Limey tersenyum, “Saya tahu, maka itu saya akan membayarnya dengan sesuatu yang jauh lebih menguntungkan buat anda?” tawar gadis bermata biru itu.
Amon tersenyum, agak mengejek, “Apa? kamu akan membayar dengan tubuhmu?” tanya Amon setengah mengejek.
“Kau!!” Kinan hampir berdiri, tapi Limey yang ada di dekatnya mencegah dengan gerakan tangannya. “Jangan halangi aku Mei, dia sudah bicara kurang ajar sama kamu!!”
“KAK!” mendadak Limey menyebut kata kakak yang membuat gerakan Kinan lagi-lagi terkunci.
“tapi Mei….”
Limey mengeleng, “Tenang…..” ucapnya perlahan.
Amon memperhatian hal tersebut, tersenyum. Hebat juga, pikir Amon. Ketenangan Limey ketika diejek tidak menghilangkan kewarasan otaknya. Amon semakin tertarik dengan kedua bersaudari tersebut.
“Memangnya kau mau membayarku dengan apa?” tanya Amon lagi dengan angkuh.
“Dengan diri saya. Tapi bukan tubuh. Saya akan memberikan tenaga dan pikiran saya pada pada anda. Dengan kata lain, saya menjadi pelayan anda.”
Amon tersentak, lalu memandangi Limey seolah-olah perempuan dihadapannya tengah memuntahkan darah berwarna biru. Suasana hening sejenak, lalu kemudian Amon tertawa. Tertawa dengan begitu keras hingga burung-burung yang ada disekeliling mereka terganggu dengan cara tawa Amon.
“Pelayan katamu? Memangnya kamu bisa apa?” tanyanya di sela-sela tawa dan terlihat lelah karena tertawa cukup lama.
“Saya cukup punya kepercayaan diri untuk memberikan kecerdasan dan keahlian saya untuk melayani anda. Sebagai ganti atas pengawalan anda kepada kami keluar dari hutan ini dan menjadikan kakak saya sebagai murid anda. Saya rasa tidak ada penawaran yang lebih baik dari ini.” terang Limey penuh kepercayaan diri.
“Percaya diri sekali, memangnya kamu sangat hebat sampai bisa punya kepercayaan diri seperti itu?”
“Saya mempercayai diri saya dan kemampuan saya. Saya tidak akan melakukan penawaran sebaik ini pada siapa pun.” Ucap Limey dengan tegas dan penuh percaya diri.
Amon terperangah, tidak disangka gadis kecil dihadapannya berani melakukan tawar menawar padanya. Dipandanginya Limey dan Kinan bergantian. Menarik…pikir pemuda itu.
Baru kali ini Amon bertemu gadis penuh percaya diri seperti Limey. Baru kali ini dia melihat keberanian dan kenekatan pada sorot mata Limey yang berwarna biru.
“Hahahahaha, menarik!” suara tawa Amon bergetar di udara, dia merasa geli sendiri oleh kekagumannya. Amon telah terpikat oleh kecerdasan perempuan kecil dihadapannya. “Baiklah bocah, sesuai keinginanmu, aku setuju. Lagipula aku tidak pernah punya pelayan, sepertinyaitu akan sangat menarik sekali. Aku akan mengawal kalian keluar dan mengajari bocah yang satu lagi beladiri.”
“Baik, kita sepakat kalau begitu…..” tambah Limey.
“Sepakat, dan mulai sekarang, kau harus memanggilku tuan.” Ucap Amon.
“Limey!!!” Kinan hampir protes.
“Ada apa bocah, kamu keberatan? Tapi perjanjian sudah dibuat, dan mulai sekarang kamu harus memanggilku guru, bocah. Karena mulai sekarang aku akan mengajarimu ilmu bela diri, mengerti!!” Amon mendelik ke arah Kinan.
“Siapa sudi jadi muridmu kalau harus menjadikan adikku pelayanmu!!” sentak Kinan marah.
“Hahahaha! Tidak apa-apa kau tidak mau belajar silat dariku, tapi tetap saja adikmu jadi pelayanku. Tidak terlalu berpengaruh padaku kok…..”
“Kau!!” tubuh Kinan bergetar karena marah, tapi mendadak Limey membelai tangan Kinan sambil menggeleng lembut.
“Kak, tenanglah…….”
“Tapi…..”
“Maaf tuan, bolehkan saya berbicara berdua saja dengan kakak saya?” Limey segera meminta ijin pada Amon.
“Terserah saja……” Amon segera memutar tubuhnya dan mendadak dia melenting menjauh. Kini tinggal Kinan dan Limey yang duduk berduaan di tengah naungan sebatang pohon. Angin berhembus semilir, menerbangkan rambut Limey yang panjang.
“Kak….mengertilah….” ucap Limey setelah Amon pergi.
“Apanya yang harus dimengerti. Bagaimana mungkin kamu merendahkan diri dihadapan cowok aneh yang gila uang itu!!” seru Kinan emosi.
“Kak, tolong pahami. Setelah situasi tadi kita tidak bisa di sini terus berkeliaran. Kita sekarang ada di dunia lain yang tidak kita mengerti. Ini bukan dunia kita. Entah bagaimana, tapi sepertinya kunci tersebut membukakan pintu untuk ke dunia lain.”
“Hah? Maksudmu kita terlempar ke ‘dunia lain’”
“Mungkin itu nama yang pas. Tapi, di mana pun kita terlempar, ini bukan dunia yang ‘aman’. Sebelum kita tahu di mana ini paling tidak kita harus punya informasi yang tepat. Amon adalah sumberi informasi yang tepat. Aku memintanya menjadi guru kakak agar kita punya waktu untuk mengorek informasi, juga pelindung bagi kita yang tidak mengerti apa-apa. kakak mengerti kan?”
“Tapi, kenapa kamu harus jadi pelayan. Kalau itu biar aku saja….”
Limey menggeleng, “Nggak kak. Aku punya kesabaran lebih besar dalam menghadapi laki-laki itu, sedang kakak enggak. Lagipula kalau kakak belajar ilmu beladiri padanya suatu saat nanti kalau terjadi apa-apa, aku bisa mengandalkan kakak.”
“Limey!” Kinan segera memeluk Limey, adiknya, “Padahal aku ingin menjagamu. Tapi kenapa jadi begini…..”
“Nggak apa-apa. yang penting kita bisa selamat. Walau harus pakai cara licik sekalipun, aku ingin memastikan bahwa kita selamat.” Limey menatap kakaknya. Kinan hanya diam. Sorot mata Limey begitu kuat, di dalamnya ada tekat yang kuat.
***
Kinan benar-benar menjadi ‘agak’ patuh. Setelah Amon kembali. Dia segera menunduk meminta maaf, setelah itu memanggilnya dengan sebutan ‘guru’ yang sampai membuat Kinan harus menahan buncahan kemarahan di dalam kepalanya. Apalagi ketika Amon secara semena-mena menetapkan bahwa Limey harus memanggilnya tuan.
Setelah luka Kinan agak membaik—Amon tidak bersedia menunggu hingga membaik benar—mereka kini melanjutkan perjalanan.
“Ini adalah hutan setan. Termasuk hutan yang angker. kalau tidak hapal jalan di sini, kita bisa tersesat. Persis seperti disembunyikan setan kan?” Amon tampak bersikap hendak menakut-nakuti, tapi ditanggapi dengan dingin oleh ke dua adik kakak tersebut, Amon memalingkan muka agak jengkel.
“Setelah keluar dari hutan ini, kita akan tiba di mana tuan?”
“Desa para penjiarah. Namanya memang aneh, tapi itu termasuk desa yang ramai. Kalau kita terus ke arah selatan desa, kita bisa masuk ke gerbang batu. Perbatasan kota pelabuhan. Tentu saja tempat itu terkenal karena di sana adalah surga para pedagang. Makanannya enak, banyak barang-barang bagus dan segalanya. Tapi tampaknya kita tidak akan bisa cepat tiba di desa, butuh waktu dua hari penuh dengan jalan seperti ini untuk keluar dari hutan.”
Kinan merasa agak kesal, merasa seakan kata-kata itu menyindirnya.
“Kamu punya sesuatu yang menarik di balik tasmu itu?” Amon menunjuk pada tas milik Limey. Limey melihat ke arah tasnya.
“Hanya makanan kecil, dan beberapa perlengkapan.”
Mendadak Amon terhenti, lalu kemudian memandang ke arah Limey dan Kinan bergantian.
“Ada apa tuan?” tanya Limey heran.
“Kalian ini sebenarnya berasal dari mana?” tanya Amon kemudian.
“Itu….”
“Jangan membodohiku. ingat, kau siapa sekarang. PE-LA-YAN-KU!” Amon mengucapkan kata pelayan dengan persatu suku kata untuk menegaskan posisi Limey. Kinan yang melihat tampak mengepalkan tangannya dengan emosi yang seperti menggelegak di kepala.
Limey diam, matanya melirik ke arah Kinan yang berjalan di sisinya. Kinan mengangkat bahu, menyerahkan semua keputusan pada Limey.
“Kami berasal dari sebuah pulau...” ucap Limey.
“Pulau? Pulau mana?”
novel akan diposting setiap JUmat dan MInggu, pantengin terus ya
LukaDua tahun yang laluAmon terbangun dalam kondisi tubuh terluka. Bebat di sekujur dada tampak memerah oleh lumuran darah yang masih merembes dari bakal luka. Lelaki itu melihat ke kiri dan ke kanan, sunyi. Sebuah ruangan yang terbuat dari gubuk dengan tempat tidur dari dipan dilapis kain lapisan jerami. Di samping tempat tidurnya ada jendela yang separuh terbuka, menampakkan latar belakang pemandangan sebuah hutan yang terlihat sedikit jauh. Lalu mendadak pintu di sampingnya terbuka. Kinan datang membawa nampan dan menahannya dengan sisi tangan ketika tangan lainnya membuka engsel pintu.Kinan terperangah menemukan gurunya duduk sambil menatap ke arah jendela luar yang setengah terbuka.“Guru! Padahal jendela sudah sengaja aku tutup agar tidak masuk angin yang terlalu kuat!” Kinan buru-buru meletakkan nampan di meja lantas dia berjalan memutar menutup jendela.Amo
Limey menjadi kelimpungan dan gelagapan. Dia tidak menyangka bahwa akan ada yang bertanya tentang Sion, rasa malunya langsung merebak tidak terkendali. Semua yang terjadi barusan seolah terpapar di depan mata, membuat Limey menelan ludah.Dengan gugup gadis itu mencoba mencari alasan, “Ah, dia tadi pergi ke hutan untuk mencari binatang buruan…” jawab Limey sekenanya.“Ah, omong-omong tentang binatang buruang, aku juga sudah lapar,” Bixi langsung memukul perutnya dan sadar bahwa dia belum makan dari tadi.“Bagaimana kalau aku pergi berburu kak!” tawar Gillian.“menarik, aku juga ikut, sudah lama aku tidak berburu, kita cari rusa yang besar dan kita panggang dagingnya. Aku jadi ingat makanan yang kau berikan padaku sebelum ini.”“Ayo kalau begitu!” Gilian langsung mengangguk, kedua lelaki itu segera turun menggunakan ilmu meringankan diri. Terdengar gelak tawa dari keduanya, terpantul
Setelah Siulan keras, sebuah suara menyentak memanggil nama Limey.“Mey!!”Mendengar namanya dipanggil, gadis itu memutar arah pandanganya ke asal suara. Dari arah utara, tidak terlalu jauh, dua orang lelaki tengah berjalan ke arahnya. Lelaki yang satu tengah menggendong seseorang di bahu, dan lelaki yang satu lagi dengan tidak sabar melentingkan tubuh untuk berlari secepatnya mendekati Limey.“mey!” panggilnya lagi setelah sampai dihadapan Limey.“Gillian?” Limey membelalakkan matanya ketika melihat Gillian datang.“Aku membawa seseorang untuk kau tolong, dia adik kelimaku!” seru Gillian sambil menunjuk ke arah Bixi yang datang. Bixi pun kemudian melompat dengan sangat cepat, sehingga Limey seolah melihat Bixi berjalan layaknya hantu.Bixi sampai di depan Limey dan kemudian membungkuk untuk meletakkan Amon yang berada di dalam panggulannya.“Dia butuh perawatan. Dan aku rasa kau o
Wajah Sion tampak mulai memerah, tubuhnya bergetar. Tampak uap-uap berwarna merah menguar dari sekujur tubuhnya. Sesuatu seolah menggeliat di dalam perutnya, memusar, berputar dan menyebar di dalam tubuh.Sion tahu sensasi apa itu. Itu adalah pembukaan level imdok. Biasanya, ketika seseorang telah mencapai batas imdoknya, tubuh akan membuka kunci imdok pada level selanjutnya. Selama ini Sion tidak pernah bisa naik level dari enam ke tujuh, seberat apapun dia berusaha. Level imdok hanya sampai pintu gerbang, dan Sion selalu tidak memiliki kunci untuk membuka pintu Imdok.beberapa kali lelaki itu mencoba membuka paksa Imdok level tujuh, namun berbeda dengan pembukaan paksa level imdok pertama dan kedua, imdok tingkat tinggi tidak bisa dipaksakan. gelombangnya amat dasyat, dan bisa saja menghancurkan orang yang mencoba paksa. aliran tenaga dalam pasti akan berbalik, lalu menghujam seluruh aliran darah sebelum meledak.Sion tidak pernah melihat orang yang meledak ka
Sekarang Limey menatap ke arah Sion, lalu dia bertanya, “Sion, menurutmu aneh tidak warna mataku?”Sion memperhatikan, “Kenapa? Matamu sangat indah menurutku, seperti warna langit.”Limey langsung menepuk dahinya sendiri. Sion selama ini buta, dia tidak pernah melihat warna mata orang lain, jadi baginya warna mata Limey itu biasa saja.“Kau pernah tidak bertemu orang yang bermata sama denganku?”Sion tercenung, lantas menggeleng, “Memang selama ini tidak ada yang memiliki warna mata sepertimu, tapi kurasa karena aku belum pernah bertemu dengan orang-orang yang bermata seperti itu.” jelas Sion.Limey menghela napas, “Kau tahu, di tempatku warna mata ini hanya salah satu warna mata lain. Ada yang memiliki mata berwarna hijau, cokelat, hitam seperti mata kalian semua.”“Oh…” Sion menanggapi dengan tenang, tidak
Kedua orang saudara seperguruan itu berlari, sebelum mengambil jeda untuk melompat. Tangan keduanya dihantamkan ke depan. Amon dengan pedang buntungnya, dan Gillian dengan tapak dewanya. Warna pedang Amon berpendar, warna tangan Gillian berubah biru. Mereka akan saling hantam, dan kemungkinan keduanya akan terluka parah.Dalam pandangan Amon, Gillian serupa monster yang tengah mengulurkan cakarnya ke arah Amon, hingga pemuda itu bersiap menyalurkan imdoknya pada pedang untuk saling berbenturan, dan kalau berhasil membelah sang monster.Bixi membuka mata, melihat semua yang terjadi, lantas dia bergerak, tubuhnya diangkat terbang seringan bulu. Penyatuan kepribadian Bixi kecil dan dirinya membuat Bixi akhirnya benar-benar menguasai jurus bidadari. Dengan lesatan luar biasa, dia berada di tengah keduanya yang siap beradu tenaga dalam. Bixi mengulurkan tangannya untuk menghantam sisi samping Gillian dan Amon secara bersama-sama.Amon dan