Makan malam, kami hanya berbincang ringan diselingi dengan lelocun Papa pada Adnan.
Aku tersenyum melihat kedekatan Papa dan Adnan--menantu cantiknya itu.
Setelah selesai makan malam, aku mengajak Adnan untuk berkeliling kota Seoul memakai pakaian tebal, tak lupa dengan hijabnya.
Kami berjalan kaki berdua menuju Namsan Seoul Tower karena Adnan ingin berfoto ria.
Aku dan Adnan menaiki tower tersebut, tidak terlihat lelah di raut wajahnya.
Sampainya di atas Tower Namsan, ia langsung membidik kota Seoul yang dipenuhi dengan bintang dan lampu jalan kota yang sangat indah.
Lalu aku mengajaknya untuk memakan khas Korea yaitu bulgogi. Setelah pesanan sampai di atas meja restoran, aku memotong kecil daging sapi yang sudah dipanggang dan diberi bumbu lalu menyelimuti daging sapi tersebut dengan selada.
"Makan pake daun?" tanya Adnan.
"Konon, katanya kalau makan pake selada itu lebi
Aku merengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku seraya melihat ke arah ponselnya yang sedang menayangkan video masak-nasak membuat dessert."Kamu mau buat itu?" tanyaku."Rencananya. Tapi, belum ada waktu," jawabnya."Ya udah, bobok. Udah malam, besok saya mau kerja."Aku membaringkan tubuhnya di ranjang dan menyelimutinya bersamaan dengan diriku.Hari ini, salju masih turun, mungkin sekitar 2 Minggu ke depan.Aku menatap ke arah Adnan yang belum juga menutup matanya."Mikirin apa?" tanyaku membuat ia menoleh."Gak, andai aja aku bisa main salju di luar. Tapi, kondisi badan gak memungkinkan."Aku terkekeh pelan mendengar penuturannya. Aku mendekapkan tubuh mungilnye ke pelukan hangatku dan mengecup pelipisnya."Bisa kok, kalo suhu tubuhmu normal kamu bisa melakukannya," jawabku membuat Adnan tersenyum bahagia.Kami menutup mata mengabaikan salju yang masih enggan untuk be
Pagi ini, aku mengajarkan Adnan untuk bermain papan seluncur di taman. Tidak terlalu ekstrim, tapi menurutku ini cocok untuk seorang pemula seperti Adnan.Aku memperlihatkan berbagai gaya dalam muluncur di atas bukit bersalju dengan menggunakan papan seluncur."Bisa?" tanyaku.Adnan mengangukkan kepalanya dan berdiri dari duduknya di atas salju. Aku mempelajari caranya menggunakan tongkat sky dan gaya peluncuran nanti.Adnan hanya diam menatapku dan ia mulai dengan langsung meluncur, otomatis ia terjatuh tengkurap di atas salju.Aku tertawa dan berlari ke arahnya dan membantunya untuk berdiri."Hati-hati dong, sayang."Aku membersihkan pakaiannya dari butiran salju yang melekat lalu mengajarkannya menggunakan sepatu roda.Adnan memang tidak mahir dalam permainan ini, aku hanya bisa menuntunnya dan kadang aku juga melepaskan tanganku dari tangannya membuat ia merengek dan takut jatuh.
"Mandi," ucapku melihat Adnan yang sedang meregangkan kepalanya di bawah matahari pagi yang sudah menunjukkan pukul 10 pagi."Kakak ini selalu--""Saya hitung sampai tiga, kalau kamu gak mau mandi, saya gendong dan memandikanmu. Satu, du--"Brak!Aku terkekeh begitu Adnan langsung berlari masuk ke dalam kamar dan menutup pintu belakang dengan kasar."Sekalian aja pintu kamar mandinya lepas, biar saya bisa melihatmu!" teriakku masuk ke dalam rumah."Aku akan mencekikmu, Pak Reyndad!" bentak Adnan dari dalam kamar dan lagi-lagi aku dibuat tertawa terbahak-bahak.Sementara aku menyiapkan sarapan pagi karena bibi tidak masuk karena sedang berhalangan sakit.Aku tak bisa berbuat apa-apa selain memberinya waktu sampai tubuhnya benar-benar pulih.****Aku sudah sibuk di dapur sejak lima belas menit lalu, menyuruh bawahanku untuk membelikan bahan makanan seperti daging, susu, telur dan sayur.
Adnan menggelengkan kepalanya ribut lalu memberontak agar tubuhnya menjauh dari tubuhku. Aku mengeratkan pelukanku pada pinggangnya seraya menatap wajahnya lekat membuat ia salah tingkah.Adnan menutup mulutnya dengan sebuah tangan dan tangan lainnya beralih pada perutnya.Seketika keluarlah suara yang membuat ia harus mengeluarkan sesuatu dari dalam perutnya tersebut.Aku melepaskan pelukanku dan kakinya melangkah menuju kamar mandi.Aku mengikutinya dari belakang lalu membantunya untuk mengeluarkan isi dalam perutnya dengan memijat tengkuknya lembut."Kamu masuk angin?" tanyaku menatap wajahnya yang memerah."Ah, mungkin saja," jawabnya sambil membersihkan bibirnya dengan air yang mengalir di wastafel.Adnan tidak mengeluarkan apa-apa dari dalam mulutnya, hanya saliva saja membuatku heran."Kita ke dokter saja," ajakku."Tidak, aku takut jarum suntik."&nbs
Aku melangkahkan kaki menuju ke arah Adnan dan Fero yang sedang berpelukan lalu menarik tangan Adnan dengan kasar hingga mereka terkejut, Adnan menatapku dengan wajahnya yang sembab, penuh air mata."Pulang!"Aku menarik tangannya, tapi langkahku terhenti karena ada seseorang yang menghentikan langkahnya dengan cara menarik tangan Adnan."Lepaskan!" bentakku."Lepaskan tangan itu."Aku menarik tubuhnya seraya menatap tajam ke arah Fero."Lepas, Fer," pintanya.Fero melepaskan genggamannya lalu aku kembali menarik tubuh Adnan secara kasar untuk masuk ke dalam mobil.***Sampai di rumah, aku berjalan mendahuluinya dan duduk di bibir ranjang menatap Adnan dengan brigas yang memilih berdiri di ambang pintu."Jadi, Fero itu pelarian?" tanyaku padanya."Bukan."Dirinya kembali terisak membuatku jengah menatap gadis ini.Aku menarik
Tak berselang lama, mereka datang dan Cinta duduk tepat di sampingku. Sementara Adnan duduk di sebrang, sesekali aku melirik ke arahnya yang tengah fokus menatap layar televisi."Adnan, ayo tidur," ajakku dan berjalan menuju kamar mendahuluinya."Aku tidur dulu ya, Cin."Masih terdengar suaranya yang sedang berpamitan pada Cinta saat aku masuk ke dalam kamar dan membersihkan wajah ke kamar mandi.Aku melihat Adnan yang sudah berbaring di ranjang. Tapi, sebelum aku menyusulnya, terlebih dahulu aku mengeringkan wajah dengan handuk bersihkan dan duduk di punggung ranjang."Apa kamu tidak mau minta maaf?" tanyaku menatap punggungnya.Seketika ia berbaling badan dan menatap langit-langit kamar."Kemaren itu, aku gak sengaja ketemu sama Fero dalam keadaan menangis. Ya udah, aku lampiasin ke dia. Langian ini juga salah Kakak."Aku hanya diam mencerna kata-katanya."Ya, tapi Kakak gak sempat berpelukan," sindirku.
Sesampainya di depan Kafebay, Adnan dan Yayuk turun dari mobil. Mereka berjalan masuk menuju lantai 1 karena tempat itu sudah dikhususkan untuk mereka semua.Mereka melihat kedatangan Yayuk dan Adnan. Saling berpelukan dan saling bertegur sama.Adnan sangat merindukan teman sekelasnya terutama Yayuk, gadis itu sekarang sudah bekerja menjadi manager di salah satu perusahaan yang ia geluti."Hei, Adnan. Kamu itu istrinya Pak Reyndad yang punya perusahaan Adipratama Corp?" tanya gadis berambut pirang."Iya," jawab Adnan sambil tersenyum ramah."Wah, ternyata takdirmu manis juga, ya?""Adnan sangat beruntung bisa memiliki suami yang tampan, mapan dan dia itu dulu direbut oleh beberapa wanita.""Sangat beruntung sekali kamu.""Kapan aku bisa mendapatkan suami bergelar CEO atau Presdir atau direktur utama?"Adnan menanggapinya dengan tersenyum."Mana makanannya?" tanya Yayuk, ia menarik tangan Adnan
Pagi ini, Reyndad sudah sampai di kantornya. Alazka menunggu kedatangan sang CEO di dalam ruangan."Kkamja."Reyndad memegang dadanya saat ia melihat Alazka tengah duduk di sofa. Ia begitu terkejut."Ada apa?" tanya Reyndad."Pelelangannya dipercepat mulai hari ini, mereka sangat mengiginkan properti itu," ucap Alazka dengan wajah sedih. Mungkin ia takut jika Reyndad marah karena waktu itu adalah mereka yang tentukan. Bukan Reyndad."Ya sudah, lebih cepat lebih baik."Reyndad berjalan menuju meja kebesarannya sambil membuka jas lalu ia gantungkan di punggung kursinya."Apa kau tak marah?""Buat apa?" tanya Reyndad heran."Ah, baiklah. Saya akan menyiapkannya."Alazka keluar dari ruangan dengan wajah gembiranya. Sementara Reyndad menggelengkan kepala melihat rekan kerjanya itu.***Alazka menjemput Reyndad ketika para orang penting itu sudah sampai di kantor. Reyndad dan Alaz