“Hei—di dunia ini tidak ada yang gratis, Nona… lima ribu ditambah dua ribu, jadi tujuh ribu Zeni. Aku ingin uang kontan! Bagaimana?” jawab Amon masih tidak bergerak di tempat.
Limey tidak sanggup lagi menahan Kinan yang terlihat kepayahan dengan napas menderu, Limey mengangguk, “Baik, aku bayar. Tapi tolong kakakku….”
“Nah, begitu!!” seru Amon berseri yang langsung memegang tubuh Kinan yang hampir ambruk karena tidak kuat berdiri. “Dudukkan dia!” ucap Amon yang segera dipatuhi Limey.
Kinan di dudukkan dan disandarkan pada sebatang pohon. Amon memeriksa luka Kinan dan terutama kakinya yang bengkak, biru dan patah. Beberapa saat kemudian meraba kaki Kinan dan menariknya sehingga Kinan menjerit.
Terdengar bunyi krak! Amon mengangguk.
“Tulangnya sudah tersambung lagi. tinggal pendarahan dalam saja. Dengan obat, memarnya akan hilang beberapa hari. Tapi….” Amon memeriksa nadi Kinan, lalu kemudian menarik tubuh Kinan dan segera menotok di beberapa titik leher, punggung dan pinggang, lalu melakukan gerakan aneh di belakang punggung Kinan.
Sesaat Kinan merasa, rongga dadanya panas dan nyaman. Rasa sakit yang menghimpitnya terasa hilang pelan-pelan.
Limey melihat sesuatu yang menakjubkan terjadi. Dari tubuh Kinan yang dialiri tenaga dalam oleh Amon dia melihat asap berwarna biru bergulung keluar meninggalkan tubuh Kinan.
Kinan merasa tubuhnya mulai rileks. Dadanya yang semula sakit perlahan mulai berkurang. Amon lalu menotok kembali punggung Kinan, kemudian dia sendiri menarik tangannya sambil menarik napas.
**
Setelah melakukan pengobatan tenaga dalam, Amon kemudian membuka ikatan ditangannya, mengambil sedikit lalu kemudian membalutnya pada kaki Kinan.
“Nah, dengan kompres ini bengkaknya pasti berkurang.” Ucap Amon sambil melihat hasil pekerjaannya dengan rasa puas.
“Terimakasih atas pertolongannya. Oh iya, siapa nama anda?” tanya Limey ketika laki-laki itu menumbuk beberapa dedaunan dan memerasnya pada wadah bekas gelas aqua yang diberikan Limey.
“Panggil saja aku Amon, kalian?”
“Aku Limey, dan dia kakakku Kinan.”
Amon menyerahkan gelas berisi perasan daun yang ditumbuknya pada Kinan, Kinan menerima dan meminumnya, sebelum ber’ hoek’ karena merasa pahit.
“Kalian beruntung bertemu denganku di hutan ini, kalau tidak, mungkin sudah jadi perempuan penghibur di kota, atau budak belian,” Sekarang laki-laki bernama
Amon tersebut menengadahkan tangannya pada Limey, “Mana tujuh ribu Zeniku?”
“Kamu itu gila apa! Kami baru saja mengalami musibah, eh malah kamu memanfaatkan situasi! Yang benar saja!!” Kinan mengomel kesal.
“Lho, aku tidak kerja secara gratis Nona. Di dunia ini, tidak ada yang gratis, aku sudah bilang tadi bukan?” jawab Amon enteng.
“Benar-benar lintah darat!!!” maki Kinan.
Limey tersenyum, lalu berdiri. Pelan-pelan dia menghampiri Kinan yang masih bersumpah serapah, lalu dengan lembut, ditepuknya pundak Kinan dan ajaib, mulut Kinan yang sudah hampir menyebutkan seluruh penghuni kebun binatang itu terhenti.
“Tuan Amon, maaf dan terimakasih sudah membantu kami berdua. Jadi saya harus membayar tujuh ribu Zeni? Apa kalian menerima mata uang rupiah, atau dolar?” tanya Limey sambil merogoh sakunya dan mengeluarkan dompet miliknya, di dalamnya ada lembaran ratusan ribu dan beberapa dolar. Lalu dikeluarkan uang tersebut pada Amon.
Amon menerima kertas yang disodorkan Limey dengan alis berkerut, “Apa ini?” tangannya membolak balik kertas tersebut, lalu mengangkatnya keudara memastikan benda tersebut.
“Apa itu! Ya itu uang!!” ucap Kinan ketus.
“Kalian becanda!! Jangan membodohiku Nona, aku tahu uang itu apa!” Amon tampak marah, “Dan mataku tidak buta. Ini Cuma kertas bergambar!!”
Sekarang Kinan yang terheran-heran, Limey juga merasa agak heran, alisnya berkerut, tapi tetap saja Limey bersikap tenang, “Itu uang yang berlaku ditempat kami. Aku tidak tahu uang Zeni di sini itu seperti apa.”
“Kalian tidak tahu uang Zeni? Uang kertas ini berlaku di tempat kalian? Memang kalian berasal dari mana?”
“Kami ini dari…..” belum selesai Kinan berkata, Kinan menangkap Limey yang memberi isyarat untuk diam. Kinan menghentikan ucapannya.
Amon memandang dengan heran karena ucapan Kinan terputus ditengah jalan, “Kalian dari?” tanya Amon mengulang.
“Maaf, Kalau anda tidak menerimanya, berarti kami salah. Kami kira di sini menerima mata uang asing. Tapi, kami tidak punya uang Zeni.” Limey mendadak menyela ucapan tersebut, seakan memutus ucapan Amon yang mengambang.
“Hei-Hei, pertanyaanku belum di jawab!” seru Amon gusar.
“Setiap satu informasi yang anda dapatkan dari kami, bernilai 3000 Zeni.” Mendadak Limey berujar dengan wajah yang terlihat tenang seolah-olah dia tengah memberi transaksi yang menguntungkan.
“Apa?!” Amon terperangah.
Kinan kaget, dipandanginya Limey yang masih mengulum senyum.
“Tunggu—tunggu! Maksudmu, aku harus membayar untuk informasi sepele tentang kalian. Begitu?”
Limey tersenyum, “Tidak. Tapi di dunia ini bukankah tidak ada yang gratis? Anda yang mengatakannya sendiri” tambah Limey.
“Itu dan yang ini berbeda!” Amon berkata agak emosi.
“Menurut saya sama saja. ini adalah bisnis,” ucap Limey masih bersikap tenang.
“Kalian!!!” Amon mengepalkan tangannya. Urat-urat tangannya menegang. Dia tidak menyangka Limey akan bersikap begitu.
“Tadi Informasi yang pertama kali anda tanya adalah nama kami. untuk dua nama jadi enam ribu Zeni. Hutang kami adalah tujuh ribu Zeni. Sisanya tinggal seribu Zeni. apa tuan masih butuh informasi lagi?”
“Kalian!!” Amon bergetar marah, “Yang benar saja, bukankah tadi yang menanyakan nama pertama kali adalah kamu?!”
“Kami tidak punya apa pun untuk membayar anda, kecuali informasi. Kurasa ini seimbang dengan anda yang meminta kami membayar ketika kami tidak punya pilihan. Kami hanya dua orang wanita lemah yang tidak bisa membela diri…” ucap Limey dengan lihai, dipasangnya tampang memelas untuk mengetuk pintu hati Amon.
Amon memandang ke arah Limey dengan campuran antara kesal, jengkel dan kagum. Lalu Amon tersenyum dan setelah itu meledak tertawa, “Hahahaha, aku kalah. Benar-benar tidak biasa……hahahahaha!”
Limey tersenyum dan Kinan masih duduk dengan bingung.
“Baiklah, aku akan menganggap pertolongan kali ini gratis. Tapi hanya kali ini saja!!” ucap Amon kemudian.
“Kalau begitu, bisakah anda mengantar kami keluar dari hutan ini?” tanya Limey lagi.
“Hhh, aku tidak suka pekerjaan merepotkan begini. Apalagi tidak ada uangnya!!” ucap Amon, “dan kalian orang-orang miskin yang tidak mampu membayar jasaku!”
Limey tertunduk. Kinan merasa gerah dengan sikap Amon, tapi dia menahan diri untuk berbicara karena masih berharap pada adiknya.
“Bagaimana kalau saya menawarkan sesuatu yang akan menguntungkan anda.”
“Ingin menawarkan sesuatu—heh, berani sekali kau ingin bertansaksi denganku—memang kau bisa apa?”
“Saya melihat anda sangat hebat sekali tadi ketika melawan tiga orang itu, dan kami tidak punya uang menyewa anda untuk mengawal kami keluar. Tapi kakakku sangat berbakat. Bisakah anda mengajarinya.”
“Apa? Aku mengajari dia?!” Amon tersentak sambil menunjuk Kinan dengan roman tidak suka.
“Limey!!” Kinan mengeram tertahan.
“Sssst!” Limey mengerling sekali lagi ke arah Kinan, meminta Kinan untuk menunda suara. Kinan sekali lagi mengurungkan ucapannya yang sudah sampai ditenggorokan.
“Tentu saja, itu tidak gratis….” Limey berkata lagi pada Amon. Senyum manisnya terlihat penuh jerat berbahaya.
“Memangnya kamu mau membayar aku dengan apa? kalian bahkan tidak punya uang! Dan aku tidak butuh informasi mengenai diri kalian, tanggal lahir kalian dan sebagainya itu!” Amon menjawab dengan angkuh, dia memandangi Limey seakan menantang. Nah, gadis kecil, taktik apalagi yang kau punya untuk menyiasatiku?!
bab akan di posting setiap hari Jumat dan MInggu, pantengin terus pendekar Lembah Iblis, jangan lupa untuk memberi like dan komen ya kawans
Limey tersenyum, “Saya tahu, maka itu saya akan membayarnya dengan sesuatu yang jauh lebih menguntungkan buat anda?” tawar gadis bermata biru itu. Amon tersenyum, agak mengejek, “Apa? kamu akan membayar dengan tubuhmu?” tanya Amon setengah mengejek. “Kau!!” Kinan hampir berdiri, tapi Limey yang ada di dekatnya mencegah dengan gerakan tangannya. “Jangan halangi aku Mei, dia sudah bicara kurang ajar sama kamu!!” “KAK!” mendadak Limey menyebut kata kakak yang membuat gerakan Kinan lagi-lagi terkunci. “tapi Mei….” Limey mengeleng, “Tenang…..” ucapnya perlahan. Amon memperhatian hal tersebut, tersenyum. Hebat juga, pikir Amon. Ketenangan Limey ketika diejek tidak menghilangkan kewarasan otaknya. Amon semakin tertarik dengan kedua bersaudari tersebut. “Memangnya kau mau membayarku dengan apa?” tanya Amon lagi dengan angkuh.
“Salah satu pulau di wilayah sini.” Jawab Kinan segera. Mendadak Amon menghentikan lagi langkahnya, dan kemudian memutar tubuhnya kembali menghadap ke arah dua saudara tersebut, matanya menyipit tidak suka. “Kamu anggap aku bodoh ya? Mau coba-coba berbohong padaku!” Amon mendelik, “sekedar pemberitahuan, itu—“ tunjuk Amon pada mata Limey, Limey mengerutkan keningnya, bingung. “Memangnya ada manusia yang punya mata berwarna seperti itu? Apa kalian monster, atau jangan-jangan penghuni hutan ini?” Kinan tidak suka sebutan terakhir yang diucapkan Amon, dia merasa sebutan itu seakan mengejek tentang Limey. Limey menghela napas, “Apa benar tidak pernah ada orang yang bermata sepertiku?” tanyanya dengan heran. “Begitulah…” Limey melirik ke arah Kinan sekilas, lalu tersenyum simpul, “Mungkin tuan benar, saya adalah siluman yang tersesat di hutan ini.” &n
“Itu masalahnya…” Limey menghela napas, “Karena itu, kita tidak bisa pulang, kak.” Kinan sekali lagi mengacak rambutnya, “AAARG, tahu begitu tadi harusnya aku ambil lagi kuncinya!!!” Limey tersenyum, merasa geli melihat gaya kesal Kinan. “Tapi itu nggak mungkin kak. Mana kita sempat kepikiran akan seperti ini jadinya. Aku malah sempat berpikir akan mati kebakar.” “Sialan! Kalau saja enggak ada kebakaran itu?! kalau aja nggak ada ledakan brengsek itu, kita pasti udah senang-senang!!!” Kinan segera bangkit, mengepal tangannya dengan emosi. Mendadak pintu menjeblak terbuka. Amon masuk dengan tampang senang. “Kita ada kerjaan!” seru Amon. “Kerjaan?” Limey bertanya heran. “Ya, kerjaan, dan latihan buatmu bocah!” “Jangan panggil aku bocah!!” Amon mendekat ke arah Kinan, lalu mengacak-a
“Kenapa Tuan mengajarkan ilmu berbahaya itu?” Amon berdiri, “Dengar L, Dengan kemampuan kakakmu, butuh setengah tahun hanya untuk menguasai imdok level pertama. Kita tidak punya waktu untuk menunggu selama itu, kita akan berburu uang.” “Tuan tidak perlu menyuruhnya untuk ikut kan?” Amon tersenyum, “Salah..ini akan jadi latihan yang baik untuk bocah itu!” Limey hendak berbicara lagi, tapi tangan Amon sudah mengulur mencegah, “dengar L, aku masih ingat perjanjian kita. aku akan menjadikan bocah itu muridku, seperti yang kamu minta. Aku gurunya, aku tahu yang terbaik!” lalu Amon segera mengambil pedang buntungnya, memandang ke arah Limey yang masih memandangnya dengan mata seperti memohon. Pemuda itu mendesah, rasanya semakin merepotkan membawa perempuan dalam hidupnya. Lalu, dengan bersikap cuek, Amon pun pergi keluar. Di depan pintu Amon bertemu Kinan yang baru selesai mandi dan hendak naik ke atas, tangan Amon langsung meraih lengan Kinan. Kin
Kinan menatap Amon dengan pandangan bingung. Kenapa tiba-tiba sang guru meminta dia mengulurkan tangan. Namun, dengan sikap tanpa curiga, gadis itu mengulurkan tangan kanannya. Amon meminta satu tangan lagi, “Yang kiri juga!” Kinan memberikan tangan kirinya, kini kedua tangan Kinan berada dalam kekuasaan Amon. Amon mencari sesuatu di titik nadi Kinan, lalu kemudian menekannya. Tangan Amon bersinar dan mendadak Kinan merasa seperti ada gelombang besar yang mengalir dengan cepat di perutnya, melingkar-lingkar dan terasa panas. Lalu, Kinan merasa sesuatu setajam pisau menghujam dadanya hingga membuat gadis itu menjerit. “Sakitttt!!!!” teriak gadis itu. Alih-alih mendengar, Amon tetap memusatkan tenaganya pada kedua tangan Kinan. Kinan merasakan kejang, dan dia tidak bisa mengendalikan diri. Seolah-olah tubuhnya dipenuhi gelombang kejut yang menyerang berkali-kali. Tubuh gadis itu tersentak sentak dengan hebat. Amon tidak melepaskan genggam
Sesaat suasana terasa sunyi. Kinan hanya dapat mendengar desah napasnya sendiri. tapi mendadak sebuah benda terbang dengan kecepatan tinggi, menyisakan siulan panjang yang menakutkan. Amon segera menyambar tubuh Kinan dan meloncat menjauhi pohon tempat mereka bernaung. Sekarang keduanya sudah berdiri menjejak tanah. Kinan segera menengadahkan kepalanya dengan cepat. Tampak olehnya, benda hitam panjang tertancap di dahan pohon tempatnya berdiri. Posisinya tepat di kepala. “Ternyata ada tikus-tikus lain. Ada dua….” Suara laki-laki memegang tongkat itu menyeringai, “Apa kalian begitu ingin menangkapku?” Amon memandang laki-laki di depannya. Pakaiannya compang camping, rambutnya awut-awutan. Cara berdirinya agak ngawur. lelaki itu memegang tongkat, terlihat menggerakkan tongkatnya. Kinan pun merasa ganjil, dan kemudian merasa bahwa laki-laki dihadapannya itu buta. “Apa kamu Senyo gelap?” Amon bertanya dengan sika
Dzingggg!!! suara jarum panjang menderu seram. Apakah aku akan mati? pikir Kinan ketika melihat desingan jarum panjang penuh tenaga tersebut mengarah ke keningnya. Kinan memejamkan mata, tak sanggup melawan kecepatan luar biasa dari jarum tersebut. mungkin inilah rasanya akhir. akh, sayang sekali, Kinan belum berhasil mencari cara keluar dari tempat mengerikan ini dan membawa LImey menjauhi bahaya. Mendadak Amon bergerak ke depan, menghalau dengan pedangnya jarum panjang tersebut, tapi tak urung satu jarum tak mampu ditangkis, dan langsung bersarang pada tulang belikatnya. Amon langsung jatuh setengah terduduk sambil memegangi jarum tersebut. darah meleleh kental dari bakal bahunya. “Guru!!” sentak Kinan. “Ukh….” Amon memegang sela-sela jarum. “Hebat, dari sepuluh jarum, kamu bisa menangkis 9. Imdokmu tidak bisa diremehkan.” Seru si Buta sambil kembali bersikap biasa.
Limey menyentuh lengan Amon dengan lembut, lalu melepaskan cengkraman tangan Amon. “Tuan, di dunia ini saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami berdua. Saya tidak bisa silat, tapi Kinan berbeda. Bagi saya, kakak saya sangat penting, Untuk seterusnya pun, saya hanya bisa percaya pada tuan. Karena itu tuan tidak boleh mati…..” ucap Limey. “Khu…ha.ha.ha.ha, aku jadi tidak bisa memberi komentar atas tindakanmu tadi. Apa itu tindakan cerdas, atau tindakan tolol.” Amon tertawa, namun dia merasakan dadanya sesak dan sakit. “Tuan tidak perlu mengomentarinya….” Limey menatap kea rah Amon, lalu dengan halus berucap kembali, “tapi, saya pasti akan menolong tuan. Bagi saya tuan masih sangat berguna, dan saya pun bisa berguna untuk tuan.” “Tapi bocah, aku tidak suka berhutang. Aku tidak akan menganggap yang tadi itu hutang!” Amon meludah, yang keluar hanya cipratan darah. Limey menggeleng, “T