Sesaat suasana terasa sunyi. Kinan hanya dapat mendengar desah napasnya sendiri. tapi mendadak sebuah benda terbang dengan kecepatan tinggi, menyisakan siulan panjang yang menakutkan. Amon segera menyambar tubuh Kinan dan meloncat menjauhi pohon tempat mereka bernaung. Sekarang keduanya sudah berdiri menjejak tanah. Kinan segera menengadahkan kepalanya dengan cepat. Tampak olehnya, benda hitam panjang tertancap di dahan pohon tempatnya berdiri. Posisinya tepat di kepala.
“Ternyata ada tikus-tikus lain. Ada dua….” Suara laki-laki memegang tongkat itu menyeringai, “Apa kalian begitu ingin menangkapku?”
Amon memandang laki-laki di depannya. Pakaiannya compang camping, rambutnya awut-awutan. Cara berdirinya agak ngawur. lelaki itu memegang tongkat, terlihat menggerakkan tongkatnya. Kinan pun merasa ganjil, dan kemudian merasa bahwa laki-laki dihadapannya itu buta.
“Apa kamu Senyo gelap?” Amon bertanya dengan sikap siaga. pemuda itu tidak menyangka sang senyo gelap, pembunuh bayaran yang ditakuti ternyata buta!
“Banyak orang menjuluki aku begitu.” Jawab laki-laki buta tersebut dengan wajah agak menyamping, seakan tengah mendengarkan segala gerak lewat kupingnya.
“Kamu sudah membunuh banyak orang.” Ucap Amon sambil mengamati si buta yang juga bergerak dengan bimbingan tongkat. lelaki ini buta, tapi kelihatannya justru paling berbahaya.
“Di dunia ini kematian adalah hal yang wajar….” Ucap sang senyo gelap dengan sikap santai yang menakutkan.
“Kalau kamu bilang begitu, berarti kematianmu juga jadi wajar, Hiattttt!” Amon segera meloncat menyerang, lebih baik mendahului untuk mengetahui kemampuan lawan. bisa saja si orang buta ini pura pura untuk mengecoh lawan. setidaknya menurut analisa AMon, dia mendapat keuntungan dengan musuh yang buta.
namun siapa sangka, ketika Amon menyerang, senyo gelap hanya menghindar dengan sedikit gerakan, dan serangan amon mengenai tempat kosong.
Amon menghentikan tinjunya, lalu sekarang mengganti serangan dengan kakinya. Sibuta seperti bisa melihat, tangan kanannya menangkis kaki, sedang tangan kirinya menyodok tongkatnya masuk ke ruang kosong di sisi Amon. Si buta mengincar iga, tapi tangan Amon sudah sigap, menangkis tongkat. Amon merasa tangannya seperti dihantam palu. Imdok tingkat tinggi dialirkan dari tongkat tersebut. keduanya mundur. Amon segera menyiapkan kuda-kuda, Si buta bergerak dengan mengandalkan pendengaran. Kinan memandangi dengan siaga pertempuran keras gurunya dan si buta senyo gelap.
Sekarang Amon mencabut pedang buntungnya, segera disabetnya pedang ke depan. Aliran angin seperti membentuk cakram menerjang si buta. Sang senyo gelap, melintangkan tongkatnya ke depan, cakram dari angin tersebut ditahannya. Tenaga dalam dikeluarkan, kakinya sampai menerobos tanah beberapa senti. Lalu Amon tidak menyia-nyiakan kesempatan, segera menggerakkan pedangnya dan maju menyerang. Senyo gelap menangkis. Adu senjata dan imdok terjadi.
Sudah dua puluh jurus terjadi, keduanya menyerang dengan ketat dan saling bertahan. Terlihat betapa hebatnya sang pembunuh karena mampu menghidari serangan-serangan ketat Amon, bahkan berbalik menyerang dengan tongkatnya. Kadang-kadang dari udara berdesing bunyi benda yang dilempar dan lepas sasaran serta menyangkut pada batang-batang pohon.
Kinan harus mengangkis beberapa senjata yang melesat ke arahnya. Dengan berjumpalitan Kinan berusah payah menghindar. Ketika senjata sudah lewat, Kinan dapat memastikan benda seperti paku besar itu adalah senjata mengerikan yang kalau menancap akan berbahaya.
Agak lama, mendadak udara di sekitar mereka berdua menjadi demikian cepat berputar. Keduanya tengah mengadu ilmu tingkat tinggi. Kinan hanya mendengar desingan tongkat dan pedang milik Amon dan kilatan cahaya dari pedang tersebut.
Saat itu Limey sedang berusaha turun dari pohon yang dinaikinya. Secara perlahan-lahan dia turun secara hati-hati. Dan ketika sudah hampir sampai ke bawah, Limey segera memerosotkan dirinya mengikuti alur pohon. Mendarat dengan tidak mulus dan bagian bawah dan tangannya kotor, Limey menghela napas lega. Limey menepuk-nepuk tangannya, memutuskan untuk mencari asal pertarungan.
Amon terlempar setelah Senyo gelap berhasil menggebuk tangannya hingga pedangnya itu terlontar. Dengan beberapa gerakan cepat, senyo gelap berhasil menggebuk dada Amon dengan tongkatnya sebanyak tiga kali. Amon berusaha berdiri sambil memegangi dadanya, mendadak ia muntah darah.
Kinan tidak bisa tinggal diam, dengan menghunus pedangnya Kinan bergerak, melenting dan segera menusukkan ujung pedang pada si buta. Si buta bergerak menangkis dengan tongkatnya, tapi dengan lihai Kinan mengubah arah tusukannya mengarah pada sisi samping. Si buta berkelit lalu kemudian memutar-mutarkan tongkatnya. Dari putaran tersebut keluar suara desingan keras yang mengarah ke arah Kinan. Tampak kilatan benda-benda tajam melesat cepat ke arah Kinan, dengan segera Kinan menahan berbagai macam jarum panjang yang terbang ke arahnya dengan pedang, tapi tak urung benturan dengan jarum panjang tersebut membuat Kinan mundur beberapa tindak karena tekanan tenaga dalam.
Amon berusaha kembali berdiri, lalu melihat pedannya terkapar tidak jauh dari tempatnya. Dengan segera dia mengambil pedang buntung tersebut, lalu dengan bertumpu pada pedangnya, sambil memegangi dadanya dia segera meloncat di ajang pertarungan kembali.
Pedang diarahkan ke si buta, dan si buta segera melenting ringan menghindarinya. Melihat gurunya telah masuk kembali dalam kancah pertarungan, Kinan tidak
menyia-nyiakan kesempatan, dia pun meloncat menyerang dengan pedang yang diputar-putarkan seirama untuk memberi tekanan pada si buta, tapi si buta dengan santainya menangkis semua serangan Amon dan Kinan bahkan satu tusukan dari tongkatnya masuk ke dalam pertahanan Kinan dan bersarang di perut hingga Kinan terpaksa mundur sambil memegang perutnya yang seperti dihantam besi besar.
Gila! Pikir Kinan, kuat sekali si buta itu. Setelah berhasil memukul mundur Kinan, sekali lagi Amon berhasil dipukul mundur dengan dihantam tongkat sampai lagi-lagi muntah darah.
“Guru!!” Kinan berteriak dan segera melenting menyusul gurunya yang terdorong sampai menghantam pepohonan.
“UKH….HOEKKKK!” Amon lagi-lagi muntah darah. Lukanya sudah luka dalam. Sambil memegangi dadanya Amon menyadari bahwa si buta ini luar biasa. Ilmu dan juga tingkatan imdoknya.
“Guru tidak apa-apa?” tanya Kinan cemas setelah berhasil menyusul gurunya.
“Sial, orang ini luar biasa. Imdoknya di atasku,” Ucap Amon sambil terengah-engah.
Si buta sudah mengembalikan sikap kuda-kuda bertahan dengan tenang. Udara yang tadi berisik di sekelilingnya karena tekanan imdok kini sudah tenang. Matahari juga sudah muncul di rongga-rongga awan. Perlahan-lahan langit mulai terang, dan cahaya menyinari si buta dan Amon serta Kinan.
Amon segera menotok beberapa aliran darah di leher, pinggang, dan dada, lalu kemudian mengatur pernapasan sambil duduk bersila. Dari punggung Amon keluar asap tipis.
Si buta perlahan berjalan mendekat, dengan tongkat di ketukkan ke tanah. Kinan yang merasa gelisah melihat si buta semakin mendekat segera menyerang dengan satu teriakan panjang, tusukan tajam diarahkan tepat di tubuh si buta. Tapi dengan sigap sekali lagi si buta mengerakkan tongkatnya menangkis serangan tersebut, bahkan mengerakkan kakinya memutar untuk memotong gerakan kaki Kinan, hingga Kinan mau tidak mau meloncat di udara, dan dengan sapuan tangannya si buta bergerak mengincar dada dan langsung menyarangkan imdok hingga Kinan terjungkal ke tanah sambil mengerang memegangi dadanya.
Kali ini Kinan muntah darah. Tapi si buta tidak menyia-nyiakan kesempatan, langsung diserangnya Kinan dengan jarum panjang miliknya yang berdesing di udara, mengincar kening Kinan.
Dzingggg!!! suara jarum panjang menderu seram. Apakah aku akan mati? pikir Kinan ketika melihat desingan jarum panjang penuh tenaga tersebut mengarah ke keningnya. Kinan memejamkan mata, tak sanggup melawan kecepatan luar biasa dari jarum tersebut. mungkin inilah rasanya akhir. akh, sayang sekali, Kinan belum berhasil mencari cara keluar dari tempat mengerikan ini dan membawa LImey menjauhi bahaya. Mendadak Amon bergerak ke depan, menghalau dengan pedangnya jarum panjang tersebut, tapi tak urung satu jarum tak mampu ditangkis, dan langsung bersarang pada tulang belikatnya. Amon langsung jatuh setengah terduduk sambil memegangi jarum tersebut. darah meleleh kental dari bakal bahunya. “Guru!!” sentak Kinan. “Ukh….” Amon memegang sela-sela jarum. “Hebat, dari sepuluh jarum, kamu bisa menangkis 9. Imdokmu tidak bisa diremehkan.” Seru si Buta sambil kembali bersikap biasa.
Limey menyentuh lengan Amon dengan lembut, lalu melepaskan cengkraman tangan Amon. “Tuan, di dunia ini saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami berdua. Saya tidak bisa silat, tapi Kinan berbeda. Bagi saya, kakak saya sangat penting, Untuk seterusnya pun, saya hanya bisa percaya pada tuan. Karena itu tuan tidak boleh mati…..” ucap Limey. “Khu…ha.ha.ha.ha, aku jadi tidak bisa memberi komentar atas tindakanmu tadi. Apa itu tindakan cerdas, atau tindakan tolol.” Amon tertawa, namun dia merasakan dadanya sesak dan sakit. “Tuan tidak perlu mengomentarinya….” Limey menatap kea rah Amon, lalu dengan halus berucap kembali, “tapi, saya pasti akan menolong tuan. Bagi saya tuan masih sangat berguna, dan saya pun bisa berguna untuk tuan.” “Tapi bocah, aku tidak suka berhutang. Aku tidak akan menganggap yang tadi itu hutang!” Amon meludah, yang keluar hanya cipratan darah. Limey menggeleng, “T
Hari menjelang sore, hujan yang lebat telah berhenti. Limey menarik selubung pakaian yang menyelimuti dirinya dan Amon. Disentuhnya tubuh Amon yang tertidur setelah menerima transfer panas tubuhnya. Bibir Amon tampak agak berwarna, walau masih terlihat pucat. Pendarahan Amon juga sudah terhenti. gadis bermata biru itu mendesah lega. kekhawatirannya terhadap kondisi Amon berkurang. lelaki itu sudah membaik, dan itu membuat dia lega. lalu diambilnya pakaian dalam miliknya yang terserak di dekat kakinya. Limey segera mengenakan kembali pakaiannya yang bau keringat dan penuh darah yang sudah mengering. Udara sehabis hujan membuat gadis itu lapar. Amon tampak mulai bergerak-gerak. “Sudah bangun?” tanya Limey, ketika Amon membuka matanya dan memandang ke arah Limey. Amon menatapi LImey, dia memandangi tubuh gadis itu yang sudah berbalut pakaian, tadi, baru saja dia menyadari bahwa gadis itu melepas bagian atas pakaiannya hingga
Teriakan Kinan membuat Amon terkejut. Sesaat Amon merasakan perasaan tidak enak. Ada apa? apa yang terjadi di sana! Tanya Amon dalam hati. Tapi pedang si brewok terus saja mengincar tajam, mau tidak mau Amon mundur dan melenting dengan cepat untuk dapat menarik napas sebentar. “Cih, terpaksa kalau begini!” Amon segera menotok nadi leher dan kepala, lalu kemudian menggunakan cara pernapasan yang agak aneh. Lalu kemudian Amon merasa ada tenaga meluap dari dalam tubuhnya. “Aku benci harus melakukan ini, terpaksa membuka satu segel imdok. Imdok tingkat enam, Sul!!” lalu mendadak Amon bergerak super cepat, dan tenaga penuh segera menghunuskan pedangnya ke samping. Lalu keduanya bentrok, kecepatan dan kekuatan Amon telah menghancurkan pedang milik si Brewok, bahkan membuat tubuh brewok terpotong jadi dua. Tanpa sempat menjerit, si brewok mati. Amon segera mengatur pernapasan, pembuluh darahnya kacau dan jantungnya mulai berdetak terlalu cepat, tubuh Amon terhuyung
Sungai di bawah jurang memang deras. derunya begitu keras, memekakkan telinga. Siapa pun yang jatuh dari atas akan hancur berkeping-keping—itu seharusnya. Tapi tampaknya itu tidak berlaku bagi Limey, karena saat itu dari kerimbunan pohon yang menutupi sebuah gubuk kecil, tampak Limey keluar. Yang paling menarik, dia muncul dalam keadaan sehat.Limey diam, berdiri si sisi sungai. Air sungai deras, mengalir dan menghantam bebatuan sungai. Angin berhembus kencang menerbangkan rambut dan jubah yang dikenakan gadis bermata biru itu. Suara derasnya aliran sungai seakan hendak memecah sunyi yang bertumpuk di antara dinding-dinding batu cadas.Limey tidak sedang ingin berdiam, dia lalu mencari cara agar bisa melompati batu-batuan sungai yang saling terpisah. Dengan hati-hati Limey mencari tempat berpijak yang tepat sambil meneriakkan sebuah nama“Tuan…tuan senyo!!” Panggil Limey pada salah satu sisi sungai. Suara Limey bergema di sekitar jurang
“Bukan melihat, tapi mendengar. Pendengaranku tidak buruk. Aku bisa membedakan bunyi benda yang semakin berat.” Ucap Limey.Sion diam, lalu kemudian kembali sibuk menghitung kembali.“Maaf, pertanyaanku terlalu pribadi ya?” tanya Limey lagi.Sion diam, mendesah lalu menggerakkan kotak tersebut. suara gemerincing di dalamnya terdengar keras dan berisik. "Mungkin isi kotak inilah alasan aku membunuh.”“Heh? Maksudnya,” Limey bertanya heran.“Aku butuh uang, yang banyak untuk berobat.” Ucap Sion.“Berobat? Apa kamu sakit?”“Bisa dibilang begitu,” jawab Sion, lalu kemudian berjalan mengambil tongkatnya dan membawa kotak ke sudut rumah, meletakkan kotak tersebut, lalu berkata “Aku selalu ingin bisa melihat. Ingin melihat langit, pohon, sungai dan warna. Untuk itulah aku mengumpulkan uang. Dahulu seseorang pernah mengatakannya padaku, bahwa untuk bisa meliha
Mereka berjalan terus sampai matahari sudah condong ke barat. Sion mendekat ke arah Limey dan memelankan jalannya. pemuda itu sadar, gadis yang berjalan bersamanya tidak memiliki imdok, bahkan mungkin hanya sekedar melangkah cepat saja perempuan itu pasti akan berlari dan akan kelelahan.belum lama mereka berjalan menyusuri hutan, telinga Sion yang memang sangat peka dapat mendengar suara gemerisik tetumbuhan yang tidak biasa. bahkan Sion bisa merasakan bahwa ada udara yang bergesek dan bergetar karena langkah kaki. pemuda buta itu lantas segera mengamit tangan Limey yang berjalan di sebelahnya.“Kita diikuti orang.” desis Sion ketika sudah sejajar dengan LImey. mendengar itu wajah LImey langsung berubah.Seakan mengerti Limey mengangguk, lalu berbisik balik, “Lalu, aku harus bagaimana?”“Tenanglah. Nanti mereka juga akan menampakkan diri.” ucap Sion masih dengan nada rendah. bisa saja Sion melompat dan menyergap para p
Puncak putus asa terletak di pulau agak terpencil. Untuk mencapai ke sana, butuh tiga hari perjalanan dengan kuda, setelah itu menaiki sampan sampai separuh hari baru kemudian mereka akan sampai ke pulau.Tidak semua orang yang berada di pesisir pantai mau mengawal sampai ke pulau itu, mereka menolak karena di wilayah pulau dikurung oleh banyak karang-karang tajam. Sion dan Limey harus mencari seseorang yang bersedia mengantar dan jago dalam menghapal jalan.“Kalau ingin pergi ke pulau Putus Asa, kau bisa mengandalkan Maucian. dia seorang pelaut paling mumpuni di pesisir ini.” Terang seorang nelayan kepada Limey. “Hanya saja bayaran Maucian mahal.”Limey memandang kea rah Sion, Sion yang mendengar keterangan tersebut mengangguk, lalu ucapnya. “Antarkan saja kami pada si Maucian itu.”Si nelayan tersebut mengangguk lalu kemudian memberi isyarat pada kedua tamunya untuk mengikuti dirinya ke tempat si Maucian.Sion