Seisi Kota Aluna dihebohkan oleh fenomena aneh yang terjadi, semenjak beberapa minggu belakangan. Bulan darah (blood moon) adalah keadaan di mana bulan–benda langit yang menjadi satelit bumi, tidak berwarna putih seperti biasanya. Orang-orang bilang, bulan darah adalah bulan berwarna merah pekat seperti kentalnya darah.Banyak penduduk Kota Aluna yang ingin menyaksikan fenomena langka itu. Kalau menurut pendapat Chel, bulan darah bukanlah bentukan alam; dia berkata golongan bangsa vampir, yang memanggil fase bulan aneh itu. Gadis lugu sepertinya, mungkin diberi asupan dongeng yang banyak oleh ibunya, sewaktu kecil. Makanya, otaknya selalu menyangkut-pautkan segalanya dengan mitos.Aku mengeledah buku-buku sejarah kuno di perpustakaan sekolah. Nona Kim yang mengurus masalah surat panggilan, memintaku untuk keluar sebentar. Keluar-masuk kantor sudah menjadi langganan. Entah mau jadi apa aku ini sebenarnya. Terlalu kaya, bisa ke mana-mana dengan mudah, tidak menjamin kebahagiaan sepenuhn
Aku tak berani melihat mata hitam pekat milik Lucer. Pria yang duduk di sampingku hanya membeku, seperti tak ingin sekali bicara padaku. Ya, mungkin dia masih marah, karena ulahku di gudang.Ketika orang yang disukai tak merespon, pastinya hati sangatlah gelisah. Aku dilanda oleh dorongan, agar mau meminta maaf padanya. Mencintai orang yang tak banyak bicara ternyata sesulit itu, ya?"Baiklah, Anak-Anak, kita mulai saja materi gabungan kelas sekarang. Silahkan buka halaman lima belas sampai tujuh lima."Seisi kelas nampak melongo. Beberapa di antaranya berkata, "Tumben banyak banget tugas nyatatnya." Suasana kelas materi biologi gabungan, gaduh. Siswa-siswi yang rata-rata dari kelas B terlihat mengeluh, dengan tugas yang diberikan oleh Mr. Sei.Aku menoleh ke samping–pada seorang gadis berambut pirang bergaya wavy high volume. Mata peraknya menjadi warna terburuk. Aku ingin mengawasinya, tetapi gadis itu cepat sekali peka–sadar dengan kehadiranku."Kenapa lihat-lihat?" Necia bertanya
"Siapa yang membakar semua buku-buku di perpustakaan sekolah?" Chel berbisik-bisik, dengan sangat dekat pada telinga kananku. Aku menutup mulut gadis itu, lalu menjauhkannya dari daun telingaku. "Tempat ini bukan hanya dibakar. Kamu tahu, kan, maksudku?"Gadis yang mengenakan baju olahraga berwarna merah muda itu nampak menggeleng. Jika soal materi, dia hafal semua dari huruf A sampai Z. Namun, ketika berhadapan dengan kasus di sekolah, dia malah tidak koneksi."Jangan berkerumunan, Anak-Anak! Segera masuk ke kelas kalian!" Pak Tiyo berteriak, memerintah sambil memegang rotan panjang berukuran setengah meteran.Aku menarik lengan sahabatku, tak ingin lebih banyak terkena masalah, karena tidak mendengarkan perintah guru BK. "Ayo, kita pergi, Chel!"Sebuah taman yang di tengahnya terdapat air mancur berbentuk simbol pisces, kami berada cukup lama di sana. Kelas kami mengalami hal yang buruk. Bangunan yang baru dicat beberapa hari sebelumnya, hari itu, malah hancur seperti ditabrak sesu
Seekor landak kecil yang memiliki duri tajam di punggungnya, menjadi objek berharga untuk mendapatkan nilai grade A+. Aku memotretnya sebanyak tiga kali, untuk mengambil gambar yang sungguh sempurna. Mr. Sei mengeluh sehari sebelumnya, karena kami tidak memberikan foto yang jelas–sedikit kabur karena terkena hujan petang.Perbatasan Hutan Valarie mempunyai garis pengenal–yang rumputnya berwarna sedikit kekuningan, yang tidak boleh dimasuki oleh siapa pun. Kata orang-orang penduduk asli di sana, mistis kuat akan diiringi oleh hukum alam–melanggar aturan akan menanggung karmanya sendiri."Lucer, bantuin aku angkat kardus ini dong!" Aku merasa keberatan mengangkut barang-barang yang jumlahnya banyak itu. Meminta bantuan mungkin tidak apa, pikirku kala itu."Maaf, Ret. Tapi tangan kananku masih belum sembuh." Mana kusangka Lucer akan menolaknya."Kamu terluka? Apakah tanganmu patah?" Aku menjatuhkan kardus berisi barang-barang penelitian, tanpa menghiraukan resiko.Aku terlalu fokus pada
Sudah seminggu setelah kejadian itu, dan aku masih saja terjebak dalam ketakutan. Saat bercermin di wastafel, mataku tampak memiliki kantong hitam. Ya, aku lagi-lagi selalu bermimpi buruk di malam hari."Hahaha. Kamu kok makin hari makin acak-acakan aja penampilannya, Ret," tegur Chel. Gadis yang memotong rambutnya menjadi gaya pixie itu, menyodorkan tisu padaku."Chel, manusia serigala itu takut sama apa aja?" Pikiran selintas. Aku tidak ingin tahu, tetapi seakan didorong untuk mencari buktinya sendiri.Dia berhenti bercermin. Lipstik merah jambunya ditutup kembali. "Katanya sih, mereka bisa berubah pas lihat bulan penuh, kayak purnama gitu, loh. Nah, makanya mereka benci benda langit itu. Oh iya, emangnya kenapa tanya begitu?""Cuma penasaran doang kok, Chel." Aku memutar kran, lalu mengeringkan tangan dengan tisu.Mataku pedih. Aku tidak ingin menjauhinya, apa pun yang terjadi. Cintaku hanya untuknya, dan tidak bisa berpaling pada yang lain. Namun, phobia yang kumiliki ...."Ret, L
Pengumpulan tugas biologi akan dirayakan, dengan pengumuman pemenang penelitian terbaik. Sebuah pesta luar biasa di SMA Onzer akan dilakukan. Semuanya nampak senang, kecuali aku. Tidak di mading, obrolan, bahkan status di media sosial, segalanya dipenuhi tentang pesta dansa itu. Memuakkan!Aku duduk sambil memeluk kaki. Rambut hitam panjang kubiarkan menggerai indah. Air mata yang keluar, seakan tak ada hentinya. Orang-orang benar, rasa putus cinta itu lebih menyakitkan, dibandingkan dengan sakit gigi.Aku sudah tidak peduli dengan Chel, yang terus menggedor-gedor pintu gudang, ataupun Frey yang meneleponku berulangkali. Mereka khawatir, tetapi bukan orang-orang itu yang kutunggu.Dalam keadaan terisak aku memekik keras, "Kamu jahat! Aku benci sama kamu!"Tok! Tok! Tok!"Margaret, kamu kenapa? Hei, buka pintunya, Ret! Aku khawatir!" Chel mengetuk pintu lebih kencang. Aku hidup di antara dua pilihan yang sulit. Andai saja aku juga mempunyai golongan yang sama dengan Lucer. Andai saja
Menangis deras ... seluruh air mata kutumpahkan di pelukan Lucer–pria yang menyelamatkan hidupku. "Sudah nggak apa-apa kok, Necia. Semuanya pasti akan baik-baik saja. Ya, hanya masalah waktu yang menentukan," ucap Lucer dengan lembut. Sentuhan jemarinya memberikan suasana damai.Aku–Necia, merasa sangat bahagia ketika bersamanya. Dialah satu-satunya orang yang memberikan tempat tinggal gratis, kehidupan yang lebih baik, serta kehangatan berkumpul bersama keluarga. Semuanya berawal sejak saat itu ....***FlashbackKala itu adalah musim semi pertama di Kota Aluna. Seorang Necia ingin menemui Berline–kakak perempuan pertamanya. Sebelum menjelang senja, dia sudah lebih dulu memesan tiket bus, untuk menjumpai Berline.Akan tetapi, ayahnya–Darwin, tiba-tiba menelepon, dan mengatakan hal yang menyakitkan padanya,"Pergilah, Necia! Jangan kembali lagi ke sini! Di sini sangat berbahaya!"Necia yang tidak mengerti, akhirnya tetap menuju kediaman keluarga Gracia–orang penting di tanah Aluna.
"Apaan, sih, Cer!" Aku–Margaret, mendorong tubuh atletis itu. Apakah dia tak bisa menjauh sedikit saja dariku? Kesabaran ada batasnya. Manusia memiliki otak yang digunakan, untuk berpikir mengambil langkah ke depannya; sesuatu yang jauh lebih baik. Aku bukanlah gadis bodoh, yang bisa dipermainkan berulangkali."Necia nggak bermaksud buat melakukan itu ke kamu, Ret. Aku nggak belain dia. Tapi itu ... aku nggak bisa jelasinnya ke kamu." Lucer yang pipinya dicium oleh Necia malah membela gadis itu.Hatiku bukanlah tempat untuk dijadikan pelampiasaan, ketika Necia tidak ada. Sesuatu yang tak lazim–mereka tinggal serumah, saja kumaafkan, tetapi hal besar lainnya malah dilakukan."Kamu nggak pernah ngerti perjuangan aku, Cer! Aku ... aku sayang sama kamu, cinta mati bahkan!" Entah berapa kali aku mengatakan kejujuran padanya. Lelah sekali rasanya."Aku ini bukanlah manusia biasa, Ret. Kalo kamu sama aku, hidup kamu, bahkan keluargamu juga bakalan terancam." Mata hitam itu meneteskan tangisn