LEGENDA KAMESWARA

LEGENDA KAMESWARA

last updateHuling Na-update : 2025-01-31
By:  Nandar HidayatKumpleto
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
3 Mga Ratings. 3 Rebyu
342Mga Kabanata
11.0Kviews
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Perhatian: cerita silat klasik berlatar kerajaan di Nusantara. Alur agak lambat. Sering direndahkan orang, bahkan sampai mendapat perlakuan kasar. Ditambah misteri kematian orang tuanya yang tergambar lewat mimpi. Membuat dia bertekad untuk menjadi pendekar yang sakti mandraguna. Dengan semangat yang membara, dia berjuang agar menjadi pendekar untuk membalas dendam atas kematian orang tuanya dan menjadi legenda di dunia persilatan.

view more

Kabanata 1

Bab 001

Kameswara keluar dari rumah kecilnya kemudian menutup rapat pintu rumahnya. Di sudah berpakaian sangat rapi dan gagah.

"Mau kemana, sepagi ini kau sudah tampak rapi?" tanya Surya Kanta yang keheranan melihat bocah yang baru berumur delapan tahun itu.

Surya Kanta adalah tetangga sebelah Kameswara. Dia merasa kasihan karena di usianya yang masih anak-anak, Kameswara sudah sebatang kara.

"Hari ini perguruan Sangga Buana menerima murid baru," jawab Kameswara dengan gembira.

Sifat bocah ini memang periang, selalu tampak gembira. Hampir tak pernah melihatnya mengeluh atau bersedih. Sehingga banyak orang yang suka.

Surya Kanta kerutkan kening mendengar jawaban Kameswara. "Percaya diri sekali bocah ini, padahal dia mempunyai kualitas tulang paling rendah," batinnya.

"Mau jadi pendekar, ya?"

"Iya, Paman, terpaksa hehehe...!" Kameswara garuk-garuk kepala.

"Terpaksa?" Surya Kanta makin mengerenyit keningnya.

"Aku selalu ditindas, Paman. Mentang-mentang aku orang lemah," kali ini Kameswara memasang muka murung.

Rasa kasihan terhadap anak itu makin bertambah. Memang benar yang dikatakan Kameswara.

Dia juga sering melihat anak-anak sebayanya menghina dan menindas Kameswara.

Kameswara anak baik. Karena sebatang kara, dia mencari makan dengan cara membantu para tetangga yang membutuhkannya termasuk Surya Kanta. Dia termasuk anak rajin dan pekerja keras.

"Ya, sudah, aku doakan semoga kau berhasil!"

"Terima kasih, Paman!"

Kameswara berlalu dari hadapan Surya Kanta. Dia hendak menuju lereng gunung Cakrabuana yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.

Di lereng gunung itu tempat berdirinya perguruan Sangga Buana yang kabarnya membuka penerimaan murid baru.

Kameswara ingin jadi murid perguruan yang sudah terkenal ti tatar Sunda-Galuh itu. Seperti yang dikatakannya tadi, alasannya karena tidak ingin ditindas lagi.

Dia sudah kebal dengan segala hinaan dan caci maki karena kondisi fisiknya yang tidak bisa belajar ilmu silat.

"Hei, anak lemah!"

"Dasar sampah!"

"Tak berguna, mau jadi apa nantinya?"

Kalau cuma hinaan dan cacian yang keluar dari mulut, dia tidak menghiraukannya. Dia selalu membalas dengan senyum seolah tidak terjadi apa-apa.

Biarkan saja mereka mengoceh. Toh sama saja ocehan itu tidak berguna baginya. Tapi kalau hinaan itu sudah menjurus ke perlakuan atau tindakan buruk dan semena-mena. Itu lain lagi ceritanya.

Tidak jarang karena Kameswara selalu cuek atas hinaan yang diterimanya telah menyulut kemarahan orang yang mengejeknya.

Akhirnya anak-anak itu melakukan tindakan kekerasan, seperti memukul dan menendang. Tubuh Kameswara yang lemah dalam hal ilmu silat tak mampu menahan serangan itu.

Dia hanya pasrah saja ketika tubuhnya dihujani pukulan dan tendangan.

Karena hal itulah Kameswara tidak mau diperlakukan seperti itu lagi. Maka, terpaksa dia harus jadi pendekar.

Perjalanan menuju gunung Cakrabuana memakan waktu lumayan lama. Bisa sampai setengah hari.

Sepanjang jalan Kameswara selalu ceria, menyapa setiap orang baik yang dikenalnya atau tidak.

Kadang-kadang dia tidak sungkan-sungkan membantu orang yang kebetulan membutuhkan.

Seperti mengatur hewan ternak, membawakan barang seorang kakek yang sudah tidak kuat lagi mengangkat beban. Dan hal baik lainnya.

Jika di antara mereka ada yang memberinya imbalan, maka Kameswara menolak pemberian itu dengan sesopan mungkin. Namun, jika ada yang memaksa, maka dia pun terpaksa menerima.

"Mau kemana, Kameswara?"

"Ke lereng, Ki!"

"Oh, hati-hati, Jang!"

"Terima kasih, Ki!"

Tak terasa karena sepanjang jalan selalu gembira, seolah-olah hendak bertemu dengan orang istimewa. Akhirnya Kameswara sampai di bawah lereng gunung Cakrabuana.

Ternyata banyak orang yang hendak naik ke lereng itu. Jumlahnya sampai ratusan. Rata-rata mereka seumuran dengannya, dan diantar oleh orang tua atau kerabatnya.

Mereka sangat antusias ingin menjadi murid perguruan Sangga Buana. Begitu juga Kameswara.

Dia merasa percaya diri walaupun banyak orang bilang kualitas tulangnya tak kan mampu kalau dia belajar silat.

"Mencoba adalah pengalaman," gumamnya menirukan sebuah pepatah.

Jalan menuju lereng tampak menanjak. Lama-lama kaki Kameswara terasa pegal. Walaupun sering kerja keras, tapi kalau jalannya nanjak terus, ya, capek juga. Lalu dia menepi ke pinggir jalan.

Kameswara melepas lelah dengan menyandar ke sebuah pohon. Orang-orang lain yang melihatnya menertawakan dirinya.

"Payah, hahaha...!"

"Wah, anak lemah. Jangan mimpi!"

"Baru belajar berjalan sudah lempoh!"

"Memalukan!"

Tapi Kameswara sama sekali tak peduli dengan semua ejekan itu. Dia menunggu sampai tenaganya kembali pulih. Dia minum air yang dibawanya dalam kantong perbekalan.

Setiap orang yang lewat dan melihatnya tak henti-hentinya menertawakan Kameswara. Anak ini tetap cuek, sama sekali tidak tersulut emosinya.

Setelah menempuh jalan yang menanjak beberapa lamanya, akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Air minum perbekalannya hampir habis.

Orang-orang yang hendak mendaftar itu menuju sebuah lapangan besar yang dikelilingi oleh beberapa bangunan yang berdiri megah.

Seorang penjaga pintu masuk memberikan Kameswara sebuah lencana tanda antrian.

Kebanyakan calon murid semuanya anak seumuran Kameswara. Walau masih ada juga yang lebih tua atau lebih muda, tapi jumlahnya hanya sedikit saja.

Cukup lama menunggu, akhirnya giliran Kameswara maju ke tempat seleksi yang pertama.

Yaitu pemeriksaan kualitas tulang. Sambil tersenyum ramah, Kameswara menghampiri seorang kakek yang duduk di belakang meja.

"Sampurasun, Kek!"

"Rampes!" Si kakek yang menjadi petugas pemeriksa kualitas tulang membalas dengan senyum lembut dan berwibawa. Namanya kakek Ranu Baya.

"Kek, apa saya bisa jadi murid di sini?" tanya Kameswara antusias sambil terus tersenyum.

Terdengar beberapa anak mengejeknya di belakang.

"Mari, aku periksa dulu tulangmu, ya, Nak!"

Pertama kakek Ranu Baya memandangi Kameswara dari atas ke bawah. Kemudian tangannya meraba dari pundak hingga kaki. Wajah si kakek menunjukkan kesedihan. Tapi Kameswara tetap tersenyum.

"Waduh, siapa namamu?"

"Kameswara!"

"Kameswara, sayang sekali jenis tulangmu tidak mendukung,"

"Memangnya tulang saya seperti apa, Kek?" Sama sekali Kameswara tidak menunjukan raut muka sedih.

"Kamu memiliki jenis tulang Jelata yang tidak akan mampu menjadi seorang pendekar,"

Seketika terdengar riuh suara mengejek di belakang Kameswara.

"Terus harus seperti apa syaratnya?"

"Minimal memiliki jenis Tulang Tembaga tingkat tiga,"

Kameswara manggut-manggut, tidak peduli suara cemoohan di belakang sana. Diam-diam kakek Ranu Baya kagum melihat sikap Kameswara yang tahan terhadap hinaan.

"Kapan lagi ada penerimaan murid baru, Kek?"

"Dua tahun lagi!"

"Kalau begitu baiklah, dua tahun lagi saya datang lagi!"

Si kakek tersenyum ramah sebelum Kameswara memberi salam pamit. Ketika anak delapan tahun ini melangkah meninggalkan lapangan, tak henti-hentinya hinaan dan ejekan diarahkan padanya.

Tapi dia tetap cuek. Malah sengaja tersenyum terhadap orang yang menghinanya. Ternyata sikapnya itu telah menyulut kemarahan seorang anak yang sering menindasnya.

Anak bernama Kupra ini berdiri menghadang jalannya Kameswara. Dua orang teman Kupra tampak berdiri di samping kanan kirinya.

"Hei, makhluk lemah! Sudah tak berguna, masih saja bersikap sombong!"

Kameswara tetap cuek. Dia malah garuk-garuk kepala membuat Kupra semakin naik darah. Dia maju mendekati Kameswara.

"Tidak tahu malu, tidak tahu diri, rasakan ini!"

Tinju Kupra melayang menghantam wajah Kameswara. Anak ini langsung tersungkur. Semua anak lain yang melihatnya tak ada satupun yang melerai atau menolong.

Kejap berikutnya Kupra bersama dua temannya menendang-nendang Kameswara dalam keadaan meringkuk di tanah.

Kameswara berusaha menahan rasa sakit di badannya. Dia tak bisa menjerit karena pukulan dan tendangan bertubi-tubi menghujani tubuhnya. Sampai anak ini tak bisa berkutik lagi.

Pada saat itu tiba-tiba datang seseorang menghentikan perbuatan mereka. Seorang lelaki muda berumur dua puluh tujuh tahun. Dia salah satu murid senior perguruan Sangga Buana.

"Ada apa ini?"

"Dia anak lemah tidak berguna tidak pantas berada di sini!" tuding Kupra ke arah Kameswara.

"Apa salah dia?"

"Pokoknya dia tidak pantas jadi murid perguruan ini. Hanya akan membuat malu saja!"

"Aku tanya apa salah dia?" suara lelaki itu agak keras sambil menatap tajam wajah Kupra.

Seketika Kupra jadi kelu merasakan hawa yang menekan dirinya dan juga dua temannya.

"Apakah dia menyakitimu, mencuri barangmu?"

Mendadak jadi sepi. Orang-orang di sekitar tempat kejadian itu juga tampak terdiam.

Murid senior yang bernama Prayoga ini mendekati Kupra yang tampak mengerutkan badan karena takut.

"Aku tanya, untuk apa kau ke sini?"

"Menjadi murid perguruan, Paman!"

"Kenapa ingin jadi murid di sini?"

"Ingin jadi pendekar!"

"Bagaimana sifat seorang pendekar?"

"Membela kebenaran, membasmi kejahatan!"

"Apakah dia jahat?" Prayoga menunjuk Kameswara yang masih meringkuk.

Kupra terdiam. Prayoga memandang dua teman Kupra lalu bertanya. "Terus apalagi sifat seorang pendekar?"

"Menolong dan melindungi yang lemah,"

Prayoga pelototkan matanya hingga wajahnya tampak menyeramkan bagi Kupra dan kedua temannya.

"Katanya dia anak lemah, tapi mengapa kau menganiayanya, bukan menolong atau melindungi? Berarti kalian tidak memiliki sifat pendekar. Kalian sama saja dengan orang jahat yang harus dibasmi!"

Tiga anak ini jadi ketakutan setengah mati.

***

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

Higit pang Kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

user avatar
Eskael Evol
trmksh karya indah author, pantas dpt bintang lima............
2025-01-24 05:12:01
1
user avatar
Eskael Evol
bagus ceritanya ringkas padat jelas tidak bertele-tele good job.........
2025-01-20 17:05:26
1
user avatar
Nandar Hidayat
Selamat menikmati, novel ini sudah disiapkan sampai tamat. Terima kasih atas dukungannya.
2024-12-02 09:48:00
3
342 Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status