Share

Pertemuan Pertama dengan Ayah

BRAK!

Terlihat sebuah tangan menggebrak meja yang Aneet gunakan untuk makan. Aneet terkejut tapi hanya memejamkan matanya tanpa bereaksi berlebih. Dia mencoba mencari tahu siapa yang melakukan hal tersebut dengan mengangkat kepalanya.

Dilihatnya ada lima orang pria dengan tubuh yang lumayan tegap dengan setelan baju hitam berada di depannya, dia juga melihat meja di sekelilingnya yang tadinya rame menjadi sepi. Aneet hanya menaikkan bola matanya ke atas dan kembali lagi menikmati mienya.

“Hai! kamu tidak lihat apa kita mau makan di sini!” bentak Ojan yang mendekatkan wajahnya ke Aneet.

“kelihatannya dia orang baru di kota kita, sampai-sampai dia tidak tahu siapa kita,” bisik Samuel pada Ojan.

Aneet hembuskan nafas panjangnya lalu berkata. “Silakan saja jika mau makan, di sini kan masih banyak kursi kosong... jadi kalian bisa pilih suka – suka mau duduk di mana.”

“Tapi kami maunya di sini!” teriak Ojan lagi.

“Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh.” Aneet menghitung jumlah gangster itu. “Kalian kan cuma bertujuh sedangkan ini kursinya delapan, kalau cuma terpakai olehku kalian semua masih bisa duduk,” jawab Aneet dengan santai dan melanjutkan makannya.

Annan mendekat ke arah meja sambil memperhatikan pertengkaran antara Ojan dan Aneet, dia berjalan mendekat sembari menyalakan sebatang rokok. ‘Siapa anak ini? Di wajahnya sama sekali tidak menandakan rasa takut, padahal dia sudah di kepung oleh lima orang pria dewasa. Dia masih dengan santai melahap makannya. Siapa dia?’ ucapan dalam hati Annan

Muka Ojan menjadi merah karena amarahnya disepelekan oleh anak kecil. Tangannya mulai menggenggam dan dinaikkan ke atas bersiap memukul Aneet.

“Jangan!” desis Annan sambil menahan tangan Ojan. “Kita duduk bersama anak ini,” perintah Annan

“Tapi kak,” bantah Ojan

“Sudah duduk saja, kalau tidak suka kamu bisa pergi,” kata Annan dengan lirih.

Ojan tidak berani menjawab, dia hanya bisa merundukkan kepalanya dan berjalan duduk di kursi yang mejanya berlainan dengan Aneet.

Samuel, Raka, Ojan dan Fahmi duduk dalam satu meja yang terpisah sedikit jarak. Sementara Jarot duduk tepat di samping Aneet, Annan di depan Aneet dan Dana di samping Annan berhadapan dengan Jarot.

Setelah duduk Jarot mengamati Aneet dan berucap. “Kamu pesan minum dua?”

“Heem dua,” jawab Aneet dengan mulut penuh mie.

Jarot yang melihatnya hanya bisa bergeleng kepala dan menelan ludah. Sementara Aneet terus melanjutkan makannya.

Tok! Tok! Tok!

Annan mengetok-etok jarinya ke meja berusaha menarik perhatian Aneet tapi sama sekali Aneet tidak menghiraukan.

“Kamu baru ya di sini? Kamu tidak takut apa jika ada kelompok Gangster wilayah lima mengeroyokmu di sini?” tanya Annan sambil sedikit menyentuh tangan Aneet.

“Iya aku baru, baru tadi siang datang. Tapi dulu waktu kecil aku pernah tinggal di sini,” jawab Aneet sambil meletakkan sendoknya karena mie yang dimakan sudah habis. “Soal takut dikeroyok. Kenapa harus takut? Aku sama sekali tidak pernah ada masalah dengan gangster wilayah lima Siapa pemimpinya? Annan ya?” tanya balik Aneet.

“Iya Annan,” jawab Annan.

“Nah ditambah aku juga tidak ada masalah dengan pemimpinya, lagian pimpinan mafia sekelas Annan tidak akan mungkin mengeroyok orang tanpa alasan. Dilevel dia yang dipikirkan bukan lagi berkelahi biar disebut jagoan. Tapi...” omongan Aneet disela oleh Annan karena tidak sabar menunggu.

“Tapi apa?” Sahut Annan dengan cepat.

“Tapi lebih bagaimana caranya dia bisa kembali ke kehidupan orang biasa, bisa bahagia dengan orang – orang yang dia sayang,” jelas Aneet. “Tapi mungkin juga karena tidak tahu jalan kembali dia hanya bertahan dan tidak ingin mencari masalah,” lanjut Aneet berbicara.

Mereka yang mendengar jawaban dari Aneet langsung terperangah tidak terkecuali Annan yang langsung meletakkan rokoknya di asbak. Dia langsung menyandarkan badannya ke kursi dan menyibakkan rambutnya ke belakang dengan tangan kanannya.

‘Anak ini benar – benar membuatku penasaran. Kamu siapa he gadis kecil?’ tanya Annan lamunannya

“Mienya datang kak,” sela pelayan dan menaruh mienya di meja

“Ayo dimakan?” ucap Jarot. “Hei gadis kecil, kamu mau tambah lagi tidak mienya.?” tanya Jarot pada Aneet.

“Kalau mau tambah, tambah saja. Nanti biar aku yang bayar,” sambung Annan.

“Eh gak ah, aku sudah kenyang. Sudah mau meledak perutnya,” jawab Aneet sambil mengelus-elus perutnya.

Annan bersama teman – temannya menikmati mie yang sudah ada di meja mereka sedangkan Aneet, dia masih asyik meminum es jeruk manis yang sekarang tinggal satu jelas.

Dari kejauhan Aneet melihat segerombolan laki-laki berjalan mendekat ke arahnya. Akan tetapi hal tersebut tidak disadari oleh Annan dan kawan-kawannya.

Gerombolan yang baru datang adalah gangster dari wilayah dua. Sejak dulu menjadi pesaing abadi kelompok wilayah lima. Kepala cabang wilayah dua adalah cokky yang selalu iri dengan kesuksesan yang selalu datang pada wilayah lima dengan kepala cabangnya Annan.

“Di sini kalian rupanya,” ucap salah seorang dari wilayah dua.

Annan dan Jarot langsung menghentikan makannya, mereka langsung berdiri dan Jarot berjalan menuju samping Annan.

“Kenapa? Bukanya kita sama sekali sudah tidak ada urusan,” ucap Jarot dengan nada tinggi.

“Itu menurut loe, kalau menurut bos gue urusan kita belum selesai,” ucap orang wilayah dua dengan menunjukkan ke arah wajah Jarot.

“Banyak mulut!” kata Jarot dengan gerakan tubuh yang seolah-olah pergi tapi mengayunkan pukulan ke arah lawan

Plak!

Plak!

Plak!

Pukulan Jarot mengenai beberapa orang anggota wilayah dua dan membuat perkelahian pecah di sana. Dana, Raka dan Fahmi terlihat pergi terlebih dahulu meninggalkan tempat ini. Fahmi dan Raka memang diberi tugas oleh Annan untuk menyelamatkan Dana jika terjadi perkelahian. Sementara Aneet gadis muda nan cantik itu tetap nyaman duduk di kursinya sembari menikmati es jeruk manisnya.

‘Bocah itu sama sekali tidak terlihat takut di wajahnya. Padahal dia lagi ada di tengah perkelahian. Dia tidak bergeming dari tempat duduknya,’ Annan berucap dalam lamunannya.

Blam!

Satu pukulan yang mendarat di wajah Annan membuyarkan lamunannya. Annan lalu membalasnya dengan beberapa kali pukulan yang mengenai wajah pemukul dan menendangnya keras-keras hingga orang wilayah dua itu terhempas ke belakang dan tidak sadarkan diri.

Slap!

*Akh... Aw!” Aneet berteriak saat sebuah tamparan dari wilayah dua mendarat di pipinya. Annan yang melihat hal tersebut berusaha mendekat ingin membantu Aneet tapi selalu terhalang oleh musuh yang menyerang.

Aneet menarik nafasnya lalu berdiri sambil memegang pipinya yang sakit.

“Brengsek!” teriak Aneet.

Pow!

Plak!

Blam!

Aneet memukul orang yang membuat sakit pipinya. Beberapa pukulan lain juga mendarat kembali di pipi dan perut orang tersebut. Dan satu uppercut dibagian ulu hati membuat orang itu tumbang tidak bergerak.

“Bangsat!” ucap Aneet di depan orang itu.

“Udah terlanjur basah!” gerutu Aneet. Dia lalu itu dalam perkelahian tersebut, Aneet juga berhasil menumbangkan beberapa orang lainnya dengan jurus-jurus bela diri yang selama ini dibekalkan oleh dirinya.

Tanpa Aneet sadari jika aksinya tersebut dilihat oleh Annan dan kawan-kawannya. Sekarang hampir semua orang dari wilayah dua tumbang dan sebagian dari mereka yang terpisah lari terbirit-birit

“Kalian tidak apa-apa?” tanya Annan

“Okey kak!” jawab serentak Samuel, ojan dan Jarot. “Wuis! hebat juga kamu!” kata Jarot kepada Aneet.

Aneet hanya menjawabnya dengan tersenyum sambil merapikan bajunya.

“Kita pergi dulu dari sini, nanti takutnya mereka bawa anak buah lebih banyak,” ajak Annan.

“Tunggu dulu!” pinta Aneet, dia kemudian berjalan ke arah pemilik mie. Aneet menyodorkan sejumlah uang lalu berkata. “Pak ini untuk ganti kerugian ini ya. Mohon maaf membuat rusuh.”

Jarot dan Annan saling bertatapan, mereka berdua makin penasaran dengan gadis muda ini. Mereka berlima pergi meninggalkan tempat tersebut.

*** Bersambung ***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status