Home / Fantasi / Pembalasan Penyihir Agung / Kedamaian Yang Terancam

Share

Kedamaian Yang Terancam

Author: emurbawa
last update Last Updated: 2024-07-18 13:13:35

Sinar matahari siang yang terik membuat Zephyr menyipitkan mata saat keluar dari ruang bawah tanah milik Naila. Dia mengangkat tangannya untuk melindungi matanya dari sinar yang menyilaukan, merasakan kehangatan yang tiba-tiba kontras dengan kegelapan yang baru saja ditinggalkannya.

Setelah beberapa saat, dia perlahan menutup pintu rahasia itu kembali, memastikan segel sihir yang kuat melindunginya.

Zephyr kemudian menumpukkan reruntuhan di atas pintu, memastikan tidak ada orang lain yang bisa masuk ke dalamnya.

“Mulai hari ini, aku akan kembali tinggal di bekas reruntuhan ibu kota. Aku akan membangun sebuah rumah yang tak jauh dari sini,” katanya pada dirinya sendiri, bertekad untuk menghidupkan kembali kenangan dan kekuatan yang tersisa di tempat itu.

Matanya memandang ke sekitar, mencari-cari lokasi yang tepat. Tiba-tiba, sebuah ide terlintas di benaknya.

“Seharusnya aku membangun ulang rumah Kak Naila saja!” serunya, penuh semangat.

Zephyr menjulurkan kedua tangannya dengan telapak terbuka, berkonsentrasi penuh dan mulai merapalkan mantra.

“Sihir, penggerak benda.”

Sinar berwarna hitam mulai muncul dari depan telapak tangannya yang terbuka, menciptakan efek magis yang mempesona. Bebatuan dari reruntuhan itu perlahan-lahan bergerak, seolah-olah hidup kembali di bawah kendali sihirnya.

Zephyr menggerakkan tangannya dengan lembut namun tegas, mengarahkan bebatuan itu untuk saling menempel dan membentuk struktur yang kokoh.

Perlahan-lahan, bentuk rumah mulai terbentuk. Dinding-dinding yang kuat dan tebal terbentuk dari batu-batu yang sebelumnya berserakan. 

"Sihir, membangun rumah," gumamnya, memastikan setiap detail sudah sesuai dengan yang dia inginkan.

Lantai mulai menyatu, membentuk permukaan yang rata dan kuat. Jendela-jendela yang elegan dengan bingkai batu mengisi dinding, memberikan rumah itu nuansa yang indah dan berkelas.

Genting-genting bergerak ke posisi mereka, membentuk atap yang melindungi dari hujan dan panas. Pintu kayu yang kokoh dengan ukiran indah terbentuk di depan rumah, memberikan sentuhan akhir pada bangunan itu.

Zephyr menyelesaikan mantra penggerak benda dengan sempurna. Dia memandang rumah yang baru terbentuk itu dengan rasa puas. 

Rumah itu tidak hanya tampak kokoh dan nyaman, tetapi juga memiliki sentuhan magis yang memancar dari setiap sudutnya.

Zephyr mendekati rumah yang baru saja dia bangun, merasakan angin sepoi-sepoi yang membawa aroma tanah dan batu basah. Dia membuka pintu rumah, merasakan nostalgia yang mendalam.

Ruangan dalam rumah tersebut tampak sederhana namun penuh dengan energi sihir yang kuat. Di sudut ruangan, terdapat tempat tidur yang nyaman, meja kayu dengan kursi yang kokoh, dan rak-rak yang siap diisi dengan buku-buku sihir dan artefak.

Zephyr berjalan ke jendela, memandang ke luar dan melihat reruntuhan ibu kota yang masih berdiri sebagai saksi bisu dari sejarah yang kelam. “Aku akan membangun kembali kejayaan tempat ini,” katanya dengan penuh tekad. “Dan melindungi apa yang tersisa dari warisan kita.”

Dia kemudian duduk di kursi dekat meja kayu, merasakan kehangatan dari rumah barunya. Di meja itu, Zephyr meletakkan pedang Elzir, artefak yang dia temukan di ruang bawah tanah. “Ini adalah awal yang baru, aku akan melindunginya kali ini, Kak Naila,” bisiknya pada dirinya sendiri. 

***

Sementara itu, jauh di timur tempat Zephyr berada, tepatnya di Ibu kota Kerajaan Elde, seorang putri kerajaan berjalan tergesa-gesa.

Putri Fania Ars Elde, mengenakan seragam militer dengan rambut hitam panjang yang tergerai hingga pinggang, berjalan dengan langkah cepat.

Wajahnya yang cantik terlihat kesal, kulit putihnya semakin kontras dengan rona merah di pipinya yang menunjukkan kemarahan.

“Kenapa masalah ini muncul kembali? Bukankah sejak kekaisaran kita terpecah menjadi beberapa negara kecil, masalah itu sudah selesai?” tanyanya dengan nada marah dan terganggu pada pembawa pesan yang mengikutinya dari belakang.

“Tapi, Tuan Putri. Kerajaan Loven tetap bersikukuh menyalahkan kita tentang pembantaian seratus tahun lalu pada penyihir,” jawab pembawa pesan itu dengan hati-hati.

“Astaga, sudah lima puluh tahun berlalu sejak pecahnya kekaisaran kita dan kakek tua itu masih menyalahkan kita?” Putri Fania berhenti sejenak dan menatap pembawa pesan itu.

“Dia kembali mendesak kita untuk membayar uang ganti rugi.” ujar pembawa pesan itu.

Putri Fania menghela napas panjang, lalu menjawab dengan nada kesal. “Sebenarnya, uang ganti rugi itu untuk apa, hah? Apa dia penyihir yang keluarganya dibantai seratus tahun lalu? Tidak, bukan? Dia adalah adik dari kakekku yang menentang pembantaian penyihir, tapi dia... arghh, aku kesal! Diberi usia panjang tapi membebani sanak saudaranya dengan mendeklarasikan kerajaan baru yang membuat Kekaisaran Elde terpecah belah seperti ini!”

Putri Fania merasa frustrasi dengan adik dari kakeknya yang berumur panjang, yang selalu menyalahkan, menyudutkan, dan bahkan selalu mengancam untuk membumihanguskan Kekaisaran yang sekarang berubah menjadi Kerajaan Elde jika tidak membayar upeti padanya.

Tiba-tiba, dari arah depan, seorang prajurit wanita mendekatinya.

“Tuan, Putri Fania,” sapa prajurit wanita itu sambil membungkukkan kepala. Prajurit itu berambut pendek sebahu berwarna perak, berkulit putih, dan sangat cantik.

“Sarina? Ada apa?” tanya Putri Fania dengan nada serius.

“Saya menemukan catatan tua yang mengatakan bahwa di reruntuhan Kadipaten Elzir banyak terdapat harta yang tertimbun,” kata Sarina dengan tenang namun penuh keyakinan.

Putri Fania memandang prajurit wanita bernama Sarina itu dengan tatapan serius. “Reruntuhan dari negara penyihir yang telah kita bantai, ya? Tapi jalan menuju ke tempat itu sangat berbahaya karena ditumbuhi banyak sekali tanaman beracun dan dihuni hewan buas.”

“Saya sarankan untuk melakukan ekspedisi dengan membawa banyak pasukan untuk kembali membuka hutan itu, Tuan Putri,” saran Sarina dengan tegas.

Putri Fania nampak berpikir sejenak, tangannya yang ditempelkan ke dagunya sambil menatap lantai, memikirkan kemungkinan dan risiko yang terlibat.

“Jika ekspedisi dilancarkan dan berhasil merangsek ke reruntuhan, apa mungkin kita menemukan harta?”

“Tentu saja, Putri,” jawab Sarina dengan penuh keyakinan.

“Kau nampak konyol, Sarina. Itu adalah bekas negeri sihir, catatan lama mencatat bahwa orang-orang terdahulu yang membantai para penyihir pun pulang dengan tangan hampa setibanya dari sana. Mereka pasti menyegel harta dan artefak mereka dengan segel sihir yang kuat.”

“Anda sudah lupa, Tuan Putri? Negeri kita sekarang sudah memiliki ahli pemecah sihir,” jawab Sarina dengan senyum tipis.

Seketika, mata Putri Fania terbuka lebar dan senyum terpancar di wajahnya. “Kau benar, Sarina. Kita memiliki ahli pemecah sihir. Ini bisa menjadi kesempatan kita untuk menemukan harta yang tertimbun di reruntuhan itu.”

Sarina mengangguk. “Saya akan segera menyiapkan ekspedisi, Putri. Kita akan membutuhkan pasukan terbaik dan persiapan yang matang untuk menghadapi bahaya di sana.”

Putri Fania tersenyum penuh semangat. “Lakukan, Sarina. Ini bisa menjadi solusi untuk masalah kita dengan Kerajaan Loven dan mungkin juga membuka rahasia yang telah terkubur selama seratus tahun. Pastikan semuanya siap secepat mungkin.”

Sarina membungkuk hormat sebelum berbalik dan pergi untuk mempersiapkan ekspedisi. Putri Fania merasa jantungnya berdegup kencang, bukan hanya karena marah, tetapi juga karena harapan baru yang muncul di benaknya.

Ini adalah kesempatan untuk mengakhiri ancaman dari Kerajaan Loven dan mungkin menemukan sesuatu yang berharga di reruntuhan Kadipaten Elzir.

Dengan langkah yang lebih ringan, Putri Fania melanjutkan perjalanannya, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil untuk memastikan keberhasilan ekspedisi ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Penyihir Agung   Ledakan Akhir

    Tepat saat Zephyr hendak melancarkan serangan terakhirnya pada Darian, sebuah ledakan besar mengguncang tanah di sekeliling mereka dan membuatnya berteleportasi jauh ke belakang untuk menghindari ledakan dari alat sihir yang ditembakkan seseorang.Walau tak mengenai Zephyr dan Darian, tembakan itu sukses membuat batu-batu beterbangan, debu tebal menyelimuti medan pertempuran.Darian yang nyaris kehilangan kesadaran, membuka matanya dengan lemah. Pandangannya kabur namun dia masih bisa melihat siluet dua sosok yang berjalan mendekat dari balik awan debu yang tercipta dari ledakan itu.Suara sepatu menghantam tanah, semakin dekat dan semakin keras.“Zephyr, tolong hentikan semua ini! Jika kau melangkah lebih jauh lagi, kau tak ada bedanya dengan leluhur kami yang membantai kaummu!”Fania berteriak dengan suara parau, darah terlihat mengalir dari luka di kepalanya yang terbalut perban.Vinna yang ada di sampingnya, terlihat membantu

  • Pembalasan Penyihir Agung   Pertarungan Dengan Senjata Level Tiga

    Langit di atas Darian kini tampak semakin gelap, seolah alam semesta ikut merasakan ketegangan yang semakin memuncak di sana, di tanah yang sudah hancur hanya menyisakan reruntuhan saja.Asap tebal dari reruntuhan kompleks penjara masih membubung ke atas langit yang cerah, menyebarkan aroma terbakar dan kematian ke seluruh medan pertempuran yang sebelumnya terjadi.Darian mengamati setiap gerakan Zephyr dengan penuh waspada dari kejauhan di atas gedung tinggi tempatnya berpijak.Dia kini memposisikan tubuhnya di atas gedung tinggi yang dapat melihat posisi Zephyr dengan jelas tanpa terhalang melalui teropong senapan level tiganya.Kedua tangannya menggenggam erat senapan sihir level tiganya saat dia menggunakan teropongnya, senjata bencana yang gemuruhnya nyaris mengguncang udara di sekitarnya.“Penyihir brengsek ... Kau telah membunuh terlalu banyak orang-orang yang tak bersalah hari ini tanpa sebab, dan hidupmu akan berakhir sebentar lagi d

  • Pembalasan Penyihir Agung   Senjata Level Tiga

    Langit di luar pusat komando Kerajaan Loven berwarna kelam, seolah menyuarakan kehancuran yang semakin mendekat setelah seluruh komunikasi mereka dengan pasukan elit dan kapten sipir penjara menghilang secara tiba-tiba.Di dalam gedung itu, deretan layar dari alat sihir yang juga menampilkan hologram peta besar dengan memancarkan cahaya biru ke wajah-wajah tegang para perwira militer.Di tengah ruangan, Jenderal Besar Rhadon duduk di kursi kebesarannya. Matanya menyipit ke arah seorang pemuda berambut pirang yang bersiap menerima perintah di hadapannya.Pemuda itu adalah Darian, dia menenteng senapan sihir besar yang berkilauan. Senjata dengan laras panjang dan berdesain tajam yang tampak lebih seperti senapan runduk daripada senjata sihir biasa.Senjata ini tidak mengandalkan peluru, tetapi kekuatan penggunanya agar bisa menembakkan peluru sihir dari senjata tersebut.“Lokasinya ada di kompleks penjara di selatan ibu kota.”Suar

  • Pembalasan Penyihir Agung   Pada Akhirnya

    Mino terhuyung, merasakan darah mengalir dari mulutnya, tapi dia tidak peduli dengan semua itu karena yang ada di dalam kepalanya saat ini hanyalah membalas dendam atas kematian Treo pada Zephyr.Dia berjuang untuk bangkit lagi, matanya merah karena marah dan tubuhnya bergetar karena rasa sakit akibat pertarungannya melawan Zephyr.Zephyr melangkah mendekat, langkahnya tenang namun matanya tertuju dan terkunci pada Mino.Mino tahu ini adalah pertarungan antara hidup dan mati, dan dia tidak akan mundur setelah berhasil membalas kematian Treo.“Beraninya kau mengganggu diriku,” gumam Zephyr, nada suaranya datar dan tanpa emosi.Tangan Zephyr terangkat, mempersiapkan serangan pamungkas yang akan mengakhiri semuanya.Mino merasakan napasnya tersengal, tapi dia menatap Zephyr dengan pandangan yang tidak kalah tajam. Di dalam hatinya, dia berdoa agar dia bisa memberikan perlawanan terakhir yang cukup untuk menyelamatkan Rigel dan semua

  • Pembalasan Penyihir Agung   Pertarungan yang Hampir Setara

    Rigel tersungkur ke tanah akibat gelombang energi milik Zephyr yang menghantamnya, napasnya terengah-engah ketika dia tersungkur dan tak bisa bangkit untuk sementara waktu karena rasa sakit yang mendera tubuhnya.Di tengah rasa sakit dan kebingungan, Rigel melihat Zephyr kini sudah berdiri di depannya, tangan penyihir itu terangkat tinggi dan siap menghantamkan serangan terakhir yang bisa melenyapkan dirinya.“T-Tidak ... jangan...” Rigel berbisik, tubuhnya tak mau bergerak meski otaknya memerintahkan untuk bergerak.“Tak akan kubiarkan kau melakukannya pada Rigel, dasar binatang!”Treo yang sudah bangkit dan melihat Zephyr akan melakukan serangan terakhir pada Rigel segera berlari, dia menghampiri Rigel yang tak bisa bangkit untuk sementara waktu, tangannya mengarahkan pedang sihir miliknya pada Zephyr.Wushh!Zephyr, dia tanpa melihat tebasan dari Treo berhasil menghindarinya.“Apa? Sial! Nampaknya taha

  • Pembalasan Penyihir Agung   Amukan Zephyr

    Seorang sipir yang harusnya hari ini libur, dia mendapat panggilan dari atasannya untuk menunda hari liburnya karena kekacauan telah terjadi di penjara kerajaan.Ia berada tak jauh dari gedung penjara milik Kerajaan Loven yang luas dan besar, di sana ia melihat beberapa prajurit elit kerajaan bersenjata lengkap tengah berdiri di hadapan seorang pemuda.Hari ini dia harusnya sedang menikmati hari libur bersama dengan anak dan istrinya, namun kepala sipir memerintahkannya untuk menunda hal tersebut.“K-kenapa...? Kenapa tahanan nomor 999 keluar dari mesin itu? Bukankah harusnya benda bernama ‘iron maiden’ itu sangat kuat?”Wajahnya tampak ketakutan, pasalnya kepala sipir memberitahu sebelum dirinya di pindah tugaskan ke ruangan khusus penjara, bahwa tahanan yang berada di ruang khusus itu adalah seorang penyihir.Dan kini, penyihir yang bernama Zephyr itu telah berhasil mengeluarkan dirinya dari alat bernama iron maiden.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status