terdengar suara langkah kaki, yang semakin lama langkah tersebut semakin terdengar jelas. Dana yang mendengarnya langsung berlari kearah pintu.

“Darimana sih kalian?” tanya Dana saat Annan dan Jarot melepas sepatu mereka. Jarot hanya menoleh saja, begitu juga dengan Annan. “Aku tanya lo ini, kok malah dicuekin.” lanjutnya dengan suara ketus.

“Dari makam.” jawab Annan dengan singkat dan padat. Annan dan jarot langsung masuk ke dalam. Dengan marah karena tidak diperhatikan, Dana ikut masuk dengan membanting pintu.

Annan dan Jaro langsung duduk diruang tamu bersama dengan ke empat orang lainnya. Annan mengambil sebatang rokoknya kemudian menyulutnya dengan api.

“Kak minggu depan ada pertemuan di hotel lima, kepulauan mutiara.” Ucap Sam sembari ikut-ikutan merokok

“Kita pikir itu belakangan, aku rasa itu tidak akan ada pengaruhnya buat kita. Nanti sore jika hujan turun kita makan ditempat biasa.” sahut Annan yang sedang bersantai.

***

Di Balkon kamarnya yang terletak dilantai dua, Aneet berdiri memandang lurus keluar melalui jendela kamarnya. Tangannya disilangkan ke depan sebagai pelindungnya dari hawa dingin.

Krek! Suara pintu kamar yang dibuka tidak membuat Aneet menoleh, Dia terus fokuskan pandangan diarah yang sama. Saat sebuah tangan memegang bahunya dia baru terkejut.

“Huh! Paman! Bikin kaget aja.” Protes Aneet

“Mau jalan kemana hari ini?” tanya Gayang, dengan Gaying bersama – sama merebahkan tubuhnya ke tempat tidur

“Paman-paman Aneet yang ganteng-ganteng ini mau ketemu calon bibinya Aneetkan?” tanya balik Aneet lalu mengikuti kedua pamannya berbaring di tempat tidur.

“He he he, kamu tahu aja.” jawab Yang sembari mencolek hidung ponakannya. “Tapi kamu janji ya jika ada apa-apa langsung kabari paman.” lanjut Gayang.

Malam itu hujan yang tadi deras sudah mulai mereda. Dengan menggunakan pakai serba hitam mereka bertiga meninggalkan rumah.

“Yey!” teriak Aneet sambil mengangkat tangannya ke atas, Gaying dan Gayang yang duduk didepan saling melihat dan ikut senang dengan keceriaan keponakannya.

“Mau turun mana Neet?” tanya Gaying, menolehkan badannya ke belakang.

“Paman ingat tukang mie yang waktu kecil Ibu sama Ayah sering makan? Aneet turun disana!” pinta Gadis kecil itu dengan semangat.

Suara nyanyian dari dalam mobil terdengar hingga keluar, mereka terus bernyanyi dan menari disepanjang perjalanan. Hingga Aneet sampai di tempat yang dia tuju

“Hati-hati ya, jika merasa tidak aman langsung hubungi paman.” pinta Gaying.

Aneet memejamkan matanya mencoba menikmati udara di sekitarnya, ditempat yang sama di mana Ibu dan Ayahnya sering mengajak makan bersama. Tatanan meja yang hampir seratus persen tidak berbuah sejak lebih dari dua belas tahun tidak makan di sana.

Meja-meja yang tertata untuk pengunjung juga hampir semuanya terisi, Aneet melihat bapak pedagangnya juga masih sama, hanya fisiknya saja yang terlihat lebih tua.

“Pak, saya mau satu mangkok mie pangsit goreng tanpa sawi ya.” ucap Aneet di depan pedagang tersebut.

“Iya neng, tapi agak Antri ya. Mau minum apa neng?” tanya balik sang bapak.

“Es jeruk manis dua gelas pak. Saya duduk disebelah sana.” jawab Aneet sembari menunjuk sebuah tempat duduk dibawa pohon dan di samping jembatan.

Aneet duduk di sana sambil menikmati sungai yang indah dengan hiasan lampu disepanjang Jalur sungai.

“Ini Neng mie dan minumnya.” Ucap pedagang tersebut sambil meletakkan pesanan Aneet di meja.

Aneet menghidup dalam-dalam aroma rempah mie yang enek menurutnya, tidak lupa dia membuka beberapa lembar keju lalu menaruh diatas mangkuknya.

Keju adalah makanan kesukaannya, setiap makan dia selalu menyertakan keju. Dia mulai melahap mie tersebut, sampai-sampai tidak sadar pengunjung lain bubar karena kedatangan beberapa orang anggota mafia.

Enam laki – laki dengan badan yang sangat gagah bersama satu orang wanita. Berjalan dengan tegap, sebulan sekali memang mereka menyempatkan diri datang kesana.

“Sam, coba lihat!” ucap Ojan sembari menunjuk ke arah Aneet. “Ada yang mau main-main sama kita dengan menempati tempat favorit kita.” lanjut Ojan.

Mereka berenam berjalan menuju ke arah Aneet, mereka berdiri di dekat Aneet. Akan tetapi sama sekali Aneet tidak menghiraukannya dengan asyiknya dia terus makan.

*** Bersambung ***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status