LOGINDikhianati keluarga. Ditinggalkan oleh orang tua. Disingkirkan dari takhta. Dan tetap berdiri demi cinta serta balas dendam. Pangeran Mahkota Jagatra Eduardo Batistuta adalah pewaris sah Kerajaan Aethelgard Silvanus. Namun tujuh saudaranya, bahkan Raja dan Ratu sendiri, merencanakan segala cara untuk menyingkirkannya. Mereka ingin Kaesar, anak kesayangan, menjadi raja berikutnya. Selama bertahun-tahun Jagatra buta akan kebencian keluarganya. Sampai akhirnya, di usianya yang ke-25, semua topeng tersingkap dan darah pertama tertumpah. Saat balas dendam mulai ia jalankan, hidupnya dipenuhi dilema. Ia jatuh cinta pada Audina, gadis sederhana dari rakyat jelata. Namun cinta mereka dipenuhi duri fitnah, perbedaan kasta, hingga hadirnya putri dan pangeran lain yang mencoba merebut hatinya. Mampukah Jagatra bertahan dari pengkhianatan demi pengkhianatan? Akankah ia berhasil membalaskan dendam, merebut takhta, sekaligus mempertahankan cintanya? Satu hal yang pasti hanya darah dan cinta sejati yang akan menobatkannya sebagai Raja.
View MoreLangit sore mulai memerah ketika Audina menurunkan keranjang bunganya di meja kayu kecil di depan rumahnya. Sejak festival musim panen itu, hidupnya perlahan berubah bukan karena cinta yang ia rasakan, tapi karena mata-mata yang kini mulai mengintai.Ia tahu ada sesuatu yang salah.Beberapa kali ia melihat orang berpakaian istana mondar-mandir di jalan sempit dekat rumahnya. Mereka berpura-pura membeli bunga, tapi tatapan mereka terlalu tajam, terlalu penuh maksud.“Jagat…” gumam Audina sambil menatap langit yang mulai berwarna ungu. “Apa yang sebenarnya sedang terjadi di istana?”Di sisi lain, di dalam istana megah yang tampak tenang dari luar, kabar tentang gadis bunga rakyat jelata sudah menjadi bahan bisik-bisik para pelayan.Setiap langkah Audina kini seolah menjadi bahan cerita.Dan yang paling sering mendengarnya adalah Putri Ellisha.“Gadis itu…” ucap Ellisha pelan, menatap secarik surat di tangannya. “Menarik perhatian seorang pangeran hanya dengan bunga. Luar biasa.”Ratu El
Pagi itu, istana tampak tenang dari luar, tapi di balik dinding-dinding marmernya, suasana mulai memanas. Desas-desus tentang Pangeran Jagatra yang diam-diam menemui seorang gadis rakyat sudah menyebar seperti api di ladang kering.Setiap langkah yang diambilnya kini terasa diawasi, setiap senyum yang diberikannya dibicarakan.Dan di tengah badai itubEllisha datang.Putri Ellisha dari kerajaan utara, gadis berparas menawan dengan rambut seindah sutra dan tatapan yang penuh percaya diri, melangkah memasuki aula besar dengan gaun biru muda yang berkilau. Setiap langkahnya memancarkan wibawa yang membuat semua mata tertuju padanya.Ratu Elean menyambutnya dengan senyum penuh arti.“Putri Ellisha, kedatanganmu selalu membawa cahaya bagi istana ini,” ucap sang ratu lembut.Ellisha menunduk anggun. “Kehormatan bagi saya bisa kembali ke sini, Yang Mulia. Saya mendengar banyak hal tentang Pangeran Jagatra akhir-akhir ini.”Nada suaranya terdengar ringan, tapi di balik senyum itu, tersimpan ke
Angin dini hari berhembus pelan melewati koridor istana. Lentera-lentera minyak yang tergantung di sepanjang dinding bergoyang lembut, menimbulkan bayangan yang seolah hidup. Di antara bayangan itu, seorang pelayan muda berlari tergesa dengan wajah tegang.Ia berhenti di depan sebuah pintu besar berhias lambang keluarga kerajaan ruangan milik Ratu Elean.Dengan suara pelan tapi bergetar, ia berkata, “Yang Mulia… aku membawa kabar penting.”Dari dalam, terdengar suara tenang tapi dingin.“Masuk.”Pelayan itu mendorong pintu dan menunduk dalam. “Seseorang melaporkan bahwa Pangeran Jagatra terlihat meninggalkan istana tadi malam. Ada saksi yang mengatakan ia menuju ke desa barat... tempat gadis penjual bunga itu tinggal.”Ratu Elean diam cukup lama. Hanya suara perapian yang terdengar, mengisi ruang sunyi dengan retakan kecil.Setelah beberapa detik, ia berdiri dan berjalan ke jendela, menatap taman yang masih diselimuti kabut pagi.“Begitu rupanya,” ucapnya pelan. “Dia masih belum belaj
Jagatra berdiri di balkon kamarnya, memandangi taman tempat Audina dulu sering menunggu. Bayangan masa lalu itu datang lagi hangat sekaligus menyakitkan.Ia tahu, setelah semua yang terjadi, cinta itu seharusnya padam. Tapi anehnya, semakin ia mencoba mematikannya, api itu malah tumbuh makin besar.Andrew datang membawa kabar dari luar istana. “Gadis itu sudah mulai pulih,” katanya pelan. “Tapi dia masih sering memandangi jalan ke arah istana. Seperti menunggu seseorang yang tak bisa datang.”Jagatra menatap Andrew lama, lalu mengalihkan pandangannya ke langit malam. “Aku ingin menemuinya.”Andrew menghela napasnya “Pangeran, anda tahu itu berbahaya. Pengawal istana masih mengawasi setiap gerakan anda, dan Kaesar belum berhenti mencari celah untuk menjatuhkanmu.”“Tapi aku sudah terlalu lama menunggu,” jawab Jagatra lirih. “Cinta bukan sesuatu yang bisa aku sembunyikan selamanya.”Andrew menatap sahabatnya itu dan akhirnya hanya mengangguk. “Baik. Tapi aku ikut.”---Beberapa jam kemu
Jagatra melangkah ke taman belakang istana. Tempat itu biasanya sepi di pagi hari, hanya terdengar suara burung dan gemericik air kolam kecil di tengahnya.Ia berdiri lama di sana, menatap refleksi wajahnya di permukaan air. Wajah yang dulu tenang, kini tampak keras dan tegas. Tapi di balik tatapan itu, ada luka yang belum sembuh luka yang ia rawat diam-diam agar tak mati rasa.Andrew datang dengan langkah pelan, membawa surat yang terikat pita merah. “Dari utusan barat,” katanya sambil menyerahkan surat itu. “Mereka menawarkan aliansi dagang, tapi sepertinya ada lebih dari sekadar urusan ekonomi.”Jagatra membuka surat itu, membacanya cepat. Bibirnya sedikit terangkat. “Mereka tahu aku mulai bergerak.”Andrew menatap Jagatra dengan tatapan waspada. “anda yakin mau menerima bantuan dari luar istana? Itu berisiko.”“Segalanya berisiko, Drew,” jawab Jagatra tenang. “Tapi aku butuh cahaya, sekecil apa pun, untuk menuntun langkah ini.”Jagatra melipat surat itu rapi. “Kalau mereka mau bek
Di salah satu kamar menara, Jagatra duduk sendirian di tepi jendela, menatap langit yang berawan.Sudah berjam-jam sejak pertemuan itu, tapi kata-kata ibunya dan senyum tipis Kaesar terus berputar di kepalanya.Ia kalah lagi bukan karena lemah, tapi karena belum cukup licik.Pintu kamarnya terbuka perlahan. Andrew masuk, membawa semangkuk sup hangat. “anda belum makan apa pun sejak tadi siang, pangeran” katanya pelan.Jagatra tidak menoleh. “Aku tidak lapar.”“Kalau begitu, pura-puralah lapar,” jawab Andrew tenang. “Anda butuh tenaga. anda tahu sendiri… Kaesar tidak akan berhenti di sini.”Jagatra menarik napasnya panjang. “Aku tahu. Tapi aku juga tidak akan berhenti.”Jagatra menoleh, matanya penuh tekad. “Aku sudah muak selalu menjadi bayangan. Kalau mereka mau menjatuhkanku, mereka harus siap jatuh bersamaku.”Andrew duduk di seberang. “Kalau begitu, kita mulai dari mana?”Jagatra berpikir sejenak. “Dari Audina.”Nada suaranya melembut. “Dia masih belum sadar sepenuhnya, tapi aku i






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments