Home / All / My Girl is mine / Bapak Pake Lip Balm?

Share

Bapak Pake Lip Balm?

Author: Authoring
last update Last Updated: 2021-04-09 12:20:22

Sampai di rumah, aku berjalan menuju dapur lalu meletakkan madu pesanan mama di dalam kabinetnya dan masuk ke dalam kamar.

"Maaf, ya. Saya pulang telat, tadi habis ke rumah Ibu," ucapku pada Adnan yang duduk di bibir ranjang. Mungkin dia menunggu kedatanganku.

"Aku juga minta izin untuk renovasi rumahnya terus kasih uang," sambungku sambil mendudukkan tubuhku di sampingnya.

"Makasih ya, udah mau rubah kehidupan gue."

 Adnan membuka suaranya. Aku mengganggukkan kepala sambil tersenyum lembut padanya.

"Saya mandi dulu." 

Aku berjalan menuju lemari untuk mengambil baju ganti lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Setelahnya, kami melaksanakan salat magrib lalu makan malam. Aku membicarakan perihal untuk mengisi rumah baru yang akan kutempatkan bersama Adnan. Hanya berdua, lalu perihal renovasi rumah untuk sesegera mungkin.

Papa mendukung niat baikku, aku tersenyum bahagia bisa menolong keluarga istriku.

 Malam ini, aku dan Adnan duduk di belakang rumah sambil menyeduh teh hangat, sementara Adnan hanya minum air mineral yang dingin.

"Apa kamu gak keberatan kalau saya bawa kamu ke rumah baru kita, 'kan?" tanyaku basa-basi.

"Tidak."

"Saya tadi kasih ke Ibu uang lebih dari 50 juta, untuk pegangan mereka beberapa bulan ke depan."

Adnan melongo melihatku, ada yang salah? Pikirku.


"50 juta?" tanyanya menatapku heran.

"Lebih 50 juta. Sekitar 70 mungkin," jawabku enteng.

"Apa itu tidak memberatkan?" 

Aku menggelengkan kepala sambil menyeduh teh lalu meletakkan cangkir itu di atas meja.

"Per bulan, saya mengeluarkan gaji lebih dari 70 karena kantor lagi sibuk dengan properti model baru. Banyak peminatnya dan alhamdulillah," jawabku sambil tersenyum.

"Lalu, masalah rumah baru itu. Apa jauh dari kantor?" tanyanya.

"Tidak, cuman 24 kilometer aja sampai. Kalau dari sini emang jauh. Butuh waktu 1 jam untuk sampai ke sana," jelasku menatap wajahnya yang diterangi bulan purnama malam ini.

"Uang itu tidak akan habis untuk jajan Chaca sebulan, pulsa listrik sama peralatan dapur. Kamu tenang aja, saya lebih semangat kalau kamu menikmati gaji saya."

Netra kami bertemu saat aku mengucapkan kata-kata yang menenangkan untuk Adnan. Mungkin ia berprasangka bahwa aku merepotkan mereka dengan uang. Tapi, itu tidak selama aku mencintainya.

****

1 jam kami menghabiskan malam ini dengan berbicara, aku sedikit tahu masa lalu Adnan. Di mana ia harus kehilangan seorang laki-laki yang ia cintai tanpa syarat, Husein meninggal karena kecelakaan tragis. Adnan sangat terpukul, tapi seorang laki-laki memberinya pekerjaan selama 7 hari lalu aku meminangnya.


"Ayo, tidur. Suhunya makin dingin."

 Aku menarik tangan Adnan masuk ke dalam rumah menuju kamar.

Saat aku memakai perawatan wajah, Adnan hanya menatapku yang sedang sibuk di depan cermin.

"Kenapa?" tanyaku sambil mengaplikasikan cream ke wajahku.

"Aneh aja," jawabnya.

"Kamu tahu, kalau laki-laki juga harus merawat wajahnya. Bukan perempuan saja," ocehku.

"Bapak pake lip balm?"

Aku menoleh ke arah Adnan.

"Kamu kalau manggil saya 'Bapak' saya berasa tua tahu," gerutuku sambil memakai lip blam yang sama dengan dipakai Adnan.

"Lalu?"

Aku meletakkan lip blam itu di atas meja lalu berjalan mendekatinya.

"Sayang, Baby, Mas, Ayang, Suami, Chagi, Sarang," tuturku sambil mengedipkan mata berkali-kali.

"Ah." 

Adnan mendesah kasar lalu berjalan mengitari ranjang lalu merebahkan tubuhnya di ranjang menghadap dinding.

Sementara aku mengembuskan napas pelan lalu menyusul Adnan seraya menatap punggung mungilnya.

 Ingin sekali aku menyuruhnya untuk berbalik badan dan menghadap ke arahku agar aku bisa menatap wajahnya sampai aku puas dan menyusulnya ke alam bawah sadar.


"Udah tidur?" 

Aku mengangkat kepala lalu beringsut pelan menatap matanya yang sudah tertutup rapat. Sudah tidur? Cepat sekali.

Aku menatap jendela yang diguyur air dengan deras.  Aku meraih remote pendingin ruangan lalu menurunkan suhunya.


Duar!

Suara petir itu membuatku sedikit terkejut ketika meletakkan remote itu di nakas apalagi Adnan dengan kasarnya memeluk tubuhku dan menindihku.


Tig!

Listrik padam membuat pelukannya semakin erat. Astaga, aku bisa mati muda kalau begini.


"Ad ..." Aku menepuk lengannya yang meremas kedua bahuku.

"Lampunya mati," rengeknya.

"Iya, saya ambil lampu emergency dulu." 

Aku mencoba untuk bangun, tapi tidak bisa karena Adnan tidak memberiku ruang.

"Adnan," ucapku lalu ia mengurai pelukannya, aku mengambil ponsel lalu berjalan menuju laci meja kerja untuk mengambil lampu emergency.

Aku menghidupkan lampunya lalu meletakkan benda itu di nakas menghadap ranjang.

"Udah terang. Ayo, tidur." 

Aku menuntunnya kembali ke ranjang karena tadi Adnan mengikuti langkahku sambil memegang ujung kaosku.


Tok ... tok ... tok ....


"Gimana keadaan kalian?!" teriak mama di depan pintu kamar.

"Baik, Ma. Tenang aja!" Aku berteriak lalu tak ada sahutan darinya. Mungkin ia sudah meninggalkan kami.


Duar!

Petir itu kembali terdengar diiringi dengan cahaya kilat di tirai jendela. Untung saja tirainya tebal jadi tidak terlalu jelas hingga cahaya tersebut menembus dinding kamar.

Aku menatap Adnan lalu merengkuhnya ke dalam pelukanku. Dapat kurasakan bahwa tangannya berkeringat dan gemetar. Aku meletakkan tangannya tepat di dadaku sambil menepuknya pelan.

"Tenanglah," gumamku seraya menghirup aroma sampo di surai hitamnya.

"Rambut kamu wangi banget, kamu ganti sampo, ya?" tanyaku mencairkan suasana.

"Iya, pake sampo punya Cinta," jawabnya.

Aku semakin mengeratkan pelukannya sambil menepuk bahunya agar ia segera terlelap.

30 menit kemudian, aku meletakkan kepalanya di bantal karena bahuku sedikit kebas menahan kepalanya yang berat. Hujan belum reda dan listrik juga padam.

Aku berjalan keluar kamar menuju kamar lalu melihat mama, papa dan Cinta sedang duduk di ruang televisi.


"Kok belum tidur?" 

Aku menuruni anak tangga mendekati mereka.

"Kak, kok di tinggal Kak Adnannya?" Cinta menatapku sambil memeluk gulingnya.

"Udah tidur," jawabku.

"Nanti kalo hujannya reda, kamu panggil petugas PLN, ya. Suruh periksa kabelnya."


Aku menganggukkan kepala tanda mengerti apa yang papa perintahkan padaku. Kami berbincang-bincang di ruang televisi membicarakan masalah kantor dan negara mana yang akan kami kunjungi untuk bulan madu.

"Nanti dulu lah, Pa. Semuanya butuh waktu."

 Aku kembali menolak tawaran mama yang menginginkan kami berbulan madu ke Swiss.

"Mama mau gendong cucu, Sayang," goda mama padaku. 

Aku hanya diam sambil memijat pelipis, rasa pusing kembali menyerang karena memikirkan hal itu.



Kami terkejut mendengar suara tangisan Adnan dari kamar. Aku mengambil langkah seribu lalu melihatnya yang sudah terduduk di ranjang sambil menyembunyikan kepalanya di balik selimut.

"Hei, saya ada di sini."

Adnan mengangkat kepalanya lalu berhamburan memelukku. Aku menerima pelukannya dengan rasa iba dan bersalah. Kukira dia tidak akan bangun. ternyata dugaanku salah.

"Saya tutup pintu dulu." 

Aku berjalan menuju pintu lalu menutupnya tak lupa untuk menguncinya dengan rapat. Aku memposisikan tubuhku tepat di sampingnya seraya menengakannya yang sedang segukan.


"Kenapa ditinggalin sih," ucapnya menatapku.

"Maaf, saya tadi mau lihat Cinta, tapi semuanya pada ngumpul di depan. Saya kira kamu gak akan bangun karena tidur pulas," terangku seraya meletakkan ke dada bidangku yang nyaman.

"Lampunya belum nyala?"

"Belumlah, hujannya belum reda. Gak mungkin petugas PLN perbaiki kabelnya waktu hujan gini," balasku.

"Tidur." 

Aku memejamkan mata sembari membacakan ayat-ayat doa sebelum tidur. Sekilas, aku mencium pucuk kepalanya agar ia tenang.


****

Pukul 2 dini hari, listrik sudah menyala. Aku meletakkan Adnan dengan hati-hati lalu mematikan lampu emergancy dan lampu utama. Aku berjalan ke kamar mandi untuk melaksanakan salat tahajjud sendirian.

Setelah selesai, aku kembali berbaring di samping Adnan yang membelakangiku. Di luar, hujan tetap turun, tapi tidak sederas semalam.

"Dalam hati, aku selalu berdoa agar kamu membukakan hatimu untukku. Aku tidak minta balas budi dari apa yang sudah aku lakukan."

 Aku bergumam menatap surai hitamnya dan memejamkan mata.

****

Pagi ini, aku tidak melihat Adnan di sebelahku. Ke mana gadis itu? Apa dia kabur?

Aku menyibakkan selimut dengan kasar lalu berjalan dengan terburu-buru ke dalam kamar mandi. Tidak ada. 

Aku keluar dari kamar menuju dapur juga tidak ada orang di sini. Bi Minah--Asisten Rumah Tangga juga belum datang karena ini masih pagi. Tapi, netraku teralihkan dengan pintu belakang yang tertutup tidak rapat.

Ternyata gadis itu tengah berdiri di atas rumput hijau sambil memandangi bunga-bunga yang bermekaran dan cantik. Pantas, Mamalah yang merawatnya sampai sekarang.

"Saya kira kamu kabur." 

Aku melangkahkan kaki mendekatinya.




Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Girl is mine   Don't Ever See Me Again

    Adnan melepaskan tangannya di dalam genggamanku dengan kasar. Tanganku terhempas dengan kasar di udara seiring tubuhnya berjalan masuk, matanya menatapku dengan tatapan benci seolah tak ada rasa rindu dan cinta di sana.Sementara aku hanya bisa diam mencerna ucapannya.Don't ever see me again."Geulaeseo,ige dangsin-i na-ege han jis-ingayo, Adnan? Wae naleul neoegeseo meol-eojige mandeulgo, neoui gyeot-eseo salajigo, naega geogieeobsneun neo jasin-ui haengbog-eulo meolliseo neoleul chyeodabogo sip-eo? Jigeum museun saeng-gag-eulhago issnayo, Adnan? naneun dangsin-eul chaj-eulyeogo ae sseossgo, simjieo eomeonido dangsin-ui ileum-eul buleumyeo pohyohayeo dangsin-eun ppalli jib-eulo dol-a wassseubnida."Aku menyeka air mata dengan kasar, kembali masuk ke dalam Cafe Halal untuk membayar makananku dan kembali ke hotel.(Jadi, ini yang kamu lakukan padaku, Adnan? Kenapa kamu ingin membuatku menjauh darimu, menghilang di sisi

  • My Girl is mine   You Are Wrong Person?!

    Pagi hari, Reyndad kembali berjalan menuju cafe halal. Ia melihat wanita berhijab dan bergamis warna navy sambil menggendong seorang anak kecil kira-kira usianya 2 tahun.Wanita itu membuka cafe halal seraya mencium pipi gadis kecil itu yang berada di gendongannya."Apa dia sudah menikah?" gumam Reyndad seraya duduk di bangku panjang dan memegang ponselnya.Pintu itu kembali tertutup rapat. Tak berselang lama, datanglah para pegawai dan beberapa orang chef memasuki cafe tersebut."Sekarang masih pukul 6 pagi."Reyndad menatap layar ponselnya. Walaupun masih pagi, banyak orang berlalu lalang berjalan di sini.Reyndad tetap duduk di bangku itu seraya menatap ponselnya. Bukan, itu hanya untuk mengalihkan perhatiannya agar mereka tak merasa terusik ketika Reyndad diam-diam mengintai cafe tersebut.Tak lama, wanita itu keluar seraya menenteng dua kotak di tangannya dengan helm yang melekat di kepalanya.Adnan.

  • My Girl is mine   Dia Sangat Tampan

    Reyndad hampir saja tersesat. Tapi, ia menghidupkan GPS di ponselnya lalu menggunakan peta dari ponselnya menuju cafe halal.Lumayan jauh dan memakan waktu lebih kurang 2 jam."Akhirnya," gumamnya seraya masuk ke dalam cafe halal tersebut.Reyndad duduk di meja sebelumnya ketika ia pertama kali datang ke cafe ini. Reyndad mengangkat tangannya ketika seorang wanita berpakaian seragam yang sama dengan karyawan lainnya menoleh ke arah Reyndad, berjalan seraya membawa buku menu."What do you want, sir?" tanyanya.Reyndad melirik ke papan nama wanita itu, Mia.(Mau pesan apa, Tuan?)"I'd like dessert, a sweet one and a cup of green tea."(Saya mau makanan penutup, yang manis dan secangkir teh hijau.)"Okay, please wait a few more minutes. We will carry your order."Mia berjalan meninggalkan Reyndad. Ia sedikit terpanah dengan pesona Reyndad, tak biasanya ia bertemu dengan lelaki yang tampan sepertinya.(Baik, si

  • My Girl is mine   Stunned to See Your Charm

    "Kita ke 'Cafe Halal' itu aja," tunjuk Reyndad."Jangan!" gertak Jong Ru membuat Reyndad menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh tanda tanya."Wae?""Ani, geogi eumsig-i bissada," jawab Jong Ru.*Bukan, di sana makanannya mahal.*"Bissan? Bunmyeonghi hallal eumsig-imyeo seuta hotelmankeum bissaji anh-eul sudo issseubnida. Uhoejeon."*Mahal? Jelas itu makanan halal, gak mungkin semahal di hotel berbintang, kali.Balik kanan.*Jong Ru langsung memutar mobilnya tanpa melihat ke kaca spion. Beruntung tidak ada mobil lain di belakang mobil mereka.Jobg Ru dan Reyndad turun dari mobil. Jujur, Jong Ru sangat takut jika Adnan sampai tahu Reyndad berada di California."Mau duduk di mana?" tanya Jong Ru."Dekat pintu masuk saja."Reyndad mendudukkan dirinya di kursi yang ia inginkan. Sementara Jong Ru celingak-celinguk melihat keberadaan Adnan. Tidak ada, pikirnya."Hi good morning. What would you like

  • My Girl is mine   Jangan Sampai Ini Terjadi

    Reyndad menunggu Jong Ru sambil memainkan ponselnya. Ia berselancar di aplikasi Instagram ketika ia memposting jari manis milik Adnan yang terselip 3 buah cincin pernikahan dan 2 buah cincin mahkota dan berlian darinya dengan caption 'bogoshipda'. Tak lupa dengan emotikon love berwarna purpel, putih, merah, dan sebuah gambar cuncin dan berlian di sana.Banyak komentar dari nitizen yang merasa kecewa, patah hati dan karyawan yang turut mendoakan Reyndad agar tetap langgeng bersama Adnan.Reyndad jarang sekali mengumbar kemesraan mereka. Memajang foto mereka berdua di sosial median, entah itu di poto profil maupun poto sampul. Hanya memamerkan bagaimana bahagianya mereka melalu kata-kata lugas Reyndad saja.Walaupun Reyndad memposting hanya dua postingan tanpa mengumbar wajah Adnan.Tin!Reyndad menoleh ke arah mobil BMW silver lalu keluarlah Jong Ru. Reyndad segera menenteng kopernya seraya berlari kecil ke arah mobil Jon

  • My Girl is mine   Kau Masih Beruntung

    PoV AuthorPukul 20.00 PT, Jong Ru telah selesai membersihkan diri. Ia mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil seraya duduk di ranjang memegang ponselnya.[Gue akan pergi ke California. Untuk liburan saja, kita satu kamar ya.]"Kenapa harus berkunjung, sih?" gumam Jong Ru mencebikkan bibirnya karena kesal.[Terserah padamu,] balas Jong Ru lalu menonaktifkan ponselnya. Ia berpikir bahwa Reyndad tak boleh tahu perihal Adnan berada di California.Tapi, bagaimana ia harus menyembunyikan Adnan dari Reyndad. Apa dia perlu memberitahukan pada Adnan?Jong Ru menggelengkan kepalanya. Ia tak boleh mengatakan ini pada Adnan. Melainkan pada Yayuk."Astaga, bahkan nomor temannya pun gue gak punya," cicitnya.Jong Ru bergegas menuju ke rumah Yayuk karena ia akan mengajak Adnan ke acara festival sebelum pergantian tahun.***Reyndad telah menyiapkan perlengkapannya. Besok pagi, ia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status