Syakia menjawab, “Nggak usah. Terima kasih atas niat baik Tuan Abdi. Kali ini, aku turun gunung karena ada urusan. Aku nggak bisa bertamu ke Kediaman Menteri Keuangan. Harap Tuan Abdi memakluminya.”Abdi yang undangannya ditolak merasa agak kecewa. Namun, dia tetap berkata dengan gembira, “Nggak apa-apa. Kalau memang ada urusan, Putri Suci tangani saja urusan itu. Kamu cuma perlu kasih tahu aku di mana aku bisa mencarimu nanti.”Melihat Abdi yang bersikeras ingin memberikan hadiah itu, Syakia hanya bisa menjawab dengan tidak berdaya, “Sekarang, aku mau pergi ke Kediaman Pangeran Pemangku Kaisar. Kalau Tuan Abdi nggak keberatan, nanti Tuan Abdi pergi saja ke sana.”Kediaman Pangeran Pemangku Kaisar? Kali ini, Abdi pun kewalahan. Sejujurnya, dia benar-benar agak takut pada Adika. Bagaimanapun juga, aura membunuh dan mendominasi yang terpancar dari tubuh Adika benar-benar bukanlah sesuatu yang mampu ditanggung orang biasa.Namun, demi memberikan hadiah yang sudah disiapkannya dengan sepe
Setelah sesaat, sekelompok orang yang meratap dan berteriak kesakitan tergeletak di dalam gang. Wajah mereka semua sudah babak belur dan darah mereka juga tidak berhenti mengalir dari hidung.Terutama Panji, wajahnya sudah hampir tidak bisa dikenali karena mendapat “pelayanan khusus” dari Hala. Pada akhirnya, makiannya pun berubah menjadi tangisan meminta ampun.Syakia berdiri di depan gang. Melihat orang-orang itu sudah mendapat pelajaran yang cukup, dia baru berkata dengan santai, “Sudah cukup.”Dua patah kata itu pun menyelamatkan nyawa kelompok Panji. Tinju-tinju yang mendarat di tubuh mereka membuat mereka curiga bahwa mereka mungkin akan dihajar sampai mati.Syakia melirik mereka, lalu berjalan masuk dan menendang Taraka yang tergeletak di lantai. “Kamu mau pergi atau nggak? Atau kamu masih mau dihajar lagi?”Taraka yang awalnya tergeletak tidak berdaya di atas lantai pun seperti sudah hidup kembali. Dia langsung menutupi separuh wajahnya yang sudah bengkak dan buru-buru berkata
Setelah mendengar ucapan Taraka, tanpa perlu menunggu Syakia memberi perintah, Hala sudah langsung pergi menangkap semua orang itu satu demi satu. Eira yang memegang tali akan mengikat setiap orang yang dibawa datang Hala, lalu melempar mereka ke dalam kereta kuda. Sayangnya, kereta kuda ini terlalu kecil. Mereka tentu saja tidak bisa dibiarkan duduk di dalam, melainkan ditumpuk seperti piramida.“Duh! Ya ampun, pelan dikit!”“Ini nggak ada hubungannya denganku! Benar-benar nggak ada hubungannya denganku!”“Putri Suci, ampuni aku! Ini semua ulah Panji dan Taraka, benar-benar nggak ada hubungannya dengan kami!”Para putra bangsawan yang ditangkap itu tidak berhenti berteriak meminta ampun.Setelah mendengar ucapan mereka, Taraka langsung memaki, “Siapa bilang itu nggak ada hubungannya dengan kalian? Bukannya kalian yang ingin nonton pertunjukan, makanya kalian baru nggak berhenti menghasut orang!”“Sialan! Taraka! Dasar bajingan! Beraninya kamu mengkhianati kami!”“Heh, masih berani me
“Tuan Taraka, seingatku, kita seharusnya nggak punya dendam atau perselisihan apa pun. Apa maksudmu dengan tiba-tiba melakukan hal seperti ini hari ini?”Berhubung dirinya sudah dikenali, Taraka pun menepuk debu dari pakaiannya dan tertawa. “Putri Suci jangan marah, ya. Aku cuma memuja Putri Suci dan benar-benar ingin berbicara dengan Putri Suci, tapi juga takut ditolak. Makanya, aku baru berbuat begini.”Taraka Lesmana merupakan keponakan menteri keuangan, juga merupakan adik sepupu Abdi. Seingat Syakia, orang ini juga sering menghabiskan waktu bersama Panji seperti Abdi dulu. Jadi, Syakia masih memiliki sedikit kesan terhadapnya.Namun, Abdi sudah tidak berteman dengan Panji. Namun, Taraka sepertinya ....Syakia melirik ke sekeliling dan segera menemukan sosok beberapa orang yang sedang bersembunyi. Salah satu orang di antara mereka terlihat sangat mencolok. Dia berpura-pura berdiri di sana, seolah-olah tidak ada yang bisa mengenalinya.“Lalu?” Syakia melirik Taraka dan lanjut berkat
Seusai berbicara, Panji pun mendengus dalam hati. Dia hanya merasa penasaran dan ingin mendengar usul teman-temannya itu. Bagaimanapun juga, dia bukanlah orang bodoh. Sekelompok orang ini bukanlah teman sejatinya. Mana mungkin dia percaya usul mereka benar-benar adalah demi kebaikannya?Ketika Panji berpikiran seperti itu, seseorang berjalan mendekatinya, lalu membisikkan sesuatu kepadanya. Awalnya, ekspresi Panji masih terlihat acuh tak acuh. Namun, setelah mendengar bisikan temannya, matanya tiba-tiba membelalak dan terlihat agak berbinar. Dia juga tenggelam dalam pikirannya.“Gimana? Apa kamu mau coba?” tanya pemuda itu sambil tersenyum licik setelah menyadari perubahan ekspresi Panji.Setelah bimbang sejenak, Panji menoleh dan melirik kereta kuda kecil yang berhenti di pinggir jalan itu. Entah apa yang dipikirkannya, ada kebencian yang melintasi matanya. Kemudian, dia berkata, “Ayo kita turun dan lihat situasinya!”“Oke!”“Ayo jalan!”“Akan ada pertunjukan seru, nih!”Begitu Panji
“Lihat saja, dia langsung marah, ‘kan?”“Jangan marah dong. Kita itu teman. Kami cuma bercanda kok.”“Benar, Panji. Kalau itu nggak benar, buat apa kamu marah?”Beberapa pemuda itu memberi isyarat mata pada satu sama lain, lalu langsung membuat Panji bungkam.Panji berseru marah, “Itu memang nggak benar kok! Siapa suruh kalian bicara sembarangan! Kalau kalian masih berani asal bicara, jangan salahkan aku bertindak kasar sama kalian!”“Woi, Panji, kami sudah bilang kami cuma bercanda. Buat apa kamu semarah itu?”“Makanya! Siapa suruh kamu langsung lari begitu melihatnya. Kami kan jadi salah paham.”“Kalau itu memang nggak benar. Kamu buktikan saja pada kami.”“Benar! Lagian, bukankah orangnya lagi ada di bawah?”Sekelompok orang itu mulai membuat keributan.Setelah melihat Syakia, suasana hati Panji pada dasarnya sudah kurang bagus. Sekarang, suasana hatinya bertambah buruk lagi.Panji menjulingkan matanya pada teman-temannya itu. “Jangan kira aku nggak tahu kalian cuma mau mempermaluka
Setelah menyelesaikan kelas pagi keesokan harinya, Syakia pun meminta izin pada Shanti, lalu membawa 2 hadiah itu turun gunung dan melaju ke ibu kota.Adika awalnya hendak mengirim kereta kuda untuk Syakia, tetapi Syakia menolaknya. Dia sudah memiliki kereta kuda kecil sendiri. Untuk apa dia masih merepotkan Adika?Jadi, Syakia hanya membawa Eira. Mereka bahkan tidak memanggil kusir dan melaju masuk ke ibu kota secara perlahan dengan menaiki kereta kuda kecil itu.“Hei, Hei! Panji, cepat lihat ke bawah!”Di lantai atas sebuah rumah makan yang terletak di sisi jalanan yang ramai, terlihat seorang pemuda sedang bersandar di ambang jendela. Dia tiba-tiba melihat sesuatu di bawah, lalu segera menarik pakaian Panji.Panji sedang minum arak. Berhubung pakaiannya tiba-tiba ditarik orang, dia pun berkata dengan kesal, “Duh, kamu ngapain sih? Kamu nggak lihat aku lagi minum arak? Bajuku sudah kecipratan arak!”“Ya ampun! Itu benar-benar dia! Panji, jangan minum lagi! Cepat lihat! Yang ada di ba
Gerakan kuda-kuda memang adalah latihan yang paling mendasar. Namun, sepasang kaki Syakia sudah sangat pegal padahal dia baru mempertahankan posisinya tidak sampai 15 menit.“Masih bisa bertahan?” tanya Adika setelah menyadari ada selapis keringat yang membasahi wajah Syakia.“Bisa,” jawab Syakia sambil menggertakkan gigi.Adika mengangguk tanpa membujuk Syakia untuk menyerah. Dia lanjut mengawasi gerakan Syakia sambil mengoreksi gerakan Syakia ketika menyimpang. Dia juga tidak berhenti memperhatikan ekspresi Syakia.Sekitar 15 menit kemudian, Adika baru bertanya lagi, “Masih bisa bertahan?”Syakia mengangkat kedua tangannya dan menjawab dengan menggertakkan gigi, “Bi ... bisa.”Meskipun merasa kaki dan tangannya sudah hampir mati rasa, Syakia merasa dirinya masih bisa lanjut bertahan.Adika pun merasa agak terkejut, tetapi masih tetap hanya mengangguk. Setelah hampir 15 menit lagi, Adika tidak lagi bertanya, melainkan langsung berkata, “Sudah, istirahat saja dulu.”Pada saat ini, Syak
“Emm, selain para petani, pekerjakan juga beberapa pengawal di setiap tempat. Setelahnya, kalau masih ada yang berani datang untuk menghancurkan ladang obat seperti sebelumnya, nggak peduli siapa pun itu, langsung tangkap mereka dan kirim mereka ke pengadilan.”“Baik. Nona tenang saja. Aku sudah pilih kelompok orang pertama. Mereka semua akan segera ditugaskan.”Efisiensi kerja Yanto sangat baik.Setelah mendengar semua laporan dari Yanto, Syakia berpura-pura masuk ke dapurnya, lalu menjinjing keluar sebuah ember.“Ember ini berisi cairan obat yang kuracik. Setelah diencerkan, siramlah ke semua ladang obat. Obat ini bisa meningkatkan peluang hidup dan khasiat obat herbal.”Setengah dari isi ember kayu itu adalah air spiritual dari sungai dalam ruang giok. Demi menyembunyikan jejaknya, Syakia sengaja meracik cairan obat yang dapat menjaga kesegaran tanaman. Setelah mencampurkannya dengan air spiritual, warnanya pun berubah menjadi hijau tua dan sama sekali tidak terlihat mencurigakan.“