Empat hari berlalu, Maura benar-benar sibuk mengurus kedua anaknya. Ia belum terbiasa, wajah lelah terlihat jelas di paras yang ayunya.
Langit sebentar lagi gelap, hanya cahaya rembulan yang menerangi. Suara angin bertiup kencang, disertai rintik-rintik hujan mulai membasahi bumi, perlahan semakin deras. Perempuan tersebut memeluk kedua buah hatinya, melirik jam menunggu sang suami pulang."Bunda ... Lia takut," keluh Delia dengan tubuh gemetar, ia memeluk tubuh sang Bunda dengan erat."Jangan takut, ada Bunda, Bunda bakal jagain kalian," hibur Maura dengan suara pelan, ia terkejut kala suara petir menggelegar membuat bayi mungil yang terlelap di dekapannya terbangun dan menangis."Cup, cup, cup, Sayang jangan menangis. Ada Bunda disini," ucap Maura berusaha agar sang bayi tenang ia mulai menimang sedangkan Delia memeluk kakinya."Bunda, jangan tinggalin Lia," pekik gadis itu sangat erat memeluk kaki sang Bunda."Bunda gak a"Bunda, dede nangis." Maura terkejut kala Delia memegang tangannya membuat ia menoleh. "Ayo kita ke kamar," ajak Maura lalu melirik ke kamar bertabrakan dengan manik Aji yang memandangnya. "Ma ... Mas bisa jelaskan," kata Aji berusaha mengejar Maura tetapi ditahan Shilla."Mas, aku masih pusing," rajuk Shilla membuat Aji mengembuskan napas lalu menghempaskan tangan wanita itu dari lengannya. "Lepas! Istriku bisa salah paham karna kita berduaan di kamar, apalagi kamu bersandar dibahuku!" sentak Aji lalu melangkah pergi membuat Shilla mendengkus murka. "Menyebalkan!" maki perempuan itu setelah Aji hilang dari pandangannya dan pintu kamar pun tertutup. Maura segera menimang buah hati. Ia dengan sayang menciumi pipi putranya, sementara Delia tengah menanggalkan pakaian karena hendak membersihkan diri. Baru saja membuka pintu kamar mandi, mereka menoleh mendengar suara Aji. "Ma ... kamu salah paham," ucap Aji membuat Ma
"Gue juga bakal pergi! Ayo Mas, kita berangkat bareng, anterin aku ke rumah," ajak Shilla dengan nada emosi menyahuti ucapan Maura, tetapi bernada lembut pada Aji."Aji udah mau telat, gak bisa anterin kamu. Mendingan sono cepat pergi!" usir Maura seraya mengibaskan tangan."Jangan bersikap seperti itu, Ma. Aku bakal anter kamu. La ... kamu pulang pake taksi aja," tutur Aji membuat Maura tersenyum dan Shilla menghentakan kaki dan melangkah pergi."Ayo Sayang," ajak Aji menggenggam tangan Delia."Asikk ... diantar Papa," sorak Delia gembira, lalu melangkah bersama menuju mobil."Lia pengen di depan, Pah," pinta Delia kala sang Papa membukakan pintu belakang."Ah ... putri kecil Papa mau di depan, ayo silahkan masuk princess kesayangan Papa," goda Aji sembari membukakan pintu depan lalu membantu Delia duduk di mobil, tak lupa juga memakaikan sabuk pengaman di pinggang gadis kecil itu.Setelah semua di dalam mobil, Aji seg
Aji pulang menampilkan riak muram, lalu ia membuka pintu dan menjatuhkan bokong ke sofa. Terlihat Delia berlari menghambur ke pelukkan sang Papa, Aji dengan sigap mendekap Delia agar tak jatuh. Gadis kecil itu melabuhkan kecupan di pipi Aji membuat dia terdiam, karena tak biasanya sang anak sambung bertingkah. "Papa ganteng ih. Mau Lia ambilin minuman dingin?" tanya Delia lalu meminta agar dia diturunkan dari pangkuan."Wahh anak Papa lagi baik nih, boleh dong, tau aja Papa lagi haus," balas Aji membuat Delia mengulas senyum lalu pamit pergi ke dapur."Ini Pah," teriak Delia membuat Aji menoleh melihat anak sambungnya tengah membawa gelas berisi air dan ia berjalan membuat isinya tumpah-tumpah. "Ini Papa, aku berhasil membawanya sampai sini," ucap Delia dengan senyum ceria membingkai di bibirnya."Ahhh ... terima kasih, Sayang. Kamu sudah berkerja keras," puji Aji mengambil gelas itu yang isinya tinggal setengah, lelaki tersebut langs
Maura bungkam sedari tadi semenjak Aji pulang, ia sama sekali tidak menampakan senyuman yang biasa menyambut sang suami. Aji terheran-heran melihat perubahan istrinya, padahal pas dia pergi semburat merah terlihat di pipi wanita itu. Kini mereka tengah makan malam, Maura masih melayani seperti biasa, hanya saja sekarang wajah datar diperlihatkan."Bunda, aku pengen tambah ayam gorengnya boleh?" tanya Delia membuat Maura menoleh menatap anaknya lalu mengangguk dan mengambilkan sepotong paha ayam kemudian ia letakkan ke piring Delia."Ahhh ... aku suka ayam goreng," pekik Delia gembira lalu melahap makanan dengan semangat."Hati-hati, Sayang, makanannya kamu nggak bakal lari," nasehat Maura membuat Delia hanya menampilkan seringai. "Kalau lari nanti kita tangkep aja, seru kali ngejar paha ayam yang udah digoreng malah lari pas mau dimakan," timpal Aji sambil tertawa dan disambut tawa terbahak-bahak Delia membuat gadis itu tersedak."Minum
ayo jangan lupa kasih gams, terimakasih masih terus menunggu update cerita ini.Maura seperti biasa selalu menyiapkan apa pun kebutuhan sang suami untuk berangkat bekerja. Ia tengah bersiap-siap untuk makan bersama dengan ibu-ibu, dia juga telah mengantongi izin dari Aji. Maura memoles wajahnya dengan natural dan gamis serta pasmina membuat terlihat segar."Bunda cantik," puji Delia memandang sang Bunda dengan tatapan kagum."Kamu juga cantik, Sayang." Maura menjawil hidung Delia membuat gadis itu memberengut."Bunda ... Lia pengen ikut, bolos ya sekolahnya," pinta Delia dengan tatapan memohon. "Coba telepon Papa, kalau Papa izinin kamu boleh bolos," ucap Maura membuat Delia tersenyum sumringah lalu segera mengambil handphone dan mulai menelepon sang Papa."Papa," panggil Delia kala sambungan video call sudah terhubungan."Iya, Sayang. Ada apa?" sahut Aji sambil matanya fokus ke berkas yang ada di atas meja."D
Delia mencairkan suasana yang mencengkram, ocehan gadis itu membuat sesekali orang tertawa. Tingkah lucu dan menggemaskan, membuat hati mereka gembira. Waktu tak terasa berputar begitu cepat, apalagi dengan kesibukan semua pada tiga anak kecil itu. "Sudah mulai sore, ayo kita harus pulang. Kita juga harus cari hotel," kata Hamdan pada istrinya, saat melirik jam tangan.Mawar mengangguk sebagai jawaban, wanita itu segera mendekati Aulia yang tengah memakaikan baju pada Fauzia. Shilla sudah pergi sejak tadi, karna merasa diasingkan. Bahkan mereka tak sadar jika gadis tersebut gak ada. "Mah, Mbak, Bang, kami pamit pulang, sudah sore. Kami harus cari hotel buat istirahat," pamit Mawar membuat Maura mengeryitkan alisnya. "Kok ke hotel, kenapa gak ke rumah," seru Maura membuat Mawar tersenyum kecil."Allhamdulillah Mbak, kami sedang renovasi rumah. Ini juga kayanya beberapa hari selesai," sahut Mawar membuat Maura mengulas senyum sumringah.
Waktu menunjuk pukul 03:00 WIB, terlihat Delia telah bangun dan tengah menonton televisi sambil mengemil. Sedangkan Hamdan membuka pintu karna pesanan makanan sudah tiba, pria itu menutup benda persegi panjang tersebut lalu segera membawa makanan ke meja. Memanggil Mawar yang sedang menimang sang anak dan bidadari kecilnya. "Asik ... sahur sekarang bareng Ayah," pekik Delia senang membuat Hamdan tersenyum bahagia."Ayo makan yang banyak," perintah Hamdan dibalas anggukan Delia, lelaki itu segera menyendokkan makanan untuk sang anak.Hamdan melirik Mawar yang terus mengumbar senyum kala wanita itu telah mendudukkan Ia di lantai. Ya mereka memilih makan di sana, rasa bahagia melambung tinggi mengingat Mawar begitu menyayangi Delia. Lelaki tersebut segera menerima makanan yang tengah disendokkan oleh sang istri."Sayang kamu tidak makan?" tanya Hamdan kala melihat sang istri malah menyuapi buah hati mereka."Nanti, Mas. Aku suapi Ia dulu, l
"Mas pamit ambil perlengkapan sekolah Delia dulu," ungkap Hamdan bangkit dari duduknya membuat semua ikut berdiri."Ayah, kenapa dimatiin video call-nya, padahal Lia belum selesai ngomong lho," gerutu Delia dengan nada merajuk seraya menghentak-hentakan kakinya. "Lia, sayang. Ayah harus pergi dulu ambil seragam kamu, handphone Ayah juga kan harus dibawa, takut ada telepon penting. Makanya tadi video call kalian Ayah matikan," jelas Hamdan seraya mengusap puncuk kepala Delia."Ayah, Lia mau ikut," pinta Delia dibalas gelengan Hamdan."Jangan, Sayang. Ayah pake motor, kan. Nanti kamu kedinginan, mendingan kamu tunggu di sini. Jangan lupa mandi, nanti Ayah antarkan ke sekolah dan Mama yang menunggu kamu," tutur Hamdan membuat Delia yang cemberut langsung mengembangkan senyumannya."Bener Ayah, mau anterin Lia?" tanya Delia lagi dengan mata berbinar dibalas anggukan Hamdan. "Cepat Ayah ambil perlengkapan Lia, sekarang Lia mau mandi