Share

BAB 13 Seni Tenaga Dalam Bernama Imdok

“Kenapa Tuan mengajarkan ilmu berbahaya itu?”

Amon berdiri, “Dengar L, Dengan kemampuan kakakmu, butuh setengah tahun hanya untuk menguasai imdok level pertama. Kita tidak punya waktu untuk menunggu selama itu, kita akan berburu uang.”

“Tuan tidak perlu menyuruhnya untuk ikut kan?”

Amon tersenyum, “Salah..ini akan jadi latihan yang baik untuk bocah itu!” Limey hendak berbicara lagi, tapi tangan Amon sudah mengulur mencegah, “dengar L, aku masih ingat perjanjian kita. aku akan menjadikan bocah itu muridku, seperti yang kamu minta. Aku gurunya, aku tahu yang terbaik!” lalu Amon segera mengambil pedang buntungnya, memandang ke arah Limey yang masih memandangnya dengan mata seperti memohon.

Pemuda itu mendesah, rasanya semakin merepotkan membawa perempuan dalam hidupnya. Lalu, dengan bersikap cuek, Amon pun pergi keluar.

Di depan pintu Amon bertemu Kinan yang baru selesai mandi dan hendak naik ke atas, tangan Amon langsung meraih lengan Kinan. Kinan yang kebingungan terseret seperti kemarin.

Kinan dan Amon kembali ke tempat kemarin mereka latihan. Amon menancapkan pedang buntungnya dengan tenaga dalam hingga terpancang di tanah. dipandanginya Kinan.

“Bocah, dengar! Sebelum kita latihan, aku akan menerangkan sejelas-jelasnya. Di dalam ilmu silat, ada sembilan aliran tenaga dalam. Disebut imdok, kemarin aku sudah menjelaskannya padamu kan. Si, Tian, Um, Ten, In, Sul, Ci, Ro, Len,” Amon melihat ke arah Kinan yang mengangguk, lalu dilanjutkan kembali omongannya,

“dan untuk membukanya diperlukan latihan. Atau yang paling cepat, menotok lima titik nadi. Untuk membuka, bila membuka tingkatan imdok ke 2 kita membuka 7 titik, kalau ke 3 membuka 9 titik. Begitu seterusnya. Aku sudah menjelaskannya padamu kemarin kan?” sekali lagi Kinan mengangguk.

“Masalahnya adalah, tubuh manusia hanya bisa membuka sampai imdok ke 2. dan selebihnya dia harus melatih tubuhnya sendiri untuk mencapai imdok selanjutnya. Artinya, aku hanya bisa membuka titik imdok kamu sampai level 2, setelah itu, kamu harus berlatih untuk membuka level imdokmu berikutnya.” jelas Amon, “dan asal kamu tahu, di dunia ini level tertinggi, yaitu imdok 9 hanya dicapai oleh sedikit orang, karena sulitnya latihan imdok tersebut.”

“Guru, boleh aku tanya?”

“Apa?”

“Kenapa hanya bisa dibantu membuka level 2. Bukankah akan lebih cepat membuka seluruh imdok sekaligus?”

“Pertanyaan bagus bocah. Dengarlah, sebenarnya tubuh manusia aliran darahnya seperti aliran sungai. Membuka level imdok seperti memberikan banjir pada aliran darah. Coba bayangkan kalau terjadi banjir besar, apa yang terjadi?”

“Hm, air mengalir kemana-mana?”

“Tepat. aliran air akan tidak terkendali, akan menghanyutkan, melimpah kemana-mana. Nah, begitupun tubuh manusia, level maksimal yang bisa ditahan oleh aliran darah atas derasnnya tenaga dalam hanya di level dua. Bila lebih dari itu, tubuhnya jebol dan yang terburuk kau akan meledak oleh aliran tenaga dalam dari tubuhmu sendiri.” terang Amon.

“Itu mengerikan…” Kinan menjadi bergidik sendiri.

“Benar. itu sebabnya, setiap orang harus bisa melepaskan level imdoknya sendiri. karena tubuh sudah terbiasa dengan tenaga dalamnya, dan tubuh sudah bisa mengikuti aliran tenaga dalam yang berada di dalam tubuh. Setiap mencapai peningkatan level, kuncian imdok dalam tubuh manusia akan terbuka sendiri.”

Kinan mengangguk-angguk, lalu kemudian dia menatap kembali gurunya, lantas bertanya kembali dengan perasaan ingin tahu. “ Kalau imdok guru, level berapa?”

“Lima. Itu adalah ukuran para pesilat.” Amon bangkit, lalu mendekat ke arah Kinan, “Mana tanganmu, kemarikan!”

Kinan memberikan tangannya, Amon menotok beberapa jalur, pada kedua tangan Kinan. Mendadak Kinan merasa tubuhnya panas. Ada aliran tenaga dalam masuk. Lalu kemudian rasa panas itu berubah menjadi rasa sejuk, setelahnya panas lagi. Kinan merasakan tekanan seperti hari kemarin ketika imdoknya di buka. Lalu Amon segera menuju punggung Kinan, menotok beberapa titik. Kinan merasa sakit yang teramat, seperti ada gelombang yang masuk ke dalam tubuhnya. Kinan semakin merasa panas, tubuhnya seperti meronta dan aliran darahnya menjadi kencang.

Lalu seperti yang kemarin diberitahukan Amon, Kinan mengatur napasnya. Uap panas keluar dari kepala Kinan. Aliran semakin sejuk, Kinan merasa senang, lalu kemudian tubuhnya mendadak terasa seperti terbakar api, Kinan menjerit. Amon memegang lengannya.

“Tahan!!!:”

“Panassss guru…panassss!!” Kinan menjerit, dia dapat merasakan degup jantungnya seperti hendak pecah.

“Tahan!” Amon segera menyalurkan prana tenaga dalamnya. Kinan merasa tubuhnya seperti terbakar. Jantungnya berdetak keras. Amon menyalurkan terus prananya. Kinan semakin kelabakan.

“AAAARG, panasssss guru!!!” jerit gadis tersebut.

“Tahan!!” belum selesai bertindak, Kinan muntah darah. Amon segera menotok beberapa nadi Kinan. Kinan lemas, dan terjatuh pingsan.

**

Kinan membuka matanya. Dia melihat Limey di sampingnya, mengelap dengan kain kompres ke wajahnya. Paras Limey pucat dan cemas, mata adiknya itu terlihat mendung.

“Limey?” Kinan berbisik memanggil kebingungan.

“Tadi Amon membawa kakak kesini, pingsan.” Suara Limey terdengar bergetar.

Kinan bangun, dadanya terasa sakit, Kinan terbatuk dan muntah darah, sedikit.

“Kak! Jangan memaksakan diri!”

Kinan tersenyum, lalu batuk lagi, ucapnya dengan terpatah-patah, “Aku-masih hidup?”

“Syukur kakak masih hidup. Waktu dibawa kesini, aku cemas sekali!” ucap Limey dengan wajah pedih.

“Aku membuka imdok, tapi sepertinya jantungku nggak kuat…arg,”

Pintu penginapan lagi-lagi menjeplak terbuka. Amon membawa segelas kecil ramuan dan segera mendekat ke arah Kinan, “Minum dulu, “ perintah Amon.

Kinan minum dari gelas tersebut, dibantu Limey. Kinan sekali lagi batuk, tapi segera reda. Limey membantu Kinan untuk berbaring.

“Biarkan dia tidur.” Ucap Amon pada Limey yang masih duduk di sisi kakaknya.

Limey menangguk, lalu kemudian menyelimuti Kinan. Gadis bermata biru itu lantas mengalihkan pandangannya pada Amon yang sedang duduk di sisi tidak jauh dari tempat tidur.

Amon meletakkan gelas ke atas meja. Duduk dan mengambil gelas lain untuk minum. Limey memandang ke arah Amon.

“Tuan?”! Limey hendak mengutarakan protesnya.

“Diamlah dulu!!” seru Amon gusar.

Limey diam, suasana beberapa saat terasa sepi. Kinan sudah tertidur. Amon bangkit, lalu berkata, “Kamu tidak usah khawatir, bocah itu akan cepat sembuh. Aku belum membuka seluruh titik imdoknya.” dan Amon segera beranjak pergi.

**

Jatuhnya Kinan membuat Amon memutuskan untuk tidak membuka paksa imdok milik Kinan, sebagai gantinya Amon melatih Kinan menguasai imdok itu sendiri.

“Tarik napasmu, ingat bukan hanya sekedar bernapas. Tapi rasakan napas itu dengan perasaan. Rasakan semuanya.” Kinan menuruti perintah Amon, tapi salah sehingga Amon berteriak, “Salah!” Amon menjitak kepala Kinan karena melakukan kesalahan.

“Aduh, guru…sakit!!” keluh Limey sambil mengusap-usap ubun-ubun kepalanya.

“Aku sudah bilang Bocah, rasakan. Bukan sekedar bernapas!! ULANGI!”

Kinan mencoba lagi dan mencoba lagi. berkali-kali Amon memarahi karena Kinan gagal terus. Karena gerah, Kinan segera duduk bersandar kelelahan.

“Istirahat sebentar guru. Dari tadi mengulang-ulang yang sama terus….” Protes Kinan.

“Huh!” Amon mendengus kesal, pemuda itu berjalan hilir mudik, tidak sampai sepuluh menit Amon segera datang ke arah Kinan dan berkata keras, “Istirahat selesai, cepat ulangi!!”

“Cepat amat!” Kinan mengeluh.

“Jangan banyak mengeluh. Lakukan!” sentak Amon.

Sampai menjelang sore latihan tersebut tidak juga membuahkan hasil. Kinan kelelahan dan Amon terlihat gusar.

“Mana tanganmu!” sentak Amon kesal.

Langit Biru

bab baru selalu di posting pada har Jumat dan Minggu, pantengin ya

| 1

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status