Lintang, seorang pendekar agung yang telah gugur, terlahir kembali secara misterius ke dalam tubuh seorang anak kecil berkulit biru bernama Kusha Warta. Terbangun di dunia yang sama sekali berbeda, Lintang harus beradaptasi dengan tubuh lemahnya, masa kecil yang penuh diskriminasi, dan kehidupan baru di tengah keluarga bangsawan. Namun, dunia baru ini menyimpan banyak bahaya dan konspirasi. Sambil menyembunyikan identitas lamanya, Lintang mencoba melindungi orang-orang yang mencintainya, termasuk sang kakak Balada, dan perlahan-lahan meniti kembali jalannya menuju puncak kekuatan sejati untuk membongkar kebenaran di balik kematiannya, kelahirannya kembali, dan musuh yang kini mengintai dari balik bayang-bayang kerajaan.
Lihat lebih banyakSetelah lama tertidur akibat kematian, saat ini untuk pertama kalinya Lintang kembali membuka mata.
Namun dia membuka mata dengan perasaan aneh di mana di sekujur tubuhnya seperti terdapat banyak luka.
Terlebih Lintang merasa seakan dia telah tertidur sangat lama hingga kedua kelopak matanya sulit sekali terbuka.
“Ada apa ini? Mengapa seluruh persendianku amat sakit? Apa mungkin aku telah mengalami penyiksaan? Ah tidak mungkin, bukankah terakhir kali kuingat diriku masih berupa ruh?” gumam Lintang mulai meracau.
Lintang terbangun di sebuah kamar berdinding kayu dengan satu lentera kecil tergantung di dekat pembaringan.
Tidak ada apa-apa di sana selain meja kayu sederhana yang di atasnya terdapat sebuah poci tanah liat lengkap dengan cangkir berbahan bambu.
Ada juga sepasang pedang lusuh yang menempel pada salah satu dinding dengan posisi menyilang sehingga tampak seperti hiasan.
Tapi Lintang tidak peduli, dia kini sedang menitikan air mata teringat dengan semua kenangan keluarganya.
Lintang belum sadar bahwa dirinya hidup kembali dan sedang berada di tubuh seorang anak kecil.
“Ayah, ibu, Sari, Tari, Rani, Rara,, Arga, Sugi, Ayu, bagaimana keadaan kalian?” ucap Lintang lirih dipenuhi linang air mata.
“Jagat, Asgar, Limo,” gumam Lintang.
Dia masih terbaring bingung, menatap kosong pada langit-langit, membayangkan wajah semua keluarga yang pasti sedang bersedih akibat kematiannya.
Namun sesaat kemudian lamunan pemuda itu seketika buyar dikejutkan oleh sebuah suara keras dari balik pintu kamar.
“Oiii, Kusha! Aku tahu kau sedang menangis. Dasar cengeng! Ayo cepat bangun, ibu memanggil kita keruang makan.” Teriak seorang anak lelaki berusia 14 tahun yang entah siapa.
“Kusha? Siapa Kusha? Mengapa ada suara seorang bocah? Bukankah di sini tidak ada siapa-siapa selain aku?” Lintang mengerutkan kening tidak mengerti.
Dia mulai sadar bahwa dirinya ternyata sedang berada di sebuah ruangan yang entah di mana. Yang pasti Lintang tidak lagi terkurung dalam kegelapan semesta.
“Rasa sakit? Bernapas? Detak jantung? Apa mungkin aku hidup kembali?” gumam Lintang melebarkan mata.
Dia kemudian segera meraba dada, memastikan bahwa detak jantung yang ia rasakan bukanlah mimpi.
Dan benar saja, Lintang ternyata kembali memiliki jantung, membuat pemuda itu tertawa terbahak bahak.
“Hahahahahaha, aku hidup! Aku hidup! Yosh! Aku hidup lagi!” Lintang meracau berlompatan di atas pembaringan.
Dia berlompatan senang layaknya seorang anak kecil tanpa peduli pada teriakan yang terus memanggil nama Kusha dari luar kamar.
“Dasar gila! Apa mungkin dia mengalami gegar otak akibat benturan?” umpat seorang anak lelaki di luar kamar.
“Oii, Kusha, cepat buka pintu! Ayah dan ibu sudah menunggu kita, ayo cepat keluar!” bentak anak tersebut.
“Kusha? Dasar bocah nakal! Siapa dia? Mengapa anak itu terus berteriak ke dalam kamar?” gumam Lintang.
Karena merasa heran, Lintang pun lantas mengedarkan pandangan, menyusuri setiap sudut ruangan memastikan barangkali ada anak bernama Kusha di sana.
Tapi sekeras apa pun Lintang mencari, di dalam kamar tetap saja tidak ada siapa pun selain dirinya.
“Aneh! Di sini tidak ada siapa-siapa?” gumam Lintang mengerutkan kening.
Namun anak lelaki tadi kembali berteriak, kali ini suaranya lebih kencang membuat Lintang sakit kepala mendengarnya.
Merasa kesal kepada anak itu, Lintang pun lantas menanggapi teriakannya.
“Oiii bocah! Siapa kau? Mengapa terus memanggil nama Kusha?” seru Lintang.
“Dasar tengik! Berani kau memanggil aku bocah? Ayo cepat keluar, ibu sudah menunggu kita sedari tadi!” balas sang anak lelaki dengan umpatan.
“Ibu?” Lintang duduk di pembaringan, menyandarkan punggung pada dinding dipan sembari mengangkat tangan berniat mengurut keningnya yang terasa sakit.
Namun sebelum tangannya tiba menyentuh kening, Lintang langsung terperanjat kaget melebarkan mata.
Dia tidak percaya menyaksikan tangan yang seharusnya kekar entah mengapa menjadi begitu kecil layaknya tangan anak-anak.
Dan ketika diraba kulitnya terasa begitu lembut bagaikan bayi. Terlebih dia memiliki kulit berwarna biru tua membuat Lintang semakin terkaget keheranan.
“Ini ...? A-a—ada apa de-dengan ta-tanganku?” Lintang terbata.
Mengira semua itu hanya ilusi, Lintang pun lantas memeriksa kaki, tubuh, serta meraba wajahnya, memastikan bahwa dia tidak sedang terjebak dalam ajian seseorang.
Tapi seberapa kali pun pemuda itu memeriksa, tubuhnya tetap tidak berubah membuat dia langsung berteriak panik.
“Kyaaaaaaaaa, ti-tidakkkkk! Aku tidak mau! Mengapa tubuhku menjadi anak kecil seperti ini, ayahhhhh, tidakkkkk! Siapa pun tolong aku!” Lintang menjerit histeris.
Dia kembali meracau seperti orang gila, tapi racauannya kali ini bagaikan seorang yang sedang tersakiti membuat anak lelaki di luar kamar langsung mendobrak pintu sangat khawatir.
Setelah menyaksikan pertarungan Lintang, Lampar segera pergi menuju pasar Katumenggungan untuk memberi laporan kepada Ki kali.Sementara tugas menjaga keluarga Lintang diserahkan kepada Danu dan dua pendekar lain.Ki Kali tentu langsung terperangah mendengar laporan Lampar karena hal itu sangat mustahil dapat dilakukan oleh seorang bocah berusia 7 tahun.Dia memang tahu Lintang jenius dalam bidang pengobatan, tapi tidak mengira bahwa bocah itu juga ternyata seorang pendekar hebat.Berita tentang kemampuan Lintang juga langsung dilaporkan Ki Kali kepada pangeran Mangkukarsa membuat putra mahkota kerajaan Manggala tersebut semakin tertarik kepada Lintang.Setelah mendengar itu, pangeran Mangkukarsa segera menambah jumlah pendekar untuk melindungi Lintang. Dia tidak mau anak jenius seperti Lintang jatuh ke tangan kelompok jahat karena akan membahayakan dunia.Pangeran Mangkukarsa sangat yakin bahwa Lintang di kemudian hari akan menjadi legenda. Sehingga dari sejak dini dia berniat memula
Sebagai seorang kakak, tidak ada yang paling membahagiakan selain saat menemukan seorang adik yang sangat berbakat.Termasuk Balada kepada Kusha, dia sangat begitu bangga sehingga sulit diungkapkan dengan kata-kata.Bahkan andai Kusha mengizinkan, Balada ingin sekali segera memberitahukan hal ini kepada kedua orang tuanya.Mereka pasti akan sangat senang bahwa telah memiliki seorang putra seperti Kusha.Namun sayang, Kusha melarang Balada melakukan itu dengan alasan ini belum saatnya.Lintang pernah berkata bahwa potensi diri yang berlebihan bisa membawa petaka.Maka dari itu dia meminta Balada agar merahasiakannya terlebih dahulu sampai mereka berdua tumbuh menjadi pendekar hebat yang dapat melindungi keluarga.“Apa yang akan kita lakukan terhadap mereka, Kusha?” tanya Balada sembari menunjuk ke arah Burok Lawe yang masih terkapar.Sementara Balada sendiri telah kembali bangkit karena semua lukanya sembuh berkat ramuan Lintang.“Terserah kakak saja,” Lintang tersenyum lembut.“A-aku?
Lampar dan ketiga pendekar lain sungguh tidak percaya dengan apa yang mereka saksikan.Sosok Kusha benar-bener sangat misterius di mata mereka, bahkan apa yang Kusha tunjukan sekarang bukanlah teknik bertarung sembarangan karena tidak ada satu pun pendekar yang mampu menganalisa kelemahan lawan secepat dan seakurat itu.“A-a—apa dia sungguh manusia?” tanya Danu terbata.“A-aku juga tidak tahu, yang pasti ti-tidak ada manusia yang memiliki kecerdasan seperti itu,” jawab Lampar yang juga ikut terbata.Dia dapat melihat dengan jelas bagaimana Lintang menekan titik saraf dan jalur energi lawan.Hal itu membuktikan bahwa Lintang pastilah seorang pendekar. Tapi anehnya, Lampar dan para pendekar lain tidak bisa menemukan adanya energi apa pun di tubuh Lintang.Ini merupakan sebuah misteri besar yang sangat ingin mereka pecahkan.“A-apa mungkin dia titisan seorang dewa?” tanya pendekar lain.“Itu mungkin saja Waso, ta-tapi bukankah dewa tidak pernah turun ke dunia?” Lampar mengurut keningnya
Secara ajaib, rasa sakit dari semua luka Balada seketika sirna, membuat pemuda itu kembali dibuat terkejut olehnya.“Kakak tidak perlu bertanya dulu ya. Sekarang kakak istirahatlah di sini. Mereka biar Kusha yang hadapi,” tutur Lintang dengan nada tenang.“Ta-ta—tapi adik kecil,” Balada berniat mencegah Lintang karena khawatir.Tapi bocah itu tidak memperdulikan kakaknya di mana Lintang langsung melangkah maju mendekati bibir sungai menyambut kedatangan Santana yang sangat marah.“Ka-kau?” Santana mengigit bibir dengan mata berkilat geram terhadap Lintang.Dia juga sebetulnya terkejut mendapati bocah kecil itu bisa menahan serangannya.Tapi amarah di hati Santana lebih besar dari keterkejutannya. Sehingga dia bertekad akan menghabisi Lintang terlebih dahulu sebelum Balada.“Hahahahaha, Kenapa? apa kau kaget, Pemuda sialan!” nada bicara Lintang tiba-tiba berubah layaknya orang dewasa membuat bulu kuduk Santana seketika berdiri mendengarnya.Namun amarah di hati Santana tetap tidak meng
Setelah menarik napas panjang, Burok Lawe dan semua temannya kembali berlesatan menyerang.Tapi kali ini mereka maju bersama Santana membuat kekuatan kelompok itu menjadi semakin besar.Ahasil, Balada pun terpojok dalam waktu singkat. Bahkan di tubuhnya kini terdapat banyak sayatan luka.Darah mengucur dari tangan, kaki, dan punggung pemuda itu sehingga kekuatan Balada berangsur melemah, membuat dia kesulitan melihat arah gerakan lawan.Hingga pada akhirnya, Balada terkapar tidak berdaya. Dia terlempar jauh setelah menerima tendangan keras dari Santana.“Hahahaha, sudah kukatakan. Kau tidak akan pernah mengalahkanku, Balada,” Santana tertawa senang.Begitu pula dengan Burok Lawe dan para pendekar lain.Awalnya Burok Lawe dan para pendekar tersebut segan terhadap Balada. Bahkan mereka sempat ketakutan dengan jurus pedang yang dikeluarkan lawan.Namun setelah melihat Balada kalah, rasa segan dan takut para pendekar itu sirna berganti kesombongan ingin menghabisi Balada dan adiknya.“Bag
Brak!Anak muda tadi jatuh tersungkur menghantam permukaan tanah, tapi dia dengan cepat kembali berdiri dengan mata berkilat penuh amarah.“Bangsat! Siapa ka-kau ...?” anak muda itu berteriak keras memaki yang menyerangnya.Namun ketika melihat Balada, dia mulai ragu hingga tidak mampu berkata-kata.Sementara semua temannya serentak melebarkan mata terkejut bukan buatan.Semua orang tahu bahwa Balada adalah pemuda yang jenius dalam bidang bela diri.Sosoknya sangat disegani oleh semua anak di desa Sunjaya. Termasuk oleh kelompok pemuda tadi.Mereka tidak tahu Balada telah pulang karena selama beberapa minggu ini, para pemuda itu bersembunyi di perguruannya takut perbuatan mereka terhadap Kusha tempo hari diketahui oleh saudagar Weda.Tapi ketika tidak ada kabar berita tentang Kusha, mereka pun kembali turun gunung untuk memastikan bahwa aksinya tidak pernah diketahui orang lain.Dan ternyata benar, mereka kembali menemukan Lintang di tepi sungai. Namun ketika akan kembali mencelakainy
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen