Nik beberapa kali mengambil gambar Nilam sebelum akhirnya mengacungkan jempol ketika pose Nilam yang sedang berdiri di atas kedua lututnya sembari menggigit jari telunjuknya dan menatap malu-malu pada kamera terabadikan, di foto itu kemeja Nilam yang kancing atasnya sudah terbuka hingga memperlihatkan belahan dadanya terlihat melekat di beberapa tempat karena keringat.
"Bagus loh Nilam, keliatan polos tapi seksi hahaha" itu komentar Rara setelah melihat hasil fotonya dari kamera Nik.
Untuk sesi foto kedua Rara menyarankan Nilam untuk memakai sweater rajut yang di lengkapi dengan kaus kaki sepanjang lutut sebagai aksesori. Sweater itu jauh lebih pendek dari kemejanya barusan karena hanya mampu menutupi hingga bawah bokongnya saja, belum lagi kerah sweater rajut ini lumayan mengekspos leher, bahu dan tulang selangkan Nilam.
Di sesi foto kedua ini Nik mengacungkan jempolnya untuk foto Nilam yang menyenderkan tubuh ke dinding sembari menekuk salah satu kakinya yang sudah di lapisi kaus kaki putih sepanjang lutut dan menempelkan kakinya itu ke dinding, sedang tangan kirinyanya membentuk siku sedikit di atas kepalanya dan tangan kanannya membentuk siku tepat di samping kepalanya. Nik juga meminta Nilam untuk menggigit sedikit bibirnya yang hari ini di lapisi lipstick berwarna peach. Nilam mendengar Nik bersiul ketika sekali lagi mengamati hasil foto Nilam dalam kameranya.
"Nilam dandan dulu ya baru ganti baju, untuk foto ke tiga rambut lo harus di hair style dulu" Nilam hanya menganggukan kepala sembari berjalan mengikuti Rara yang menuntunnya menuju ruang ganti.
Nilam mengenakan stelan tanktop hitam tipis, rok rampel di atas paha dan juga cardigan tipis untuk sesi foto ketiga, Rara dan beberapa tim dari studio Nik menata rambut ikal Nilam menjadi lebih bergelombang. Rara bilang di sesi foto kali ini Nilam harus berfoto sembari memakan buah stroberi yang di celupkan ke dalam selai coklat.
"Nilam, yuk setnya udah jadi"
Rara menuntun Nilam memasuki ruangan yang menjadi set sesi foto, rupanya kali ini Nilam akan berfoto di dalam kamar. Kali ini Nik meminta Nilam untuk tidur telungkup di tas ranjang sembari menyilangkan kedua kakinya yang di angkat ketas, di hadapan Nilam sudah ada semangkuk stroberi merah dan juga selai coklat. Nilam menunggu aba-aba Nik yang sedang bersiap memotretnya dari arah samping.
“Ambil stroberinya Nilam.” Nik mengarahkan Nilam untuk mengambil satu stroberi yang paling besar dan mencelupkannya kedalam selai coklat yang cair.
Selai coklat itu terlalu cair sehingga hampir jatuh meluncur mengotori bedcover halus yang menjadi alas kasur tempat Nilam berbaring, karena takut di marahi Nilam dengan spontan menjulurkan lidah untuk menjilat selai yang akan menetes dari stroberi yang ia pegang dan Nik berhasil mengabadikan kejadian itu kedalam sebuah gambar.
"Ya ampun Nilam, tadi itu keren banget. Liat lo cantik banget di sini" Rara berteriak kesenangan di samping Nik yang tiba-tiba melirik kepadanya sembari tersenyum kecil.
“Oke, Nilam Ganti baju lagi ya.” Nilam yang sedang merangkak ke pinggiran kasur sedikit terkejut ketika Nik tiba-tiba berdiri di hadapannya. Laki-laki itu kemudian sedikit membungkukan tubuh sehingga wajah mereka berhadapan, dari posisinya itu Nilam dapat melihat mata Nik yang tidak secoklat matanya, fotografer langganan bu Darmi itu sedikit memiliki corak warna hijau di iris matanya.
"Selamat datang di ibu kota, Kembang desa" Nik begitu saja pergi meninggalkan Nilam yang tiba-tiba terpaku, sekali lagi Nilam menyentuh sudut bibirnya yang tadi di kecup oleh Nik yang sekarang kembali sibuk memeriksa kameranya.
"Nilam! Malah bengong, ayo ganti baju dan apus makeup lagi." Nilam mengerjapkan mata beberapa kali, perempuan itu berusaha mengabaikan degup jantungnya yang tiba-tiba saja menggila dan bergegas meninggalkan set untuk menyusul Rara yang sudah lebih dulu pergi ke ruang ganti.
***
Nilam yang sedang menunggu Rara terkejut karena tiba-tiba saja pipinya terasa dingin, begitu menoleh perempuan itu menemukan Nik dengan senyum tidak bersalahnya menempelkan satu keleng soda dingin ke pipinya.
“Hai kembang desa, belum pulang?” Nilam benar-benar tidak habis pikir, kenapa orang-orang di ibu kota bisa sangat menarik. Tiba-tiba saja perempuan itu merasa malu dengan penampilannya di hadapan si fotografer.
“Ck, malah melamun. Gue nanya Nilam, lo belum pulang?”
“Hah, oh. Eng, belum. Masih nunggu Rara dulu sebentar.”
“Rara yang bawa mobil? Ck, dia sih lama. Masih payah dia soal urusan di tempat parkir.” Nilam tidak tau harus merespon bagaimana, jadi perempuan itu memilih diam.
“Ngomong-ngomong foto-foto lo tadi bagus, enggak berminat jadi model?”
“Hah? Hahaha mana mungkin, modelkan harus cantik.” Nilam menahan napas ketika tiba-tiba saja Nik meraih dagunya dan memperpendek jarak di antara mereka dengan cepat. Nilam bisa belihat laki-laki itu menatapnya lama sebelum kemudian mengulum senyum.
“Lo cantik Nilam, cantik.” Nilam menelan ludahnya dengan gugup.
“Ah ngomong-ngomong selamat datang di ibu kota, semoga lo betah ya.” Nilam mengerjap ketika Nik begitu saja bangkit dari duduknya.
“Gue kerja lagi ya, dah!”
“Eng, Nik. Minuman kamu!”
“Hahaha buat lo, minuman itu gue beli buat lo kok. Dah!” Nilam menatap minuman kaleng di samping tempat duduknya dan juga pintu studio Nik yang kembali tertutup.
Hai temen-temen, sebelumnya saya minta maaf atas ketidak nyamanannya. Tapi beberapa hari lalu saya memutuskan untuk merevisi bab cerita Nilam agar lebih menarik dan enak untuk di baca :) semoga kalian akan menyukai versi cerita yang baru sebagaimana kalian menyukai versi sebelumnya :)Ada beberapa sedikit perubahan, dan sekarang sedang di tinjau oleh editor. Kemungkinan perubahan bisa di liat hari senin atau hari selasa, semoga kalian bisa tetep menikmati ceritanya :)SalamminipauHai temen-temen, sebelumnya saya minta maaf atas ketidak nyamanannya. Tapi beberapa hari lalu saya memutuskan untuk merevisi bab cerita Nilam agar lebih menarik dan enak untuk di baca :) semoga kalian akan menyukai versi cerita yang baru sebagaimana kalian menyukai versi sebelumnya :)Ada beberapa sedikit perubahan, dan semoga kalian bisa tetep menikmati ceritanya :)Salamminipau
“Hati-hati sayang turunnya.” Seorang perempuan mengulurkan tangan, membantu balita berusia lima tahun turun dari mobil yang di tumpanginya. “Kita mau ngapain bu, kok ke sini lagi?” “Jenguk temen ibu dulu ya.” “Temen ibu masih sakit ya? belum sembuh-sembuh?” si anak bertanya dengan suara khasnya. “Iya, makanya masih kita tengok di sini. Ana udah bawa sup yang kita bikin di rumah kan?” “Udah dong, nih.” Si anak mengacungkan rantang mungil dengan motif bunga-bunga. “Pinter,
Nilam gemetaran, laki-laki di luar sana memang Dewa. Ia sudah memastikannya berkali-kali. Yang tidak Nilam ketahui adalah bagaimana bisa Dewa mengetahui tempat persembunyiannya. Di tengah kekalutannya itu ponsel Nilam berdering, nama Ru muncul di layarnya. “Gimana, suka kejutannya?” “Ru, brengsek! Penghiakat lo, gue udah kasih uang sesuai sama yang lo minta!” “Lo enggak akan ngerti Nilam, lo enggak akan ngerti. ini semua bukan soal uang, tapi dendam. Lo enggak bisa egois kan? Hidup bahagia sendirian sementara orang-orang yang udah ngebantu lo hidup menderita.” “Apa maksud lo?!” &n
Dewa sedang sibuk menggoda bayinya yang sekarang sudah tumbuh dengan sangat sehat ketika kepala pelayan datang, laki-laki itu mendelik sebal karena waktu bermainnya dengan sang putri harus terganggu. “Saya udah bilangkan, saya enggak suka di intrupsi waktu lagi main sama Ghiana.” “Maaf pak, tapi di depan ada yang nyari bapak dan ngotot mau ketemu.” “Kamu enggak bisa ngusir dia? Harus saya yang turun tangan langsung ngurus beginian?!” Desis Dewa dengan sebal, jika tidak ada Ghiana di dekatnya laki-laki itu pasti sudah menghajar kepala pelayan yang menurutnya sudah sangat tidak kompeten itu. “Laki-laki itu bilang, dia bawa informasi yang selam
Setelah memastikan pintu dan pagar rumahnya terkunci sebelum berjalan menyusuri gang kecil menuju tempat kerjanya yang baru, warung kelontong milik bu Retno. “Mau berangkat kerja Nilam?” “Ah iya bu, mari.” Nilam malas berbasa basi, karena itu ia langsung melangkah pergi. Perempuan itu sama sekali tidak peduli pada segerombolan ibu-ibu kurang kerjaan yang sibuk menggosipkannya. Nilam sampai di toko kelontong dan terkejut mendapati bu Retno sudah berdiri depan pintu roling. Nilam sedikit curiga karena tidak biasanya perempuan itu datang sepagi ini. “Nilam, akhirnya
“Jangan lupa jadwal periksa kamu Nilam, Dewa udah wanti-wanti saya sejak jauh-jauh hari.” Bu Darmi langsung pergi setelah menyampaikan pesan tersebut, sejak malam itu Dewa memang tidak lagi pernah datang mengunjungi Nilam dan selalu menggunakan bu Darmi sebagai perantara komunikasi mereka. “Haah, alat ini bener-bener nyiksa!” Nilam melemparkan bantal-bantalan pemberian Ru ke atas ranjang setelah bu Darmi keluar dari kamarnya. Belakangan Nilam merasa tubuhnya tidak enak, ia sering merasa kembung dan juga begah. “Nih, obat lo.” Rara masuk dan kemudian langsung mengunci pintu begitu melihat Nilam tidak mengenakan bantal kehamilannya. “Nilam! lo nih kebiasaan, teledor. Kalau bu Darmi tiba-tiba masuk gimana?!” “Ck enggak akan, bu Darmi sekarang males banget ketemu gue. Kalau bukan untuk ngurusin urusan gue sama Dewa dia enggak akan dateng.” “Tapi tetep aja, lo harus lebih