Share

BAB 14 Senyo Gelap

Kinan menatap Amon dengan pandangan bingung. Kenapa tiba-tiba sang guru meminta dia mengulurkan tangan. Namun, dengan sikap tanpa curiga, gadis itu mengulurkan tangan kanannya. Amon meminta satu tangan lagi, “Yang kiri juga!”

Kinan memberikan tangan kirinya, kini kedua tangan Kinan berada dalam kekuasaan Amon.

Amon mencari sesuatu di titik nadi Kinan, lalu kemudian menekannya. Tangan Amon bersinar dan mendadak Kinan merasa seperti ada gelombang besar yang mengalir dengan cepat di perutnya, melingkar-lingkar dan terasa panas. Lalu, Kinan merasa sesuatu setajam pisau menghujam dadanya hingga membuat gadis itu menjerit.

“Sakitttt!!!!” teriak gadis itu. Alih-alih mendengar, Amon tetap memusatkan tenaganya pada kedua tangan Kinan. Kinan merasakan kejang, dan dia tidak bisa mengendalikan diri. Seolah-olah tubuhnya dipenuhi gelombang kejut yang menyerang berkali-kali. Tubuh gadis itu tersentak sentak dengan hebat.

Amon tidak melepaskan genggamannya pada kedua tangan Kinan, pemuda itu masih berkonsetrasi menyalurkan prana miliknya. Perlahan rasa sakit yang menyiksa Kinan perlahan berkurang, dan getaran hebat yang dia rasakan mulai mereda. lalu kemudian suasana terasa tenang.

Tubuh Kinan sudah banjir keringat, begitupun Amon, pemuda itu pun banjir keringat pada lengan, dahi dan lehernya.

“Sekarang coba bernapas seperti yang kuperintahkan!” ucap Amon sambil melepaskan pegangannya pada kedua tangan Kinan.

Kinan segera mengikuti perintah Amon. Mengambil posisi bersila, meletakkan tangan di depan dan bernapas sambil merasakan seluruh sel-sel yang ada di tubuhnya. Ajaib. Kinan dapat mendengar detak jantung dan denyut paru-parunya sendiri. bahkan Kinan bisa mendengar aliran darahnya mengalir di setiap pembuluh darahnya.

Kinan membuka mata, hendak berteriak berhasil tapi tangan Amon sudah mencegahnya untuk berbicara.

“Tidak perlu bicara, atur prana napasmu!” seru Amon. Kinan menurut.

Gadis itu dapat merasakan tubuhnya terasa lebih lega, luas. Seolah ada ruangan kosong dalam tubuh itu yang menunggu untuk di isi. Kinan tertegun sendiri merasakannya. Apakah ruangan tersebut?

Kinan dapat merasakan pernapasannya lega, jantungnya kuat, dan tubuhnya terasa enteng, seolah-olah dia bisa melompat setinggi-tingginya. Apakah ini yang disebut Imdok level 2, terasa luar biasa sekali.

Amon berlahan menyingkir dari sisi KInan, pemuda itu merambat pada pepohonan, lalu bersender dengan Lelah. Dengan perlahan dia menjatuhkan tubuhnya di sisi pohon. Bulir keringat besar besar menetes dari dahinya.

Menyalurkan Prana untuk membuka imdok seperti memberi sebagian kecil tenaga dalam miliknya. Demi menjaga agar Kinan tidak mengalami luapan tenaga dalam, Amon memberikan sebagian tenaga dalamnya untuk menenangkan tubuh Kinan. Efeknya langsung terasa, Amon bisa merasakan kekuatannya menyusut.

Pemuda itu lalu memutar pedangnya, dan kemudian mengambil posisi duduk seperti bertapa. Amon mengatur kembali napasnya untuk mengembalikan kekuatannya lagi. Kalau saat ini seseorang menyerangnya dengan level imdok yang sama dengannya, Amon tidak yakin bisa menang.

Ah…Amon mendesah, ternyata mengurusi orang lain itu banyak bebannya.

**

Selama sebulan Limey, Kinan, dan Amon tinggal sementara di desa tersebut. Selama itu pula Kinan sudah mencapai tahap Imdok tiga, dan pelatihannya tergolong sangat cepat. Berkat imdok tiga, Kinan sekarang mampu menggunakan ilmu meringankan tubuh. Pertama kali merasakan bisa melompat tinggi dengan mudah membuat gadis itu ketagihan. Dia berkali-kali melompati pohon, naik ke atas dahan dengan ringannya dan melompat berputar-putar dengan begitu ringan. Kinan tidak pernah menyangka bahwa sesuatu yang bernama Imdok itu malah membuat dia melampaui kemampuan para pesenam dan para pelompat indah.

Sambil membiasakan dirinya dengan imdok level tiga, Amon mengajari Kinan ilmu silat dan jurus-jurus pedang untuk membela diri. Dibanding sebelum menguasai imdok, sulit sekali menggerakkan pedang dengan ringan dan cantik, namun setelah menguasai Imdok, latihan mengangkat dan menggerakkan pedang dengan lugas mampu dilakukan Kinan.

Tepat ketika bulan baru datang, Limey mendapat informasi tentang pembunuh yang menjadi buruan mereka. Saat itu si pembunuh sedang ada di hutan pendek. Sebuah hutan kecil yang ada di ujung desa tempat mereka saat ini berada. Informasi itu tentu tidak disia-siakan Limey. Walau gadis itu sebenarnya sedikit takut untuk melangkah lebih jauh lagi, namun tugasnya untuk mendukung keinginan Amon membuatnya melaporkan temuannya tersebut.

Mendengar informasi yang disampaikan Limey Amon tampak bersemangat.

“Bagus, tubuhku juga sudah terasa kaku, ingin menangkap kriminal bejat!” seru Amon sambil memukul tangannya sendiri.

“Jadi bagaimana guru?” Kinan bertanya.

“Kenapa bertanya lagi, kita akan menyergapnya. Lebih baik secepatnya sebelum para pemburu hadiah lain berkumpul.” Ucap Amon dengan bersemangat. “Kau sudah siap bukan Kinan. Ini adalah latihan yang bagus untukmu.”

 “Saya?” Limey menunjuk dirinya sendiri. “Apa saya dilibatkan?”

Kinan memandang ke arah Limey, “Mey, kamu nggak usah ikut. Bahaya…..”

Limey menggeleng, “Aku ikut.” Ucapnya tegas.

“Tapi, itu berbahaya….” Kinan mencegah.

“Aku tetap ikut. Karena di sana ada Kakak dan tuan Amon. Benar bukan tuan?” Limey segera menoleh ke arah Amon.

“Guru…” seru Kinan, seakan meminta Amon untuk mencegah.

“Aku tidak keberatan. Biar saja L ikut!”

“Tapi guru!”

“Jangan protes!!”

Kinan memandang ke arah Limey, dan tahu bahwa sia-sia mencegah Limey. Seolah Amon memahami perasaan Limey dan menyetujui gadis itu untuk ikut dalam perburuan mereka. Wajah Limey sudah menunjukkan tekat, dia tidak ingin terpisah dari kakaknya. Kinan mendesah dan mengangguk lemah, seakan memberi persetujuan akhir.

Sebelum subuh menjelang Limey, Kinan dan Amon keluar dari penginapan dan segera menuju hutan pendek diperbatasan utara kota batu. Karena mereka ingin cepat-cepat sampai, Amon dan Kinan menggunakan ilmu meringankan tubuh. Amon tampak menggendong Limey di punggungnya dan melenting dari satu tempat ke tempat lainnya.

Kecepatan mereka jadi luar biasa, hanya dalam hitungan menit ketiganya sudah sampai gerbang perbatasan utara. Ketiganya memasuki kawasan hutan pendek, sebuah hutan yang sebenarnya tergolong hutan kecil dan terbatas, namun pepohonannya teramat rimbun.

Walau di bilang hutan kecil, tapi tetap saja Hutan pendek merupakan tempat yang terasa angker. Para penduduk biasanya menghindari hutan tersebut dan memilih memutar bila hendak pergi ke desa sebelah. Hutan tersebut dikenal memiliki banyak hewan buas di dalamnya, dan mungkin juga para begal dan perampok hutan.

**

Suasana hutan sunyi dengan suara sahut-sahutan burung yang hinggap pada dahan pohon. Suara dengung seperti menemani sunyi. Udara bersiul dan tampak bayangan dua orang tengah melenting dari satu dahan ke dahan yang lain. Matahari yang belum muncul dan bayangan pohon membentuk siluet mereka yang meloncat indah. Itu adalah Amon yang tengah menggendong Limey, dan Kinan yang mengikutinya. Pelajarannya dan pembukaan imdok yang dilakukan membuat Kinan dapat meringankan tubuhnya, namun kemampuannya masih di bawah Amon, sehingga Amon yang harus menyesuaikan kecepatannya dengan Kinan. 

Akhirnya ketiganya sampai pada batang pohon yang menjulang tinggi. Amon segera menurunkan Limey dan menutup mulutnya dengan telunjuk. Menyusul kemudian Kinan di samping Limey. Dari arah kejauhan terdengar suara pertarungan sengit, denting pedang dan teriakan orang terdengar ribut.

“Guru…..” Kinan hendak membuka suara, tapi Amon sudah meletakkan telunjuknya ke mulut, memberi isyarat Kinan untuk tidak berkata banyak.

“Sssst. Kamu dengar. Di arah utara ada suara pertarungan.” Bisik Amon sambil menguatkan pendengarannya.

“Apa kita mendekat saja?” bisik Kinan.

Amon mengangguk, lalu kemudian memandang ke arah Limey, “Mata biru, kamu di sini dulu. Kami akan melihat keadaan.”

Limey mengangguk dan kemudian bersandar pada dahan pohon yang besar. Sekarang Amon dan Kinan sudah melenting dengan ringannya melewati satu batang pohon ke batang pohon yang lain. Limey bahkan sudah tidak mampu melihat ke mana mereka pergi.

Suara pertarungan semakin nyaring. Kinan dan Amon masih di atas pohon, mengintip. Dilihatnya mayat bergelimpangan dan tampak seorang laki-laki memegang tongkat panjang memutar-mutarnya dengan hebat. Lalu setelah itu terdengar jerit lengking yang mengundang kematian. Satu tubuh ambuk lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status