Share

-18-

Pemuda kencur itu kembali ke biliknya untuk bersalin pakaian mengenakan beskap dan celana gombroh hitam. Dia tak perlu membawa apa pun. Segala yang dia miliki di rumah itu adalah pemberian Warok Sastro—hasil dari menjual tubuhnya. Endaru tak ingin terikat dengan kehidupannya yang kelam selama di sana.

Dia melepas kaca semprong lampu minyak di meja, meniup apinya hingga padam, dan mengusapkan jemari untuk mengambil jelaganya. Dengan keberanian dan ketakutan yang saling menggelegak, dia usapkan jelaga itu menutupi wajah.

Endaru berburu dengan waktu. Beberapa saat lagi kembang fajar akan mekar. Dia berlari menuju halaman belakang, memanjat pohon asam, melompat dari batang terdekat ke pagar, lalu merayap ke bawah.

“Enes, aku melihatmu! Jangan kau coba untuk kabur lagi!” teriak penjaga regol—seorang pria tua dengan satu kaki yang pincang.

Tubuh Endaru terguling ke rerumputan basah karena kehilangan pijakan. “Ah, sial! Si pincang i

Tias Yuliana

menurut kalian, Endaru berhasil tidak dalam pelariannya kali ini?

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status