Share

BAB 16 Si Pemberani

Dzingggg!!! suara jarum panjang menderu seram.

Apakah aku akan mati? pikir Kinan ketika melihat desingan jarum panjang penuh tenaga tersebut mengarah ke keningnya. Kinan memejamkan mata, tak sanggup melawan kecepatan luar biasa dari jarum tersebut.

mungkin inilah rasanya akhir. akh, sayang sekali, Kinan belum berhasil mencari cara keluar dari tempat mengerikan ini dan membawa LImey menjauhi bahaya. 

Mendadak Amon bergerak ke depan, menghalau dengan pedangnya jarum panjang tersebut, tapi tak urung satu jarum tak mampu ditangkis, dan langsung bersarang pada tulang belikatnya. Amon langsung jatuh setengah terduduk sambil memegangi jarum tersebut. darah meleleh kental dari bakal bahunya.

“Guru!!” sentak Kinan.

“Ukh….” Amon memegang sela-sela jarum.

“Hebat, dari sepuluh jarum, kamu bisa menangkis 9. Imdokmu tidak bisa diremehkan.” Seru si Buta sambil kembali bersikap biasa.

“Dasar licik, pakai senjata rahasia segala!!” maki Kinan dengan geram.

“Licik? Aku dikenal sebagai pembunuh senyo gelap. Karena senjata jarum panjangku di sebut senyo. Apa tidak lebih licik kalian, mengeroyok orang buta?”

“Sudahlah bocah. Orang itu, paling tidak tingkatan imdoknya lebih tinggi dariku. mungkin dia sudah sampai level Sul (level 6)” ucap Amon sambil terengah-engah karena luka dalam, ditambah jarum menusuk bakal bahunya.

“Guru, tidak apa-apa?”

“Uhk…yang benar saja tidak apa-apa. sial, kalau begini nasib kita bakal sama seperti orang-orang itu…”

“Aku tidak pernah membiarkan orang yang menghadapiku keluar hidup-hidup. Tenang saja, aku akan mengirim kalian menemui petugas neraka! Terimalah ini!!” dan si buta melesatkan tangannya dengan cepat, lalu dua jarum melesat kuat ke arah Kinan dan Amon.

Mendadak Limey meloncat dan segera berdiri di depan Amon dan Limey, seakan hendak membiarkan tubuhnya menjadi sasaran dari senjata rahasia tersebut. Amon dan Kinan kaget, tapi Amon bergerak reflek, dengan gagang pedang langsung menghantam pinggang Limey hingga Limey terdorong ke samping dan jatuh, sedang Amon sendiri menahan dua jarum tersebut dengan tangan kanannya.

“AKHHHHH!” darah muncrat dari bekas tusukan. Amon langsung terguling karena kesakitan.

“Tuan!!” Limey buru-buru berdiri, segera memburu tubuh Amon yang sudah terbaring di tanah dengan dua tusukan lagi di lengan kanannya yang jadi tameng.

“Guru!!”

“Tuan…..kenapa?”

“Bodoh, kamu yang kenapa! dengan cara begitu kamu bisa mati, tahu!!” seru Amon sambil memegangi tangannya.

“Wah…wah..wah, muncul lagi tikus yang lain…” si buta berdecak.

“Guru!!” Kinan segera berjalan tertatih sambil memegangi dadanya yang sakit. Limey segera bertindak, menyobek bajunya sendiri, dan segera membebat dengan kuat pangkal lengan Amon, untuk menghentikan pendarahan.

 “Kak, tolong jaga tuan…”

“Kamu mau apa Mey?” Kinan kaget ketika Limey segera berdiri dan kemudian berjalan mendekat ke arah si buta.

“Si tolol itu, apa yang dia lakukan, dia bisa mati!!” ucap Amon sambil berusaha untuk bangun. Tapi tangan, belikat dan dadanya terasa sakit dan panas hingga memaksa Amon terduduk lagi.

Limey berdiri dengan jarak dua tombak dari si buta. Matahari sudah semakin terang, dan Limey dapat melihat wajah si buta. Ada goresan panjang di pipinya. Wajahnya keras dan tampan, tapi tampak kotor dan tidak terawat.

“Siapa kamu? Dari langkahmu aku bisa tahu kamu tidak bisa imdok !?” tanya si buta dengan heran.

“Aku memang tidak bisa imdok. Silat juga tidak bisa, tapi aku mohon pada tuan, tolong jangan lukai mereka lagi.”

“Kamu cari mati ya?” Senyo gelap bertanya dengan nada menggertak.

“Mungkin. Tapi mereka adalah orang-orang yang berarti untukku. Aku tidak bisa membiarkan mereka begitu saja!” seru Limey, gadis itu berusaha menguatkan hatinya.

“Menarik, kalau gitu sebagai gantinya, nyawamu!” si buta mendadak segera menyerang dengan cepat ke arah Limey. Limey merasa, hembusan angin yang menyakitkan itu pertanda kematiannya. Limey memejamkan mata.

“Jangan!!!!” Kinan berteriak, inginnya segera melenting dan mencegah. Tapi luka di dadanya membuat dia sulit mengatur imdoknya sendiri.

Tepat satu senti lagi nyaris kepala Limey hancur di pukul tongkat si buta. Tapi tongkat itu terhenti. Si buta segera mengurungkan niatnya dan mengembalikan posisi tongkat kembali ke tanah.

“Benar-benar berani…” puji sang senyo gelap. “Aku sering bertemu orang yang siap mati konyol, tapi belum pernah ada orang nekat tanpa ilmu siap mati sepertimu. Baik, aku lepaskan mereka, untuk menghormati kekonyolanmu. Tapi bila sekali lagi aku bertemu kalian, tidak segan-segan aku akan cabut nyawa kalian!!” lalu si buta berjalan, tanpa ilmu meringankan tubuh, meninggalkan ketiganya.

Sunyi, dan hanya terdengar suara siulan udara yang tipis.

“Mey!!” Kinan segera mengejar adiknya, lalu kemudian memegang bahu Limey, “Kamu nggak apa-apa kan?”

“Tidak, jangan khawatir Kak…”

“Yang benar saja…bagaimana tidak khawatir…kamu bisa….Ukh…” Kinan limbung, dan Limey segera menangkap tubuh kakaknya yang hampir merosot jatuh. ditahannya tubuh Kinan.

“Tapi semua baik-baik saja kan…” ucap Limey.

**

Limey segera mengecek luka Amon, terutama di pangkal bahu.

“Nggak kena daerah vital. Nggak apa-apa.” ucap Limey.

Mendadak Amon segera menarik jarum tersebut, setelah terlepas darah menyembur dengan deras dari pangkal bahunya. Setelah itu Amon segera mencabut sisa jarum lainnya di tangan, darah menyembur dari segala penjuru luka.

“Aduh…..bagaimana ini?” Kinan tampak cemas. dia bergidik melihat darah segar mengalir dari luka Amon.

“Aku…tidak…apa-apa…” Ucap Amon sambil mengatur pernapasan, pemuda itu dengan cepat menotok jalan darahnya, guna menghentikan pendarahan.

“Apanya yang tidak apa-apa. Limey, aku akan pergi cari tabib. Keadaan guru parah. Kamu jaga guru di sini!”

Limey mengangguk dan Kinan segera pergi sambil masih memegangi dadanya yang masih terasa sesak.

Amon segera bersandar pada batang pohon, terengah-engah dan tampak Limey mengelap darah dan keringat Amon dengan telaten.

“Hai bocah……kenapa kamu tadi nekat?” tanya Amon dengan suara lirih.

“Saya hanya tidak ingin ada yang mati,” jawab Limey.

“Haha…..siapa yang tidak ingin kamu biarkan mati. Aku atau kakakmu?” tanya Amon sambil tertawa, tapi tawanya langsung terhenti ketika nyeri di dadanya membuat dia terbatuk-batuk.

“Saya tidak bisa membiarkan kak Kinan mati, itu pasti. Tapi saya juga tidak bisa membiarkan tuan mati.”

“Kalau aku mati, kau bisa terbebas jadi pelayanku. Kakakmu juga sudah bisa silat. Iya kan?”

“Itu benar. Tapi saya tetap tidak bisa membiarkan tuan mati.”

“Huhuhu…Ukh….aku selalu berpikir, sejak bertemu denganmu bocah, satu setengah bulan lalu, kamu adalah perempuan cerdas yang sangat perhitungan….Ukh…kamu menjadikan aku tuanmu pun agar kamu dan kakakmu bisa dapat perlindungan, benar kan?”

Limey tersenyum, “Tuan tidak boleh banyak bicara, nanti lukanya sakit lagi…”

“Jawab Bocah!” Amon sekali ini segera menarik kerah baju Limey dan langsung menariknya hingga jarak mereka begitu sangat dekat, bahkan Amon dapat merasakan napas hangat Limey di pipinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status