Share

Part 08 - You're welcome

Part 08 - You're welcome

Setelah satu harian mengawal Axel tanpa kendala lain, Luna akhirnya bisa pulang kembali ke apartemennya. Tubuhnya cukup lelah harus berdiri selama beberapa jam, demi tetap siaga menjaga sekitar tempat pertemuan Axel dengan beberapa kliennya.

Dengan malas Luna mengenakan helmnya dan hendak menaiki motornya, tetapi seketika penutup helm Luna diturunkan oleh seseorang dari belakang. Lantas dengan cekatan, wanita tangguh itu meraih tangan itu dan hendak melakukan gerakan perlindungan. Sayangnya orang tersebut lebih dulu menghindar sebelum Luna sempat memelintir pergelangan tangan itu.

“Wow! Tenang Luna. Ini aku." Roberto membuka penutup helmnya.

Begitu juga dengan Luna yang membuka penutup helmnya, ia terkejut mendapati Roberto yang juga sudah mengenakan helm dan jaket kulit berwarna coklat. Hal yang membuat tampilan Roberto selalu dikagumi oleh Luna sejak pertama bertemu dan telah menjuluki pria itu dengan sebutan -si pria coklat maskulin- berbeda dengan Axel yang mendapat julukan -si dingin grey- mirip seperti pria di film fifty shades, walau Luna tetap merasa Axel lebih dingin dibanding Mr.Grey. Tentunya semua itu hanya ada di dalam pikiran Luna seorang.

Luna tersenyum mendapati Roberto. “Maafkan aku. Kupikir kau—”

It's okay, Luna. Aku juga sudah bisa menduganya.” Roberto menyela dan turut tersenyum. “By the way, aku akan mengantarmu malam ini. Ini tugas terakhirku hari ini.”

Luna mengerutkan keningnya, saat Roberto dengan leluasa menaiki motor hitam besarnya. Tak mengerti dengan maksud kata 'tugas terakhirnya hari ini', lantas ia menghentikan gerakan memutar kunci yang hendak dilakukan pria maskulin itu, dan Luna kembali memperdalam kerutan di keningnya saat menyadari Roberto telah mengambil kunci dari saku jaketnya.

“Tunggu, kenapa kau harus mengantarku? Lagipula aku bisa—”

“Naiklah, aku akan jelaskan nanti. Lebih baik kau mempermudah pekerjaanku, agar aku juga bisa beristirahat.” Roberto kembali menyela, mengabaikan Luna yang meminta penjelasan lebih.

Wanita itu akhirnya memahami perkataan Roberto barusan. Ia tahu betapa berat pekerjaan Robert hari itu, lantas dirinya menurut dan menaiki motor lalu berpegangan pada Robert saat kendaraan itu melaju meninggalkan mansion. Tentunya semua itu kembali disaksikan Axel yang cukup kesal melihat kedekatan keduanya tampak cepat akrab.

Kekesalan Axel terlihat saat tarikan tirai yang ditutupnya begitu kasar. Lalu ia melangkah lebar untuk segera tiba di kamar mandi, menunjukkan ada hati yang panas saat melihat kejadian tersebut. Namun, pria dingin itu menggubris semua perasaan aneh yang menyerangnya seketika.

Axel memilih bergegas mandi dengan langsung mengguyur tubuhnya di bawah kucuran air shower. Kedua tangannya mengusap wajahnya lalu naik membiarkan rambutnya bersatu ke belakang. Setelah itu ia menunduk dan kedua tangannya ia sandarkan pada dinding kamar mandi.

Punggung lebarnya terdapat beberapa bekas jahitan kecil sebagai tanda sisa kecelakaan yang membuatnya memiliki rencana balas dendam kepada orang yang menyebabkan penderitaannya saat ini.

Axel memejamkan sejenak matanya. Kilasan balik saat kejadian berlangsung kembali berputar dalam ingatannya. Hal yang disesalinya sebelum kecelakaan itu terjadi adalah dirinya yang tengah berseteru dengan kedua orang tuanya.

Seketika sekelebat bayangan bus yang mendekat dengan cepat ke arahnya memberikan hantaman cukup kuat hingga membuat pecahan kaca di sampingnya menusuk punggung yang digunakan untuk melindungi sang ibu dalam pangkuannya, dan teringat wajah berlumur darah sang ayah di hadapannya.

"Axeleon! Beraninya kau membentak ibumu!" hardik sang ayah.

"Berapa kali harus kukatakan. Aku tak ingin dan tak akan mau dijodohkan. Bukankah kalian juga tahu, bahwa aku sudah memiliki kekasih?"

"Justru karena ayahmu tahu dan mengenal keluarga dari kekasihmu itu, Axel. Kami bertindak cepat agar kau berhenti bermain dengan wanita itu!"

Ucapan terakhir mereka membuat Axel tersadar akan kejadian mengerikan itu. Axel membuka mata, tatapan tajamnya bergerak gelisah terlihat pada retina yang memerah. Napasnya terengah-engah menunjukkan kemarahan yang masih terpendam dalam dirinya.

Guyuran air shower itu seakan tengah menyirami kobaran api di hatinya saat ini. Ia selalu berusaha mengingat wanita yang menolongnya itu. Bukan hanya sebagai penolong, tetapi Axel meyakini wanita itu adalah salah satu saksi yang bisa ia tanyakan secara detail keadaan di sekitar kecelakaannya hari itu.

Akan tetapi, sudah satu minggu dirinya belum menemukan titik terang dari kasusnya. Lantas ia meninju kuat dinding kamar mandi dengan geram lalu membiarkan memar itu membekas pada jemarinya. Axel menyudahi mandinya. Ia bergegas membalut dirinya dengan pakaian tidur dan melemparkan tubuh itu di atas ranjang besarnya.

Sementara itu di tempat lain, Roberto menghentikan kendaraan beroda dua milik Luna di depan sebuah hunian minimalis, tetapi cukup besar dan nyaman untuk ditinggali oleh dua orang.

Luna tercengang saat menatap rumah bercat putih tingkat satu, dengan list hitam pada balkon dan halaman kecil di depan rumah tersebut, menambahkan kesan nyaman untuk berlama-lama berada di teras.

Dia sempat mengira itu adalah tempat tinggal Roberto, tetapi pria itu menjelaskan bahwa itu adalah pemberian Axel untuknya tinggali bersama keponakan juga kedua pelayan untuk menjaga Grace saat Luna bekerja. Semua itu diberikan sebagai perjanjian awal bekerja dengan bos arogannya itu.

Property yang juga milik Dante's Corp itu memang disediakan bagi beberapa orang tertentu yang bekerja dengan keluarga Dante. Luna merasa itu sangat berlebihan, ia sungguh tak mengira Axel akan memberikannya sebuah hunian yang cukup mewah untuknya tinggali.

“Oh ya ampun, aku masih tak percaya, dia memberikan ini untukku dan Grace tinggali?” tanya Luna untuk kesekian kali, dan Robert juga menganggukkan kepalanya lagi.

“Ya. Sudah kubilang, dia tak seperti yang kau pikirkan.” Roberto mengejek pemikiran Luna.

Wanita itu mendelik dengan senyuman manis khasnya. Ia menyenggol lengan Roberto sambil terkekeh. “Hei, memangnya kau tahu apa yang kupikirkan?”

Roberto membalas kekehan Luna dan menerka dari data yang diingatnya tentang apa yang menjadi hobi wanita di hadapannya itu. “Hm …, mungkin kau berpikir Axel akan seperti Christian Grey dalam film fifty shades? Atau—”

“Oh ya ampun!” sela Luna memekik terkejut menutup mulut menganganya dengan kedua tangan. “Kau sungguh mengerikan! Apa kau pembaca pikiran?!” tanya Luna mendekati wajah Roberto, mendesis sambil memicingkan kedua matanya.

Roberto memundurkan tubuhnya saat tatapan Luna begitu menyelidik. Ia menggunakan jarinya untuk menjauhkan Luna dari hadapannya. Sedetik kemudian ia terbahak mendengar ucapan Luna barusan, mengingatkan ia akan ucapan Axel pagi tadi, yang mengatakan dirinya juga dikira sebagai pembaca pikiran.

“Hei, apa ekspresiku selucu itu?”

Robert menghentikan tawa yang membuat Luna cemberut. “Tidak. Tapi ucapanmu yang sangat lucu. Kau ingin tahu, bagian mana yang lucu?”

Luna mengangguk masih dengan wajah  menyelidik.

Roberto mendekatkan bibirnya pada telinga Luna dan berbisik. “Bagian itu terletak pada kata ‘pembaca pikiran’.” Roberto menjauhkan wajahnya untuk melihat raut wajah Luna yang berubah menjadi kebingungan. “Axel mengatakan hal yang sama pagi tadi. Jadi kurasa kalian memang berjodoh,” imbuh Roberto.

Pria itu kembali terkekeh dan memberikan kunci motor Luna ke dalam genggaman tangan wanita itu. Membiarkan Luna mendengkus kesal karena diejek habis-habisan oleh Roberto.

“Masuklah, Grace sudah menunggumu,” ujar lagi Roberto, “Oh, ya besok jangan tinggalkan aku. Kau harus mengantarku karena aku meninggalkan mobil di mansion.” Roberto setengah berteriak saat dirinya berjalan mundur menjauh dari Luna.

“Hei, kau mau kemana? Aku akan mengantarmu pulang.” Luna hendak menyusul.

“Terima kasih. Sayangnya, aku sudah sampai. Selamat malam, Luna ..., dan selamat datang tetangga baru!” seru Roberto di seberang, memasuki gerbang rumahnya.

Menimbulkan tanya pada wajah Luna yang masih tak mengerti apa yang terjadi kini. Ia mengembuskan napasnya panjang dan memijat sisi pelipisnya. Memilih beristirahat lebih dulu untuk menjernihkan pikirannya. Sebelum besok kembali memulai aktifitasnya lagi.

Luna berjalan lunglai memasuki halaman rumahnya ia kembali mengagumi bangunan bercat putih di hadapannya itu.

“Ya, kurasa kau tak seburuk itu untuk kujuluki seperti Christian Grey. Pemeran di film itu juga cukup royal terhadap karyawannya.” Luna menaikan kedua alisnya lengkap dengan gerakan bahunya yang naik lalu turun.

Namun, sedetik kemudian ia berhenti dan kedua alisnya mengernyit berpikir, “Tapi tunggu dulu … apa aku salah mengingat film?” gumam Luna. Kembali mengedikkan bahunya masa bodoh dengan pemikiran absurdnya tentang Axel.

***

Keesokan harinya ….

Kali ini tak ada drama menumpahkan air pada celana Axel. Luna sangat berhati-hati dan begitu menjaga sikapnya untuk tetap profesional. Ia bahkan datang lebih pagi bersama Roberto yang kembali menumpang di motornya.

Mereka kembali menikmati sarapan, tetapi tidak dengan Luna yang sudah mengisi perutnya di rumah bersama Grace. Mengingat ucapan sarkas Axel kemarin membuatnya begitu matang mempersiapkan diri untuk memulai tugasnya dengan baik. Kini wanita dengan rambut gelombang yang terikat rapi menjadi satu itu, hanya berdiri di samping Axel. Menunggu Tuannya selesai menikmati sarapan.

Namun, satu hal yang mengganggu penglihatan Luna saat ini. Yaitu goresan luka pada jari Axel yang terlihat memar dibiarkan telanjang tanpa pengobatan apapun.

Apa dia habis memukul pelayannya? Tapi tak ada yang terluka sejak pagi aku tiba dan melihat semuanya tetap bekerja, batin Luna.

“Apa yang kau lamunkan, Luna?” tanya Roberto memecah lamunan Luna.

Wanita itu tersadar lalu tersenyum. Kedua iris emeraldnya bertemu dengan Axel yang menoleh padanya.

“Bukan—”

Suara ponsel Roberto menghentikan ucapan Luna. Lantas pria itu meminta izin untuk menjawab panggilannya dan meninggalkan Axel bersama Luna. Kembali hanya berdua di ruang makan membuat keadaan menjadi hening seketika. Luna tak berani berucap apalagi bertingkah seperti kemarin yang berpotensi membuatnya mengulangi kecerobohan.

“Bagaimana tempat tinggalmu saat ini, apa kau nyaman?” tanya Axel tiba-tiba.

Pendengaran Luna seketika menjadi tuli. Seorang Axel yang sejak kemarin —setelah tragedi memalukan— diam seribu bahasa padanya, tetapi kini mengajaknya bicara bahkan menanyakan hal yang bersifat kepedulian.

“Sangat nyaman, Tuan. Terima kasih atas pemberianmu. Maaf aku baru mengucapkannya," ujar Luna sesopan mungkin.

Axel mengangguk. “Mengenai keponakanmu, aku juga sudah meminta Robert mengurusnya. Jadi fokuslah saja pada pekerjaanmu. Aku tak ingin kau melamun saat sedang bekerja denganku.” Ucapan Axel kali ini menjawab keterkejutan Luna barusan.

Heh … sepertinya aku terlalu cepat menyimpulkan dirinya peduli terhadap pekerjanya. Ternyata semua itu berujung pada dirinya sendiri. Luna membatin.

“Kau mendengarku, Luna?!” tegur Axel saat tak mendapat jawaban.

Lantas Luna terkesiap dan kembali meminta maaf serta menjawab ucapan Axel dengan sigap.

“Mulai sekarang biasakan untuk menjawabku jika aku bertanya ataupun menuturkan pernyataan. Kau kubayar untuk itu. Bukan hanya sebagai pajangan untuk membuat orang lain takut.” Axel kembali menukas.

Hal tersebut membuat Luna menjawab singkat. Dadanya sungguh berdebar saat Axel mengatakan ucapan sarkas padanya, tetapi ia yakin Roberto sudah lebih banyak menelan semua itu.

“Baik, Tuan. Maaf, aku tak akan mengulanginya lagi.” Luna kembali berujar sopan.

Keadaan kembali hening, dan Luna kembali terganggu dengan tangan Axel. Terlebih saat pria itu mengangkat tangannya untuk menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Jangan mencari masalah lagi, Luna. Jangan pedulikan itu. Fokus saja pada tugasmu, yaitu melindungi bukan mengobati! Luna menanamkan pikirannya untuk tak peduli akan hal itu.

Namun, ia sungguh tak tahan, dirinya geram akan luka yang dibiarkan begitu saja. Terlebih tuannya hanya memiliki kedua tangan untuk bekerja. Seharusnya Axel bisa menjaga itu. Perhatian Luna tetap tak teralihkan hingga Axel selesai makan dan menenggak minumannya. Ia meminta izin untuk keluar sebentar yang sebenarnya dirinya hendak meminta obat antiseptik untuk mengobati luka memar Axel.

Luna bertemu Calisto dan segera mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Ia kembali ke ruang makan, melihat Axel yang sibuk melihat tablet Roberto. Luna mendekat dan hendak menunjukan niatnya meminta izin terlebih dahulu untuk mengobati tangan Axel.

“Maaf, Tuan. Bolehkah aku mengobati tanganmu?” tanya Luna tanpa berniat menanyakan apa yang terjadi pada tangan itu.

Axel melirik sekotak perlengkapan obat yang ditunjukan Luna di hadapannya. Lalu tatapannya kembali pada Luna yang menunjukan niat tulusnya.

“Ini bukan tugasmu," ujar Axel.

Keangkuhan dan gengsinya yang setinggi langit itu membuatnya menolak niat baik Luna. Axel malah berlalu membawa kursinya menuju ke halaman belakang ruang makan tersebut. Di mana ia mendapatkan udara pagi yang menyejukkan hati dan pikirannya, sambil menunggu Roberto selesai menjawab panggilan.

Sementara Luna memicingkan matanya menatap punggung angkuh di balik kursi roda tersebut. Ia berdecak kesal setelah Axel keluar melalui pintu kaca otomatis yang terbuka saat pria menyebalkan itu hendak keluar. Axel dengan sengaja meminta seluruh pintu dibuat otomatis untuknya lebih leluasa menjalankan peran sebagai pria lumpuh.

Dengan tekad yang sudah bulat. Luna tak menyerah begitu saja setelah mendapat penolakan. Kaki jenjangnya melangkah menyusul Axel yang tampak memejamkan mata menghadap ke langit menikmati sinar matahari pagi yang menerpa kulit wajahnya.

Hal tersebut digunakan Luna sebagai kesempatannya untuk membalut luka Axel. Luna kembali membuka suara sambil meraih tangan Axel.

“Ini termasuk tugasku. Melihat tanganmu memar apa yang akan dikatakan orang di luar sana? Apa seorang Axeleon El Dante salah memilih pengawal? Hingga tangannya terluka,” gerutu Luna tanpa segan meraih tangan Axel dan memerhatikan memarnya yang beruntung tak begitu parah.

Axel terkesiap, dan membuka mata. Seketika sorot tajam nan dingin tercetak dari netra abu itu. Masih dengan keangkuhannya, Axel menarik kasar tangannya dari genggaman Luna.

“Aku tak peduli dengan ucapan orang lain. Lagipula ucapan mereka tak penting untuk kupikirkan!” balas Axel tetap dengan nada sarkastiknya yang angkuh.

Namun, wanita itu juga keras kepala. Luna mengambil obat antiseptik dan meneteskannya pada cotton bud, melirik Axel yang juga menatap tajam Luna. Dengan perlahan Luna kembali meraih tangan Axel yang masih sempat ditahan oleh pria itu, tetapi Luna tetap melakukannya. Memaksa Axel membuka kepalan tangannya dan mengobati luka tersebut dengan perlahan sambil ditiupkan demi mengurangi perih di sana.

Axel tak sadar, dirinya telah terhipnotis membiarkan Luna melakukan pengobatan dengan telaten. Ia malah tertegun menatap wajah Luna yang sesekali tampak mengernyit sambil membalut tangannya dengan perban dan menempelkan ujungnya menggunakan plester khusus.

“Begini lebih baik. Bukankah hanya kedua tanganmu ini yang sangat berharga saat ini? Seharusnya kau menjaganya dengan baik,” tutur Luna menoleh pada Axel.

Pria itu kembali terkesiap saat Luna menatapnya. Ia memalingkan pandangannya ke sembarang arah dengan raut wajah memerah dan alis yang bertaut gelisah karena tertangkap basah memandangi Luna hingga tertegun.

Wanita itu menyadari sikap gengsi Axel. Luna memilih merapikan obat dan perban kembali ke dalam kotaknya.

Well, you're welcome,” sindir Luna  sambil mengulas senyum mengejek lalu berdiri dari posisi berlututnya.

Axel melirik saat Luna beranjak melintasinya. “Terima kasih,” kata Axel.

Luna berhenti tepat di pintu masuk, ia kembali menoleh. Melihat Axel yang tetap menatap lurus ke depan. Luna terkekeh dan menjawab Axel dengan berani.

“Bukan apa-apa. Lagipula aku melakukannya karena seluruh pekerjamu membutuhkan tangan itu, untuk membubuhi tanda tanganmu pada selembar cek agar kami mendapat upah dari kerja keras kami.” Luna membalikkan setiap ucapan Axel yang memiliki alasan dibalik kepeduliannya. Entah kerasukan setan apa, dirinya dengan berani berkata demikian pada Axel.

Namun, hal itu sukses membuat Axel berbalik dan terkekeh lalu berhenti seketika dengan tatapan yang kembali menusuk.

“Ya, sepertinya kau sudah mulai mengerti bagaimana aku bersikap dan berkata.” Axel mendekat sambil memalingkan tatapan tajamnya dari Luna. Ia melintasi wanita itu sambil kembali berucap, “Aku tarik kembali ucapan terima kasihku. Kugantikan dengan bonus pengobatanmu hari ini!” tandas Axel berlalu meninggalkan Luna yang tercengang atas ucapan pedas yang kembali terlontar dari bibir tuannya.

Wajah Luna kini memerah padam dengan mata melirik tajam punggung angkuh itu. “Oh, ya ampun! Aku tak percaya Tuhan menciptakan manusia seperti dia!” gerutu Luna. Sedetik kemudian ia meminta ampun pada Sang Pencipta atas ucapan lancangnya yang terlampau kesal terhadap Axel.

Ketika tiba di ruang makan, terlihat Robert baru saja menyelesaikan makanannya. Ia melihat wajah Axel yang tampak kesal, disusul Luna yang juga memasang ekspresi sama dengan tuan mudanya.

“Jangan bertanya apapun! Cepat selesaikan sarapanmu lalu kita berangkat!” Axel menukas sebelum Roberto membuka mulut hendak berkomentar. Pria angkuh itu Meninggalkannya dengan Luna yang saling menatap.

“Hal ajaib apa lagi yang kau lakukan terhadapnya?” tanya Roberto sedikit terkekeh mengingat Luna selalu membuat mood Axel memburuk setiap paginya.

“Sepertinya kau menikmati makananmu dengan menyaksikan drama tuan antagonis,” balas Luna mendesis.

Gelak tawa keluar begitu saja. Roberto tak memungkiri bahwa Axel dan Luna memang mirip dalam hal mengejek.

“Cepatlah, Roberto. Sebelum dia semakin memburuk!” peringat Luna.

Roberto beranjak dari duduknya walau ia tetap terkekeh. Sangat jarang dirinya mendapat hiburan gratis selagi bekerja. Dan sepertinya kehadiran Luna akan membuat otot wajahnya sedikit mengendur karena sering mendapat lelucon.

**

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Kikiw
ini berdua adu sarkas, cocok wkwk
goodnovel comment avatar
Atiek
sama2 keras kepala sama2 gengsi an... kalian emg jodoh ......
goodnovel comment avatar
Atiek
bilang makasih bos, susah bener... bibirnya di lem y ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status