Share

bab 11 Pertemuan Rahasia.

Penulis: Pita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-02 08:47:14

Hari itu istana dipenuhi hiruk-pikuk. Raja William memerintahkan diadakannya jamuan untuk para bangsawan dari kerajaan tetangga. Jagatra berdiri di sisi ayahnya, dengan senyum sopan yang terlatih, meski hatinya terasa hampa.

Ia melirik ke sekeliling balairung, mendengar gelas beradu, tawa pura-pura, dan kata-kata manis yang penuh kepalsuan. Namun di balik semua itu, hanya satu bayangan yang memenuhi pikirannya senyum seorang gadis penjual bunga.

Sementara itu, di luar dinding megah istana, Audina tengah berjalan cepat di lorong pasar yang mulai sepi. Ia membawa sekeranjang bunga yang tersisa, hendak diberikan pada biara kecil di tepi kota. Namun langkahnya terhenti ketika seseorang memanggil pelan dari balik bayangan.

“Gadis penjual bunga…”

Audina menoleh. Sosok lelaki berjubah gelap berdiri di sana. Wajahnya sebagian tertutup, tapi matanya mata itu tidak asing. Audina terbelalak.

“Tu-tuan…?” bisiknya ragu.

Jagatra mengangkat jari di depan bibirnya. “Jangan panggil aku begitu. Tidak d
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 41 Kuda putih.

    Udara pagi di taman kerajaan terasa segar setelah hujan semalam. Embun masih menempel di dedaunan membuat suasana pagi itu terasa damai. Namun bagi Audina, kedamaian itu semu.Ia berdiri di depan kandang kuda, menatap seekor kuda putih yang tengah memakan rumput dengan tenang.Kuda itu bukan miliknya, tapi ia merawatnya setiap pagi sejak dua minggu lalu sejak Pangeran Jagatra diam-diam menitipkan kuda itu padanya.“Namanya Arvian,” kata Jagatra waktu itu, dengan nada yang lembut tapi matanya menyimpan banyak beban. “Kalau kau merasa kesepian, pergilah ke kandang ini. Arvian akan mengenalimu.”Sejak hari itu, Audina selalu datang. Ia tak tahu kenapa, tapi setiap kali ia menyisir surai kuda putih itu, hatinya terasa lebih ringan seolah sebagian beban yang menyesakkan dadanya ikut terangkat.“Aku tahu, kau merindukannya juga, ya?” gumam Audina sambil tersenyum kecil pada Arvian. “Tuanmu itu keras kepala. Tapi hatinya baik.”Kuda itu meringkik pelan, seakan mengiyakan.Audina terkekeh kec

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 40 senyum yang menyembunyikan Duri.

    Istana pagi itu tampak damai. Burung-burung beterbangan di halaman, para pelayan sibuk menata bunga segar di setiap sudut.Pangeran Kaesar melangkah dengan langkah ringan ke ruang makan utama. Jubah biru tuanya menjuntai sempurna, dan senyum di wajahnya terlihat seperti cermin ketenangan. Tapi di balik mata itu, ada sesuatu yang lain: waspada… dan sedikit curiga.Ia sudah mendengar bisik-bisik semalam. Bahwa Jagatra, kakaknya yang selama ini tampak pasrah, mulai bergerak lagi.Kaesar tidak bodoh. Ia tahu saat air yang tenang mulai beriak, pasti ada batu besar yang dilempar ke dalamnya.“Selamat pagi, Kakanda,” sapa Kaesar dengan nada ramah saat melihat Jagatra sudah duduk lebih dulu di meja makan.Jagatra mengangkat pandangannya perlahan. Senyum tipis muncul di wajahnya. “Pagi, Kaesar.”Senyum itu terasa aneh bagi Kaesar terlalu tenang, terlalu datar.Biasanya, Jagatra menghindari kontak mata, atau sekadar membalas seadanya. Tapi pagi itu, ada sesuatu yang berbeda dari cara kakaknya m

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 39 Surat Rahasia.

    Fajar belum sepenuhnya muncul ketika Jagatra duduk di ruang kerjanya, ia ditemani cahaya lilin yang tinggal separuh. Di atas meja, ada lembar-lembar laporan dari pengawal istana yang berserakan tapi yang membuatnya terdiam adalah sehelai kertas kecil dengan segel yang sudah dirusak.Surat tanpa nama. Dikirim entah dari siapa.Hanya satu kalimat di dalamnya:> “Kebenaran tentang fitnah itu tidak sejauh yang kau kira, Yang Mulia. Carilah di antara mereka yang tersenyum paling manis.”Jagatra menatap tulisan itu lama, jantungnya berdegup kencang.Ia sudah lama belajar mengenali tipu muslihat, tapi kali ini… kata-kata itu terasa berbeda.Ada nada tantangan di sana seolah seseorang ingin ia ikut bermain dalam permainan berbahaya ini.Andrew masuk dengan langkah pelan sambil membawa sepoci teh hangat.“Apa anda belum tidur sama sekali pangeran?” tanya Andrew dengan nada khawatir.Jagatra tidak langsung menjawab. Ia hanya menyerahkan surat itu.Andrew membacanya dengan cepat, lalu menatap Ja

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 38 Hati yang membeku.

    Langkah Jagatra bergema di lorong istana yang panjang dan sepi. Setiap dentuman tumitnya terdengar sangat nyaring di lorong itu.Percakapan dengan ibunya terus berputar di kepalanya.“Tahta tidak membutuhkan hati.”“Wanita yang tidak memberi keuntungan bagi kerajaan.”“Keadilan ditentukan oleh siapa yang duduk di atas takhta.”Jagatra berhenti di depan balkon besar yang menghadap ke halaman istana. Angin malam menyapu rambutnya pelan. Ia menatap langit, tapi bintang-bintang malam itu terasa redup tak seperti biasanya, seolah-olah bintang itu tahu jika pikirannya saat ini sedang kacau.“Apakah selama ini… aku hanya boneka kerajaan yang dipoles?” gumam Jagatra pelan."Apa aku ada hanya untuk dijadikan boneka yang bisa dipermainkan sepuasnya? apa aku tidak boleh bahagia dengan caraku sendiri?"Jagatra mengepalkan tangannya di atas pagar batu. Ada rasa marah tapi lebih dari itu, ada rasa hampa. Rasa bahwa tak peduli seberapa keras ia mencoba menjadi baik… istana selalu menuntutnya untuk

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 37 Ratu yang tak peduli.

    Malam kini semakin larur dan Istana kini terasa sunyi, hanya ada suara gesekan angin malam yang menyusup melalui celah jendela.Di sebuah ruangan pribadi yang dipenuhi aroma bunga kering dan wewangian mahal, Ratu Ardelia duduk di depan cermin besar. Jemarinya menyisir rambutnya perlahan, ekspresinya tenang… terlalu tenang.Pintu diketuk sekali.“Masuk,” ucap Ratu Elean datar.Jagatra masuk dengan langkah pelan, meski suaranya terdengar penuh keyakinan “Ibu.”Ardelia menatapnya dari refleksi cermin, tanpa berbalik. “Ada apa?”Jagatra berdiri di belakangnya. Tatapannya sulit dibaca. “Tentang rumor mengenai Audina. Aku berencana menyelidiki langsung.”Sisir di tangan sang ratu terhenti sejenak. Tapi hanya sebentar, lalu kembali bergerak seperti tak terjadi apa-apa.“Jika itu hanya soal seorang pelayan, kau tidak perlu repot, Nak,” ujar Ardelia tenang. “Kerajaan punya hal yang lebih penting daripada ikut campur dalam urusan kecil dan mengotori reputasi keluarga raja karena seorang gadis k

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 36 Ditertawakan.

    Suasana ruang makan keluarga kerajaan malam itu terasa jauh dari hangat. Lilin-lilin besar menyala dengan tenang, menyebarkan cahaya keemasan ke seluruh ruangan, tapi atmosfer di dalamnya terasa seperti dingin yang disengaja.Jagatra duduk dengan wajah datar, nyaris tak menunjukkan emosi. Ia makan tanpa benar-benar merasa lapar. Sementara itu, Kaesar duduk tidak jauh darinya, tampak santai… mungkin terlalu santai.Ratu Ardelia memperhatikan kedua putranya. Ia tahu suasana aneh ini bukan sekadar karena kasus tuduhan yang menimpa seorang pelayan. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang tumbuh diam-diam, berlapis luka dan ambisi.Setelah beberapa saat, Kaesar menaruh sendoknya. “Kakanda tampak tidak tenang,” ujarnya ringan, seolah tidak bermaksud apa-apa.Jagatra tidak menjawab ia hanya diam sambil terus memakan makanannya.“Apa karena pelayan itu?” Kaesar mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, senyumnya sangat tipis. “Oh… atau lebih tepatnya wanita itu.”Sunyi tiba-tiba menggantung t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status