Berakhirnya perang besar adalah kabar baik bagi sebagian besar masyarakat di benua Meera. Namun, masa lalu tidak pernah lupa tuk menuntut masa depan. Di benua Meera, semua berhak memiliki kekuatan, berhak bertarung, berhak untuk hidup. Tapi, mereka yang berkuasa punya lebih dari sekedar kekuatan. Riku berpikir dia lah manusia terpilih, apa yang dimilikinya adalah anugerah. Dia lupa, kekuatan besar selalu menuntut tanggung jawab yang serupa. Semua aman, sampai seseorang berkhianat, ia harus bersembunyi, petualangan dimulai. Di benua Meera, semuanya diselesaikan dengan kekuatan.
View MoreSiang yang panas untuk bulan ini. Riku tahu itu, sebab ia pandai membaca alam, tapi ia harus berburu, karena si tua bangka akan menghukumnya jika tidak ada makanan untuk malam ini.
Dia sudah membawa panah dan pergi ke tengah hutan untuk membuat beberapa jebakan. Jebakan-jebakan kecil ini hanya untuk menjebak kelinci, sedang busurnya ia gunakan untuk berburu rusa di padang rumput, jauh di luar hutan.
Sebab hari akan panas, dia berangkat pagi-pagi sekali.
"Kek, aku pergi." Ucapnya seraya meninggalkan pintu rumah menuju hutan.
"Hey, Riku! Jangan sampai dagingnya kurang ya! Atau kau yang akan menjadi makan malam." Teriaknya, dan Riku pun sudah menghilang di tengah pepohonan yang menjulang.
"Si tua gila, bisa-bisa naik darah lagi dia. Ya, mati pun tak apa lah." Gumam Riku.
Riku baru saja selesai menyiapkan jebakan, berangsur pergi menuju padang rumput di luar hutan.
Hutan Desa Yooru adalah hutan terbesar di kerajaan Needa, butuh sedikit waktu untuk dapat keluar dari hutan, tapi itu bukan lah masalah bagi Riku.
Sejak kecil, hutan ini sudah menjadi taman bermainnya, dan kemampuannya berkembang dengan menjadi bagian dari hutan itu sendiri, melompat di dahan bagai kera, berlari macam rusa, dan bertarung buas seperti raja hutan.
Jika ada makhluk yang ia takutkan di hutan, tidak lain adalah kakeknya sendiri, sang penjaga hutan.
Padang rumput terlihat lebih kering dari biasanya, sebagian besar kering melompong, lebih layak disebut sahara ketimbang padang rumput.
Tapi, setidaknya masih ada beberapa rusa disana, dan Riku beranjak mencari tempat berburu yang baik.
Dia selalu menembak dari kejauhan, sebab seluruh bagian dari padang rumput sudah menjadi teritori hewan disana, sekali diusik maka semua hewan disana spontan akan menyerangnya habis-habisan.
Riku bergerak tidak jauh, mencari arah tembakan yang baik, dikeluarkan busurnya, menyusul anak panahnya di tengah, memposisikan jari, memperkirakan jarak, tekanan angin, detak jantung, kuatnya tarikan, dan splash, jleb.
"Oke, satu rusa." Dia pun langsung bergegas menuju rusa tersebut, dicabutnya anak panah.
"Semoga kau tenang disana." Do'anya.
Ia ambil rusanya dan bergegas lari menuju hutan, jika dilihat, beberapa bison sudah menatapnya sedari awal masuk padang rumput, teritori mereka
Bison sialan, mukanya seram banget, gumamnya.
Gerombolan rusa yang tengah memakan rumput, seketika hilang sebab berlarian melihat seekor temannya diburu anak kecil, tapi mereka lapar, dan akan kembali makan setelah lima belas menit, kembali bergerombol, begitulah seterusnya.
Hari menjelang sore, Riku baru saja kembali dari tempat ia memasang jebakan. Lihatlah, tiga rusa, dan lima kelinci.
"Sepertinya cukup, karena yang memang setan saat makan ya kakek bodoh itu"
Hampir malam, Riku baru keluar hutan. Rumah tampak sunyi seperti biasa, karena memang hanya Riku dan kakeknya yang tinggal di hutan Yooru.
Riku sampai dan membuka pintu seraya masuk.
"Kek, aku pulang."
Tidak ada kakek di dalam.
Aneh, biasanya ia pasti menungguku di luar kalau kembali pulang hampir malam, gumamnya.
Mungkin di dapur, lanjutnya seraya memeriksa.
"Kek, aku pu-" nihil, dia tidak ada.
Riku mencari ke sekeliling rumah, dia tidak ada, ini jarang terjadi.
Beberapa waktu sekali, kakek memang akan pergi ke kota untuk suatu urusan, tapi pasti ia akan mengabarkan Riku sejak pagi.
Untuk pergi secara tiba-tiba, hal seperti ini jarang terjadi.
"Sudah lah, paling dia pergi. Itu tandanya dia akan memakan daging hambarku lagi." Malam ini, Riku yang akan memasak.
Dia memang tidak ahli dalam memasak, selalu saja ada yang terjadi. Selalu berlebih atau kurang dalam menggunakan bumbu, tidak pernah pas, beda dengan kakeknya yang jago memasak, tidak pernah gagal dalam memasak apapun.
Pernah sekali, Riku menyuguhkan Bison, mencoba mengerjai kakeknya. Tapi, ia gagal, daging bison yang biasa dimasak alot, menjadi daging bison terenak di tangan kakeknya, dan Riku tidak pernah mencoba untuk mengerjainya lagi.
Meski begitu, Riku adalah pengamat yang baik. Untuk kali ini, dia akan memasak menggunakan bumbu sebaik kakeknya.
Riku ahli dalam menggunakan pisau, setidaknya seluruh senjata yang pernah ia pegang dan pelajari, seperti memang dilahirkan untuk bertempur, dan memang begitu lah cerita masa lalunya yang akan disebut nantinya.
Tidak butuh waktu lama, semua makanan sudah tersuguh di meja makan. Dia pun langsung menyantap, perlahan sambil menunggu kakeknya.
"Kakek sial, memang sepi kalau tidak ada dia." Ucapnya, seraya melanjutkan makan.
Tengah malam, dan kakek pun belum juga kembali. Riku tertidur di meja makan.
Angin malam begitu dingin, terlebih rumah mereka yang berada di hutan, tapi Riku tetap terlelap seperti terhempas angin semilir.
Semua terasa begitu tenang, hanya saja, bukan berarti tidak ada sesuatu dalam suasana seperti ini, ada sesuatu yang janggal, dan--bukk!
Dalam sesaat, sebuah pukulan datang menghempas, tidak ada apa-apa disana. Riku, berhasil menahannya.
Di dalam kesenyapan, sebuah pukulan menghantam Riku yang masih siaga dalam tidurnya.
"Kek, makan makananmu. Aku mau tidur di kamar." Ucapnya seraya meninggalkan meja makan dengan kantuk yang tak tertahankan.
Disana masih senyap, kosong, tidak ada siapapun, yang dalam sesaat sesok tubuh muncul tiba-tiba di meja makan, itu kakek.
"Hahaha, padahal aku sudah berusaha sekuat tenaga." Tawanya.
"Aku, yang tidak pernah diragukan dalam pasukan kerajaan, bisa dikalahkan oleh bocah tengil. Dia memang anakmu, Kuri." Ucapnya, di tengah malam itu, angin berhembus kencang, tapi hanyalah angin semilir yang dirasakan kakek itu, angin yang menemani makan malamnya.
Ini enak, gumamnya seraya tersenyum.
“Apa kalian lihat seorang bocah disini?” tanya Morgan. Para pemburu terdiam dengan rasa takut. Mereka sadar siapa yang berdiri di hadapan mereka. Kapten dari Pasukan Kerajaan, terlebih seorang kapten dari pasukan pertama. “Apa yang dilakukan seorang Pasukan Kerajaan di hutan Yooru?” Morgan berjalan maju. Sedangkan, para pemburu mempersiapkan diri, menjaga jarak. “Aku tadi merasakan bocah itu disini. Dimana dia?” Morgan terus mendekat. Diambilnya pemantik api, ia nyalakan api itu. Dengan cepat itu membuat tekanan panas dengan api itu. Morgan mencoba menfokuskan dirinya, perluasan tekanan itu menjadi radar, namun – “Mati kau!! Hahaha!!!” Seseorang meloncat dari kegelapan, mencoba menerjang Morgan dengan sebilah pedang yang dihunuskan kepadanya. Wajahnya – sudah siap membunuh. Morgan dengan cepat membakar sekelilingnya dengan api. Api besar nampak membara mengelilinginya. Orang tadi langsung menghindar. Api Morgan terasa begitu panas, bahkan sebelum orang itu menyentuhnya. “Cih
Pertandingan sudah dimulai. Pertandingan yang dibuat sepihak oleh Riku guna membuat Morgan menyadari kehebatannya.Morgan sendiri hanya mengikuti keinginan Riku.Mungkin tidak apa jika aku ikut permainannya – pikirnya, ini permainan baginya, liburan di masa senggangnya.Morgan sendiri baru saja selesai mendapat buruannya.“Aku rasa ini sudah cukup.” Ucapnya, sedang di hadapannya terdapat seekor Bison yang sudah terkapar.“Semoga ini tidak terlalu berat.” Ia pun berjalan pulang. Diangkatnya bison di pundak.Di tengah perjalanan, Morgan hanya memenuhi kepalanya dengan banyak hal.“Dia begitu menyayangi ayahnya. Kini, ia terbebani dengan betapa kuatnya ia, dan kekecewaan dalam hatinya terhadap apa yang dilakukan Kuri padanya – meninggalkannya.” Perkataan Yuo sebelumnya terlintas.Dan jauh sebelum itu –“Aku serahkan anak itu padamu.”“Anak itu? Siapa dia?!”“Anakku, Riku namanya.”Kenangan lain, ikut terlintas. Morgan hanya tersenyum dalam diamnya.“Bodohnya aku menerima tugas yang merep
“Bagaimana dengan pertandingan!? Aku akan mengalahkanmu, dan menutup mulutmu itu.”Morgan pun berdiri, dan menatap Riku tajam, lalu ia tersenyum.“Baiklah, aku terima. Apa tantangannya?”“Mudah saja, akan ku jelaskan di luar.”*****Riku dan Morgan pun berjalan ke luar rumah, Yuo memperingatkan Morgan.“Jangan dibawa terlalu serius, Morgan. Dia masih anak-anak.” Jelas Yuo.Morgan mendengarnya dan tertawa kecil.“Kau tahu, kakek. Sebagai orang yang terlihat kasar kepada Riku, rupanya kau begitu memperhatikannya.”Kali ini Yuo yang tertawa cukup keras mendengar ucapan Morgan.“Ya, bisa kau sebut itu sebagai naluri orang tua.”“Tenang saja. Aku hanya akan mengajarkan dia apa yang diajarkan kapten kepadaku.” Jelas Morgan.Sesampainya di depan rumah.“Kita akan berburu. Siapa yang membawa buruan terbaik, dia pemenangnya.” Ucap Riku.“Kau yakin malam ini? Bukankah banyak hewan buas yang keluar pada malam hari?”Riku memandangnya dengan tatapan menghina.“Jadi, kau takut?”Demi menghadapi ta
Sementara itu, Riku dan Teera.“Baik. Em…kita mulai dari mana dahulu ya?” tanya Teera.“Kau sendiri yang bilang kalau kau hebat dalam berdiskusi!? Jangan tanya aku.”“Oke, sebentar.”Teera berpikir sejenak.“Oke. Pertama, apa yang diinginkan kerajaan dari dirimu?” tanya Teera.“Em….”“Entahlah Teera, aku pun tidak tahu.” Jelas Riku.“Tidak mungkin tidak ada sesuatu yang penting darimu, yang sampai membuat pasukan kerajaan menyerang.” Tegas Teera, Riku pun hanya menganggukkan kepala.“Kau benar. Bahkan sampai kakek berusaha begitu keras untuk menolongku.” Ucapnya sedih, ia masih memikirkan kakeknya.“Apapun hal itu. Aku yakin kakekmu tahu sesuatu, begitu pula dengan Morgan.”Riku terlihat memadatkan kepalan tangannya, wajahnya mengkerut penuh amarah.“Morgan…” uc
“Bicaralah.” Tegas teman Rengga. “Aku tidak bertanggungjawab jika tubuhmu hancur setelah ini.” Rengga merendahkan tubuhnya, mendekatkan dirinya kepada sosok tersebut. Dengan pukulan yang cukup keras, rupanya sosok tersebut masih sadar, namun nampak terduduk kesakitan dan tidak mampu berdiri. Semakin dekat Rengga memastikan, yang ia lihat hanya sebuah senyum tipis dari sosok tersebut. “Siapa kau? Bicaralah.” Tegas Rengga. Sosok tersebut hanya mengangkat kedua tangannya, dan memperlihatkan seyumnya kepada mereka berdua. Teman Rengga yang tidak suka melihat wajah itu, langsung bergerak menghantamnya. “Tunggu!” teriak Rengga, namun telat. “15 kali.” Pukulan itu pun melesat bebas menghantam sosok tersebut, bumm. Tepat setelah pukulan tersebut kembali diangkat, tidak ada siapapun disana. Kepala Rengga dan temannya seketika terasa begitu pusing, penuh getaran, seperti diputar secara paksa. Hal itu terjadi dalam sekejap saja, setelah itu hilang. “Memang kekuatan yang mengerikan.” R
Lima belas menit berlalu semenjak Rengga pergi. Teera masih melakukan pemanasan, tubuhnya sudah dibanjiri keringat, namun belum ada tanda Riku sudah menyelesaikan makannya.“Kemana Riku? Padahal hanya makan sayuran, kenapa dia bisa selama ini.”“Apa dia memang selemah ini dengan sayuran?”Setelah menyentuh dua puluh menit, Teera menghembuskan nafas, menyerah.Sepertinya aku terlalu memaksa dia, akan kulihat apakah dia pingsan atau sejenisnya. Gumam Teera.Namun, baru beberapa langkah, Riku datang, dan ya – wajahnya seperti mau mati mencoba menelan banyak sekali sayuran.“Ayo latihan, huekk.” Ucapnya menahan mual.Teera yang melihatnya hanya tertawa ringan.“Telan dulu semua itu, baru kita latihan.”Riku dengan mata yang sudah basah dan keringat dinginnya, langsung menelan semua sayuran hijau itu, huekkk.Selepas membasuh wajah, ia kembali datang ke Teera dan sudah siap untuk latihan. Namun, tidak butuh waktu lama ia menyadari bahwa tidak ada Rengga.“Hei Teera. Dimana kakekmu? Bukanny
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments