Home / All / Pendekar Lembah Iblis / Bab 8 Bertemu Penolong

Share

Bab 8 Bertemu Penolong

Author: Langit Biru
last update Last Updated: 2021-08-08 09:06:35

Kinan merasa, kekuatannya tidak sanggup menyarangkan pukulan pada laki-laki berewok tersebut. Dan, tendangan terakhir dari laki-laki itu telak menghantam iga kiri Kinan, kontan tubuh Kinan terbanting ke samping sambil meringkuk kesakitan. Pukulan bagai beton raksasa tersebut memaksa Kinan terbaring dan melenguh kesakitan tanpa bisa kembali berdiri dengan benar.

“Kak!!” Limey berlari memburu Kinan, memeriksa keadaan Kinan. Cidera dalam, agak memar, tapi tidak sampai pendarahan dalam.

Berpikir….berpikir…segera berpikir! Limey memacu kerja otaknya, memikirkan cara agar lolos dari mulut buaya. Tapi, dengan keadaan Kinan yang terbaring tidak berdaya di tanah, Limey sudah tidak tahu lagi mesti bagaimana. Kini si brewok tersebut menghampiri Kinan yang masih meringkuk dan berusaha berdiri, tapi dengan kejam laki-laki itu menendang Kinan hingga jatuh tersungkur dan pingsan. Limey ingin menjerit, tapi matanya awas melihat 2 orang lainnya sudah datang mendekat, langsung saja mulut Limey kembali terkunci, dan menunggu situasi.

“Hei, jangan sampai luka, nanti nggak laku!” ucap salah satu dari orang yang datang tersebut.

“Aku boleh main-main kan? Yang ini keras kepala.” Ucap si brewok.

“Yang satu lagi?” laki-laki lain mendekat Limey yang terduduk lemas, ”Hahahaha, tenang aja, dia terlalu ketakutan, dan..” ucap laki-laki itu sambil mengamati Limey, 

“Hei, matanya biru.”

“Apa?! Matanya biru?” seorang laki-laki yang lain lagi segera mendekati temannya dan kini ikut memperhatikan Limey. “Mata yang indah….hahahaha! dia bakal laku dijual!! pasti mahal.”

“Aku tidak pernah mendengar ada manusia bermata biru?” seorang laki-laki lain mendekat ke arah Limey, lalu dengan kasar menarik dagu gadis tersebut. Mengamati warna mata Limey yang biru seperti warna lautan.

“Ini barang langka!” serunya.

“Apa itu berarti bagus?” kawannya bertanya heran.

“Ini mahal, bakal banyak orang rela membayar mahal untuk barang yang satu ini!” seru salah satu begal yang berada di dekat Limey.

Lalu, para begal tertawa. Mereka merasa bakal mendapat untung besar.

Limey terus berusaha berpikir, dia harus melakukan sesuatu, atau kalau tidak dirinya dan Kinan akan berhadapan dengan masalah. Tepat ketika ketiga orang itu sibuk tertawa dan mengikat tubuh Kinan, mendadak terdengar suara cekikikan keras dari atas pohon yang mengema, membuat ketiga orang berewok itu saling berpandangan.

“Setan dedemit, siapa itu!!” teriak si brewok, “Imdoknya boleh juga. Kalau setan, segera pergi dari sini, atau akan berhadapan dengan Hitam bersaudara!!”

“Hahahaha! Hitam bersaudara? Nggak kenal tuh!” sahut suara tersebut mengejek. Ketiga bersaudara tersebut kini saling berpandangan, lalu ketiganya mengangguk dan mendadak dua di antara tiga orang tersebut melompat, dan melemparkan sesuatu ke udara. Suara desingannya terdengar nyaring.

“Hahahaha, Apaan tuh! Senjata rahasia ya? Atau jarum jahit!!!” suara itu semakin mengejek. 

Kini ketiga pria berewok itu sudah naik darah, “Cih, Begajul! Keluar, jangan cuma berani sembunyi!!” kali ini teriakan mereka mengema hingga membuat Limey merasa telinganya seperti dihajar sesuatu.

“Hei Nona yang ada di situ, kamu masih sadar kan! Aku akan menolongmu, tapi…tidak gratis!” suara yang dikirim dengan imdok itu menggema kembali, kali ini mengajak Limey bicara.

“Iya, tolong kami!” seru Limey tanpa berpikir lagi. situasi membuat keadaannya terjepit, dan saat ini pertolongan dari iblis pun akan diterimanya. Apalagi setelah melihat keadaan kakaknya yang terkapar tidak berdaya.

Lalu terdengar suara angin bersiul dari atas pepohonan. Siulan tersebut bersamaan dengan kemunculan seseorang tepat ditengah antara Limey dan si berewok. Seorang laki-laki muda dengan baju berwarna hijau cerah, lengan kanannya dibalut kain yang seperti perban hingga ujung lengan, rambutnya panjang dan terkuncir rapih ke belakang.

 “Bayaranku, lima ribu Zeni, bagaimana?” tanya laki-laki itu sambil mengerling ke arah Limey yang berada hanya satu depa di dekat pemuda berbaju hijau tersebut.

Limey sempat merasa salah mengartikan ucapan laki-laki muda di depannya. Tapi dianggukkan juga kepalanya, tanda setuju, “Iya, tolong kami!!” seru Limey.

“Aye Bos!” laki-laki muda itu pun meloncat, dengan salto indah segera menghadang ketiga laki-laki tersebut dan tersenyum pada mereka, “Aku mau tanya, kalian ingin mati yang bagaimana?”

“Cih, bocah bau kencur, mau sok jadi pahlawan!” para laki-laki yang menyebut hitam bersaudara itu tertawa. 

Amon tersenyum, “Masalahnya—aku bukan pahlawan, tapi pendekar bayaran,” jawab Amon santai, lalu mengacungkan tangannya ke muka.

Ketiga brewok itu merasa terusik, marah dan satu diantaranya berteriak memberi perintah, “Brengsek! Serang dia!!!” 

ketiga berewok menyerang bersamaan. Satu menyerang atas, sisanya sisi kiri dan kanan. Amon meletakkan tangannya ke depan, seperti menyiapkan kuda-kuda. Dia menghela napasnya. Udara disekelilingnya terasa menguap. Kaki penyerang siap mampir di dada Amon, Amon segera memutar tangannya menangkis. Penyerang tersebut mental, bersalto. Dua lainnya memutar tangannya. Kedua tangan dua brewok lainnya bersinar, menyerang dari sisi kiri dan kanan. Tangan Amon direntangkan. Amon berteriak. Energi seperti pecah disekitarnya. Udara berputar kencang. Cahaya berbenturan. Dua brewok mental lagi. mendarat indah di tanah walau kakinya sempat goyah dan tidak lurus berdiri.

“Adik  kedua, dia kuat!!” bisik brewok yang satu kepada saudaranya. Yang dipanggil adik mengangguk, sang kakak mengerling pada yang satu lagi yang berdiri agak jauh darinya, “Adik ke tiga di sana—kita bisa bentuk formasi!!” bisik brewok yang menjadi kakak. 

Walau Limey tidak mengerti apa itu imdok dan aliran tenaga dalam, tapi Limey dapat merasa kulitnya terasa perih karena tekanan udara di sekelilingnya. Dengan kekuatannya Limey menyeret tubuh Kinan menjauh dari arena pertempuran. Dia harus segera membangunkan kakaknya. Perasaannya mengatakan ini akan jadi pertarungan mengerikan dengan efek ledakan yang menyakitkan. 

Setelah berhasil menjauhkan tubuh Kinan dari arena pertarungan, Limey segera mengguncang tubuh kakaknya, “Kak, bangun!” bisiknya dengan gemetar. Ketenangan agak hilang dari kepalanya karena tidak bisa memperkirakan apa yang akan terjadi nanti.

Kinan membuka matanya, rasanya seluruh badan perih dan sakit, “Aduh….” Erangnya sambil memegangi dadanya. Kinan segera memandang Limey yang membantunya duduk, “Mey…… kamu selamat?” tanya Kinan agak heran. Pingsan telah membuatnya kehilangan kesempatan untuk mengetahui apa yang tengah terjadi.

“Aku nggak apa-apa.” Ucap Limey, wajahnya sudah terlihat pucat.

“Mereka….?”

“Ada orang aneh yang menolong kita. Itu, mereka sedang bertarung. Kakak bisa berdiri?” Limey membantu Kinan berdiri. Kinan merasa tubuhnya sakit semua, tapi dipaksakan juga, akibatnya Kinan memuntahkan darah.

Limey cemas, lalu dengan lengan sweaternya segera diseka darah yang masih menempel di bibir Kinan, “Kakak enggak apa-apa?”

“Dadaku sakit…” erang Kinan sambil mendekap dadanya dengan satu tangan. Sekarang mata Kinan berputar, melihat sekeliling, dan dia melihat adegan mengejutkan ketika dari tangan laki-laki berpakaian hijau itu keluar sinar merah yang menghantam laki-laki brewok yang tadi menyerangnya. Laki-laki brewok itu jatuh ke tanah, dan terdengar suara batuknya yang keras beserta semburan darah. 

Belum hilang rasa kaget Kinan, mendadak terdengar erangan keras dari arah berlawanan. Satu orang brewok yang dipanggil adik kedua tampak memegang dadanya yang tertancap senjata. Dia berusaha untuk menarik senjata tersebut dengan putus asa, lalu tubuhnya berputar-putar sebelum akhirnya meregang nyawa. 

Melihat saudaranya tewas, si brewok yang dipanggil kakak pun melarikan diri. tubuhnya melenting mencoba menjemput saudaranya yang lain yang terluka. Amon yang masih berdiri dari arah tidak jauh tampak tidak berusaha menghalangi. Si kakak membantu adiknya, keduanya melenting dengan cepat meninggalkan tempat tersebut.

Kini laki-laki muda berpakaian hijau itu menepuk-nepuk lengannya dan sekarang menatap Kinan dan Limey yang terduduk direrumputan.

“Mei…dia?” Kinan segera memegang lengan adiknya dengan cemas. Kinan tidak tahu situasinya, yang dikhawatirkannya dalam keadaannya yang begitu, dia tak akan mampu melindungi Limey.

Limey memegang lembut tangan kakaknya, “Tenang kak… dia teman.”

“Teman?”

Laki-laki berbaju hijau itu mendekat.  Setelah dekat, tangannya teracung ke arah Limey, “Lima ribu Zeni!” ucapnya tanpa peduli melihat Kinan kepayahan.

“Bisa tolong kakakku dulu?” tanya Limey sambil memapah Kinan yang kepayahan.

Amon memandang ke arah Kinan, “2000 Zeni, untuk biaya pengobatan.” Ucap Amon.

Kinan tidak mengerti, memandang ke arah Amon dan berusaha berbicara, “Kau…meminta bayaran?” tanya Kinan tidak percaya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Maulana Syukron
perasaan tadi baju nya merah cerah
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 106 Aku Miliknya

    LukaDua tahun yang laluAmon terbangun dalam kondisi tubuh terluka. Bebat di sekujur dada tampak memerah oleh lumuran darah yang masih merembes dari bakal luka. Lelaki itu melihat ke kiri dan ke kanan, sunyi. Sebuah ruangan yang terbuat dari gubuk dengan tempat tidur dari dipan dilapis kain lapisan jerami. Di samping tempat tidurnya ada jendela yang separuh terbuka, menampakkan latar belakang pemandangan sebuah hutan yang terlihat sedikit jauh. Lalu mendadak pintu di sampingnya terbuka. Kinan datang membawa nampan dan menahannya dengan sisi tangan ketika tangan lainnya membuka engsel pintu.Kinan terperangah menemukan gurunya duduk sambil menatap ke arah jendela luar yang setengah terbuka.“Guru! Padahal jendela sudah sengaja aku tutup agar tidak masuk angin yang terlalu kuat!” Kinan buru-buru meletakkan nampan di meja lantas dia berjalan memutar menutup jendela.Amo

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 105 Pertemuan Tak Terduga

    Limey menjadi kelimpungan dan gelagapan. Dia tidak menyangka bahwa akan ada yang bertanya tentang Sion, rasa malunya langsung merebak tidak terkendali. Semua yang terjadi barusan seolah terpapar di depan mata, membuat Limey menelan ludah.Dengan gugup gadis itu mencoba mencari alasan, “Ah, dia tadi pergi ke hutan untuk mencari binatang buruan…” jawab Limey sekenanya.“Ah, omong-omong tentang binatang buruang, aku juga sudah lapar,” Bixi langsung memukul perutnya dan sadar bahwa dia belum makan dari tadi.“Bagaimana kalau aku pergi berburu kak!” tawar Gillian.“menarik, aku juga ikut, sudah lama aku tidak berburu, kita cari rusa yang besar dan kita panggang dagingnya. Aku jadi ingat makanan yang kau berikan padaku sebelum ini.”“Ayo kalau begitu!” Gilian langsung mengangguk, kedua lelaki itu segera turun menggunakan ilmu meringankan diri. Terdengar gelak tawa dari keduanya, terpantul

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 104 Yang Terluka

    Setelah Siulan keras, sebuah suara menyentak memanggil nama Limey.“Mey!!”Mendengar namanya dipanggil, gadis itu memutar arah pandanganya ke asal suara. Dari arah utara, tidak terlalu jauh, dua orang lelaki tengah berjalan ke arahnya. Lelaki yang satu tengah menggendong seseorang di bahu, dan lelaki yang satu lagi dengan tidak sabar melentingkan tubuh untuk berlari secepatnya mendekati Limey.“mey!” panggilnya lagi setelah sampai dihadapan Limey.“Gillian?” Limey membelalakkan matanya ketika melihat Gillian datang.“Aku membawa seseorang untuk kau tolong, dia adik kelimaku!” seru Gillian sambil menunjuk ke arah Bixi yang datang. Bixi pun kemudian melompat dengan sangat cepat, sehingga Limey seolah melihat Bixi berjalan layaknya hantu.Bixi sampai di depan Limey dan kemudian membungkuk untuk meletakkan Amon yang berada di dalam panggulannya.“Dia butuh perawatan. Dan aku rasa kau o

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 103 Racun yang keluar

    Wajah Sion tampak mulai memerah, tubuhnya bergetar. Tampak uap-uap berwarna merah menguar dari sekujur tubuhnya. Sesuatu seolah menggeliat di dalam perutnya, memusar, berputar dan menyebar di dalam tubuh.Sion tahu sensasi apa itu. Itu adalah pembukaan level imdok. Biasanya, ketika seseorang telah mencapai batas imdoknya, tubuh akan membuka kunci imdok pada level selanjutnya. Selama ini Sion tidak pernah bisa naik level dari enam ke tujuh, seberat apapun dia berusaha. Level imdok hanya sampai pintu gerbang, dan Sion selalu tidak memiliki kunci untuk membuka pintu Imdok.beberapa kali lelaki itu mencoba membuka paksa Imdok level tujuh, namun berbeda dengan pembukaan paksa level imdok pertama dan kedua, imdok tingkat tinggi tidak bisa dipaksakan. gelombangnya amat dasyat, dan bisa saja menghancurkan orang yang mencoba paksa. aliran tenaga dalam pasti akan berbalik, lalu menghujam seluruh aliran darah sebelum meledak.Sion tidak pernah melihat orang yang meledak ka

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 103 penyatuan

    Sekarang Limey menatap ke arah Sion, lalu dia bertanya, “Sion, menurutmu aneh tidak warna mataku?”Sion memperhatikan, “Kenapa? Matamu sangat indah menurutku, seperti warna langit.”Limey langsung menepuk dahinya sendiri. Sion selama ini buta, dia tidak pernah melihat warna mata orang lain, jadi baginya warna mata Limey itu biasa saja.“Kau pernah tidak bertemu orang yang bermata sama denganku?”Sion tercenung, lantas menggeleng, “Memang selama ini tidak ada yang memiliki warna mata sepertimu, tapi kurasa karena aku belum pernah bertemu dengan orang-orang yang bermata seperti itu.” jelas Sion.Limey menghela napas, “Kau tahu, di tempatku warna mata ini hanya salah satu warna mata lain. Ada yang memiliki mata berwarna hijau, cokelat, hitam seperti mata kalian semua.”“Oh…” Sion menanggapi dengan tenang, tidak

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 102 Ayo Kita Menikah

    Kedua orang saudara seperguruan itu berlari, sebelum mengambil jeda untuk melompat. Tangan keduanya dihantamkan ke depan. Amon dengan pedang buntungnya, dan Gillian dengan tapak dewanya. Warna pedang Amon berpendar, warna tangan Gillian berubah biru. Mereka akan saling hantam, dan kemungkinan keduanya akan terluka parah.Dalam pandangan Amon, Gillian serupa monster yang tengah mengulurkan cakarnya ke arah Amon, hingga pemuda itu bersiap menyalurkan imdoknya pada pedang untuk saling berbenturan, dan kalau berhasil membelah sang monster.Bixi membuka mata, melihat semua yang terjadi, lantas dia bergerak, tubuhnya diangkat terbang seringan bulu. Penyatuan kepribadian Bixi kecil dan dirinya membuat Bixi akhirnya benar-benar menguasai jurus bidadari. Dengan lesatan luar biasa, dia berada di tengah keduanya yang siap beradu tenaga dalam. Bixi mengulurkan tangannya untuk menghantam sisi samping Gillian dan Amon secara bersama-sama.Amon dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status