Home / Fantasi / Pendekar Cahaya / Terjatuh Ke Jurang

Share

Terjatuh Ke Jurang

Author: Omesh
last update Last Updated: 2022-07-22 16:29:06

Selanjutnya adalah perjalananku bersama Paman Nayaka dari satu tempat ke tempat lain, Paman tidak pernah menetap lama di suatu tempat, dan untuk menghindari kecurigaan orang paman tidak pernah membawa senjata dan tidak memanggilku pangeran atau Bayu melainkan Ubay, dan aku memanggilnya Ayah.

Setelah 10 tahun mengembara, inilah tempat tujuan akhir yang diperintahkan ayahanda kepada Paman Nayaka untuk mengantarku.

Tempat yang sangat indah, awan putih bergulung-gulung di bawah kaki, hanya beberapa ekor burung yang terbang di atasnya, sementara 2 buah batu besar bagaikan gapura yang seolah menyambutku laksana seorang Raja yang akan memasuki istananya, “Hmm tempat ini akan menjadi kuburanku atau tanah harapan tempatku memulai hidup baru, aku tidak tahu.”

Aku tersentak dari lamunanku ketika paman Nayaka berkata,

“Turunlah Pangeran! Ikatkan tali ini di pinggang dan peganglah dengan erat, hamba akan menurunkan Pangeran pelan-pelan.”

“Baik Paman, aku percayakan semuanya kepadamu” berbeda dengan jawabanku sebenarnya aku merasa ragu-ragu dan khawatir, ada apa di bawah sana.

Tali mulai diturunkan, semakin lama semakin dalam, ngeri sekali tergantung antara langit dan bumi hanya dengan seutas tali. Tapi kupaksakan untuk melihat kondisi dinding jurang itu, sepertinya sebagian besar adalah batu padas yang keras bahkan ada bagian yang menonjol dengan sisi yang tajam menempel pada tali, aku khawatir bila bergeser ke kiri dan kanan maka tali akan putus. Tidak ada apapun sejauh ini, hanya tiba-tiba sekelompok burung gagak terbang mendekat bahkan ada beberapa ekor mulai menabrak diriku, dengan panik aku mulai mencoba mengusir mereka, "Hush, hush ..." juga dengan lambaian tangan. Percuma, bahkan semakin banyak yang menabrakkan diri ke tubuhku, aku berusaha menghindar tanpa menyadari tali yang bergesekan dengan dinding padas yang tajam mulai rantas dan akhirnya putus, aku terkejut dan berteriak “Aaaaaaarrrgghh ... ” Dalam benakku, “Selesailah sudah.” Teringat akan dendam kematian ayahanda, keberadaan bunda yang entah di mana, sudah tidak mungkin lagi terselesaikan, hanya pasrah yang kurasakan, hingga sesuatu menghantam punggung dan tengkukku membuatku tak sadarkan diri.

Gunung Belah memiliki jurang yang dalam pada sisi sebelah Timur di mana belahannya berada, tapi ada sesuatu yang unik pada dinding jurang tersebut, sebatang pohon beringin tumbuh di tengah-tengah dinding jurang itu, seperti pohon kerdil dibanding dinding jurang yang tinggi itu. Kali ini lebih aneh lagi karena pada batangnya yang kokoh terbaring sesosok tubuh kecil hampir tidak terlihat karena tertutup daun yang rimbun dan kabut yang selalu menutupi pohon itu.

Tubuh kecil itu mulai bergerak pelan, “Aduuh ... ” dia mengeluh, tampaknya kesakitan.

“Dimana aku ... “ Sepertinya kesadarannya mulai kembali, dia melihat berkeliling dan terkejut bukan main ketika menyadari masih ada di tengah-tengah jurang hanya tertahan oleh sebatang pohon.

Ya tubuh kecil ini adalah Pangeran Bayu, pewaris sah takhta kerajaan Antakara.

Bayu mulai duduk di batang pohon sambil memeluk sebuah cabang agar tidak terjatuh. Diamatinya dengan lebih teliti keadaan di sekitarnya, pohon ini tumbuh di dinding jurang, akarnya mencengkeram kuat sebuah ceruk, dimana pada ceruk tersebut terdapat tanah yang cukup untuk tumbuhnya bibit pohon pada awalnya, tetapi semakin besar pohon ini bukankah membutuhkan tanah dan air yang lebih banyak. Bayu menjadi bersemangat menyadari hal itu, artinya di dekat akar pohon pasti ada sumber air dan tanah. Bayu nekat merambati batang pohon menuju akarnya pada dinding jurang. Hampir saja dia meloncat kegirangan ketika melihat ada celah sempit pada dinding jurang dimana akar pohon menjalar masuk ke dalamnya. Untung tubuhnya juga kecil sehingga muat masuk dengan memiringkan tubuhnya. Dia berada dalam ruangan yang sempit dengan dasar tanah yang lembek. Bila tanah di sini lembek, berarti ada air yang membasahinya. Karena kurangnya penerangan Bayu mencari sumber air itu dengan meraba dinding batu. Akhirnya dirasakan tangannya basah. Rabaan tangannya semakin ke atas, ternyata ada celah lagi di atas batu, sepertinya air mengalir dari situ karena batu tersebut berlumut. Dicoba membuktikannya dengan memanjat batu dan memasuki celahnya, berhasil dan “Byurr ... “ ia tercebur dalam kolam. Setelah berenang ke tepi di lihatnya ruangan ini lebih luas dengan kolam yang cukup dalam karena tadi kakinya tidak menyentuh dasar kolam. Satu permasalahan dalam bertahan hidup teratasi, air, tinggal satu lagi, makanan, bila ada maka dia yakin akan mampu tinggal di tempat ini.

Sebelum melakukan penelusuran lebih jauh di tempat ini Bayu memutuskan untuk istirahat dulu. Dia berpikir betapa ironis pengalaman hidupnya, mulai dari tinggal di istana megah, kemudian menjadi pengembara berpindah-pindah tempat, dan sepertinya sekarang siap untuk menjadi manusia purba yang tinggal di gua.

Bayu berpikir, “Kolam ini cukup besar dan dalam, seharusnya ada mata air yang menjadi sumber airnya, atau bahkan mungkin air mengalir menuju ke sungai bawah tanah yang muaranya nanti ada di luar sana.” Berpikir seperti itu semangatnya kembali menyala, 'Byuurrr ... ' Dimasukinya kembali kolam itu selain untuk mencari mata airnya juga siapa tahu ada ikan atau udang yang bisa mengganjal perutnya ini. Bayu mulai menyisir tepi kolam itu, hingga kembali ke posisi awal dia tidak menemukan apapun selain celah batu di mana dia masuk ke ruangan ini.

Dasarnya, dia harus melihat dasar kolam itu mungkin mata airnya ada di sana. Dia menghirup udara sebanyak mungkin yang bisa disimpan di paru-parunya, menyelam ke bawah terus dan semakin dalam, tapi tak juga sampai ke dasar kolam. Telinganya mulai sakit karena tekanan air dan nafasnya juga habis, terpaksa muncul kembali ke permukaan. “Heran ... dalam sekali kolam ini, lebih dalam dari sumur kelihatannya.”

Dicobanya sekali lagi menghirup udara lebih banyak, menyelam lagi. Kali ini baru setengah kedalaman yang tadi, dia merasakan air mulai bergerak ke bawah, tubuhnya juga terisap, semakin lama semakin kuat, air pun berputar, Bayu terseret arus ke bawah. Dia berusaha muncul ke permukaan, tapi dirasakannya dinding kolam semakin ke bawah semakin kecil hingga akhirnya benar-benar seukuran tubuhnya, tapi dindingnya bukan batu lagi, entahlah Bayu belum pernah melihat bahan seperti ini, sangat halus dan licin, air di sekelilingnya juga sudah berkurang, posisinya saat ini meluncur berbaring dengan kecepatan tinggi, dia hanya pasrah bahkan memejamkan mata. Harapannya kembali ke atas gunung atau di sungai di kaki gunung juga kecil sekali kemungkinannya, yang dirasakannya adalah dia meluncur semakin dalam ke perut bumi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendekar Cahaya   Epilog

    Di sebuah gua dekat air terjun, terlihat seorang yang mengenakan pakaian serba hitam hingga hanya matanya yang terlihat. Orang itu menggerakkan tangannya membentuk lingkaran. Dari lingkaran itu muncul cahaya dan kemudian bagaikan tabir yang terbuka, di dalam lingkaran itu menunjukkan sebuah ruangan lain yang bukan bagian dari gua itu.Orang itu melangkah melalui lingkaran yang bercahaya itu, memasuki sebuah ruangan yang cukup luas. Ruangan itu penuh peti yang tergeletak di lantai dan beberapa senjata yang tergantung di dindingnya. Orang berpakaian hitam itu mendekati sebuah pedang yang tergantung di dinding, menghunus pedang itu, tapi digantungnya kembali. Ia hanya mengambil sarung pedangnya. Lalu orang itu kembali melewati lingkaran bercahaya itu, yang langsung menghilang setelah orang itu melewatinya. Sedangkan di sebuah tempat yang dikenal orang sebagai bukit Tengkorak. Pada masa ratusan tahun setelah kejadian seseorang mengambil sarung pedang tadi. Di kamar sang Ratu penguasa bu

  • Pendekar Cahaya   Tewasnya Sang Pengkhianat

    Semua orang mengalihkan pandangannya ke luar ruangan, bahkan Nayaka yang posisinya terdekat dengan pintu langsung meloncat keluar. Tapi tak ada apa pun di luar istana, suasananya tenang-tenang saja. Nayaka sadar ini pasti tipuan licik Bagaskoro lagi. Ketika ia hendak memasuki ruangan kembali dilihatnya Bagaskoro sudah menyandera Raja Bhanu dengan mencengkeram lehernya.Nayaka membatalkan niatnya untuk masuk ke ruangan, ia berputar menuju pintu belakang istana. Sementara Bagaskoro mengancam semua orang akan membunuh Raja Bhanu.Sang Raja berkata pada Bayu, “Adi, aku dan ayahku sudah melakukan kesalahan padamu. Bunuhlah pengkhianat ini, jangan pedulikan aku, engkau yang berhak atas takhta ini.”Bayu ragu, ia mencoba memberikan penawaran pada Bagaskoro, “Bagaskoro lepaskan Kanda Bhanu, maka aku akan membebaskan Prastowo.”Bagaskoro tertawa, “Hahaha setelah itu kau akan menyerang dan membunuhku, kau kira aku tidak tahu niat busukmu.”Bayu menjawab, “Jangan kau anggap semua orang seperti

  • Pendekar Cahaya   Pertarungan Akhir

    Bagaskoro sangat geram, giginya gemeretuk menahan emosinya, “Aku tidak peduli, akan kubunuh semua orang yang ada di ruangan ini.” Mata Bagaskoro memerah, ia sudah kehilangan nalarnya, dihunusnya pedang pengisap bintang.Bayu segera mengeluarkan sarung pedang pengisap bintang dari selongsong timah hitamnya.Bagaskoro tidak terkejut, ia sudah menduga sarung pedang itu berada di tangan musuh-musuhnya. Tapi ia tidak khawatir, karena yang terpenting adalah tenaga dalam khusus saat pedang pengisap bintang digunakan. Bagaskoro menyerahkan pedang pengisap bintang pada Ki Lurah Gondomayit, dan disuruhnya untuk menjauh. Ki Lurah mengerti maksud Bagaskoro. Ia segera menjauh agar pengaruh pedang pengisap bintang tak terasa lagi. Bagaskoro berharap Bayu akan melemparkan sarung pedangnya agar tak terkena pengaruhnya. Tapi kali ini dugaannya salah. Bayu hanya memasukkan sarung pedang itu kembali ke dalam selongsong timah hitamnya. Bagaskoro tertawa, “Hahaha, ayo kita mulai.” Ia bersiap-siap denga

  • Pendekar Cahaya   Impian Yang Kandas

    Bagaskoro mengangkat tangannya, lalu berkata dengan suara lantang, “Terima kasih saudara-saudara. Aku hanya seorang diri tidak ada artinya tanpa dukungan kalian semua. Maka mulai sekarang marilah kita bersama-sama menciptakan suasana aman dan tenteram di dunia persilatan serta dengan setia menjadi penopang negeri yang kita cintai ini, Antakara.”Para penonton kembali bertepuk tangan dan berseru, “Setuju!!! Kami siap menerima perintah Ketua!”Bagaskoro sekali lagi mengangkat tangannya, “Untuk lebih menjalin keakraban di antara kita, aku mohon saudara-saudara jangan membubarkan diri dulu. Aku telah menyiapkan sebuah perjamuan untuk kita. Silakan dinikmati.”Di mana pun sebuah perjamuan selalu dinantikan dalam sebuah acara. Para penonton bersorak gembira, mereka merasa tidak salah mendukung Tuan Bagaskoro, yang ternyata sangat royal pada mereka.Di tengah keriuhan orang mengambil makanan, ada seorang prajurit yang baru turun dari kudanya dan berseru, “Di mana Tuan Penasihat! Cepat! Aku m

  • Pendekar Cahaya   Pemimpin Dunia Persilatan

    Keadaan menjadi gelap, lalu ‘Jboooooooom’ kilatan cahaya dari ledakan tenaga dalamnya menyilaukan mata semua orang, ketika mata mereka tertutup, tubuh mereka terpental disambar kekuatan angin panas dan bara api dari batu dan kerikil yang berhamburan menghajar mereka. Tak seorang pun yang masih bisa berdiri, Bhirowo yang terdepan merasakan pengaruh ledakan panas itu paling hebat. Ketika keadaan menjadi gelap Bhirowo tersentak, jelas ini bukan jurus sembarangan, tapi sudah terlambat, tubuhnya bagaikan masuk ke neraka, jeritannya menyayat hati, hilang sudah keangkuhannya, tubuhnya telentang melepuh dan mata terbelalak. Mulutnya masih sempat bergumam, “Jurus apa itu ...” sebelum nyawanya melayang meninggalkan raganya.***Di arena pertandingan, hari ke-tiga, dan ke-empat, Baroto berhasil menaklukkan lawan-lawannya. Setelah mengalahkan Tuan Dewangga dan Bayu di hari ke-dua, berturut-turut Baroto menundukkan Tuan Paskalis, Tuan Bimantoro dan Tuan Mahesa Ludira. Sekarang tinggal tersisa Tuan

  • Pendekar Cahaya   Kamera

    Raja Darpa terkejut, ada prajuritnya yang berani memukul Prastowo. “Hei, siapa kau?”Prajurit itu dengan tenang berjalan mendekati Raja Darpa. “Maaf Yang Mulia, nama hamba Bayu Narendra. Hamba adalah Pangeran Antakara. Yang Mulia sudah menyerang negeri hamba karena terpengaruh hasutan dari Bagaskoro dan putranya Prastowo. Tunggulah sebentar, teman hamba akan segera datang membawa buktinya.”Tak seberapa lama muncullah di tengah ruangan seorang gadis cantik bermata kelabu. Ia mendekati Raja Darpa. Sang Raja terkejut. Ia mengenali gadis itu. “Bukankah kau penyusup yang mencoba meracuni aku.”Kirani membungkuk hormat, “Nama hamba Kirani Yang Mulia. Saat itu hamba hanya berkunjung ke Buntala untuk mencari Prastowo, sama sekali tidak bermaksud meracuni Paduka.”“Lalu siapa yang menaruh racun dalam minumanku?” tanya sang Raja.“Dia!” Kirani menunjuk Prastowo.“Tidak mungkin, Prastowo menantuku, untuk apa dia mencoba meracuniku?” Raja Darpa tidak percaya pada keterangan Kirani.“Sabar Yang M

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status