Kebo alas pun jatuh tersungkur dan tidak bisa berkutik lagi.
Lalu dengan garangnya Harimau putih itu menancapkan kuku kedua kaki depannya di dada Kebo alas dan mencabik-cabiknya dan juga mengunyah leher siluman itu hingga hancur.
Melihat kejadian mengerikan seperti itu Sentanu yang sejak tadi menunggui Dewi Sunti yang masih pingsan itu bermaksud ingin membunuh Harimau putih itu dengan melemparkan tombaknya.
Lalu dengan diam-diam Sentanu mengangkat tombaknya itu tinggi-tingi ke udara dan menariknya mundur, kemudian dengan kekuatan penuh dilemparkannya tombak itu ke arah Harimau putih yang masih mencabik-cabik mayat Kebo alas.
"Whuussh ...!"
Tombak itu pun melesat dengan sangat cepat ke arah Harimau putih, namun apa yang terjadi? Belum sampai tombak itu berhasil menyentuh tubuh sang Harimau, tiba-tiba muncul sesosok bayangan yang berkelebat menyambarnya.
Ssssttt ...!
Dan tiba-tiba saja telah ber
"Oh, diluar ternyata sudah terang Tuan Biswara," ujar Adhinata sambil mata menatap pemandangan di luar Goa."Benar Tuan Senopati, setelah semalam hujan sangat lebat pagi ini nampaknya matahari cukup cerah," timpal Biswara sambil melangkah keluar dari mulut Goa dengan Senopati menyusul dibelakangnya."Silahkan Tuan Senopati tunggu sebentar disini.""Baik Tuan," sahut Senopati menuruti perkataan Biswara. Lalu tiba-tiba Biswara kembali menghadap ke mulut Goa, tangan kirinya nampak ditempelkan ke dada, sedangkan tangan kanannya digerakkan ke depan seperti layaknya orang yang sedang menarik sebuah tirai untuk ditutup kan.Dan memang Biswara sedang menutup Goa itu dengan sebuah pagar gaib.Setelah selesai menutup Biswara pun bergegas menghampiri Sentanu dan Dewi Sunti, nampak mantan ketua gerombolan pendekar itu tubuhnya masih kaku dan melayang diawang-awang, sedangkan Dewi Sunti nampak juga sudah sadar meski terlihat masih sangat lema
"Aaahh, kamu ini gak tahu kalau ini urusan penting! Ini masalah keselamatan Gusti Prabu Jayantaka! Sudah minggir sana, biar aku sendiri saja yang langsung memanggil beliau!" ujar Senopati Adhinata sambil bergegas menuju pintu Puri Pulasari.Dan begitu tangan Senopati Adhinata akan memegang gagang pintu tiba-tiba pintu Puri dibuka dari dalam.Kreek ...!Nampak sang Ratu Bhanuwati keluar dengan tangan masih memegang bunga untuk pemujaan."Ada apa ini kok ribut-ribut? Lho kamu Senopati Adhinata kok sudah pulang apa sudah berhasil mendapatkan mayat sakti itu?""Ampun gusti Ratu kalau hamba mengganggu Gusti Ratu Bhanuwati melakukan pemujaan ... saya tadi memang memaksa untuk bisa langsung menghadap," ujar Senopati Adhinata sambil menghaturkan sembah hormatnya."Maafkan kami Gusti Ratu ... kami hanya menjalankan titah Gusti Ratu Bhanuwati, sekali lagi hamba mohon ampun ..." ujar dayang-dayang dengan rasa takut.
Sesaat Ratu Bhanuwati memperhatikan sang Raja setelah memakai Azimat rambut sakti itu.Dan ternyata memang sungguh sebuah keajaiban, tidak lama setelah pemakaian Azimat itu Raja Jayantaka nampak berangsur-angsur menunjukkan tanda-tanda kesembuhan, dari yang semula tidak bisa berbicara kini sudah mulai bisa meskipun masih terbata-bata, dari yang semula lumpuh total kini sudah mulai bisa menggerakkan tubuhnya meski itu hanya untuk sekedar membalikkan tubuh untuk ganti posisi.Melihat perubahan seperti itu Ratu Bhanuwati pun nampak terharu, tanpa terasa dia tiba-tiba meneteskan air mata."Puji Dewata Agung ... Paduka Raja sudah mulai bisa bergerak ... Apakah Paduka sudah mulai sembuh?" tanya Ratu Bhanuwati dengan suara bergetar."Benar Dinda Bhanuwati ... tubuhku sudah tidak kaku lagi dan tenagaku juga mulai pulih," ujar sang Raja.Nampak sang Raja menggerakkan tubuhnya te
Adalah Rakryan Dipasena, salah satu punggawa Kerajaan yang sering bersebrangan dengan kebijakan Raja Jayantaka.Dan Baginda Raja sendiri ketika Rakryan Dipasena menunjukkan sikap ketidaksetujuannya lebih banyak mengalah ketika sedang berada di dalam sebuah sidang, meskipun sikapnya itu hanya merupakan sebuah cara agar tidak terjadi perdebatan yang berkepanjangan, dikarenakan Rakryan Dipasena adalah sepupunya Prabu Jayantaka sendiri.Dan biasanya begitu di luar sidang Prabu Jayantaka selalu menugaskan Ratu Bhanuwati untuk menjelaskan dan membujuk agar sikap dan pendapat Rakryan Dipasena itu bisa dirubah atau bahkan dibatalkan, dan melihat yang sudah-sudah Rakryan Dipasena akan melunak bila sudah berhadapan dengan Ratu Bhanuwati.Ratu Bhanuwati memang terbilang perempuan yang sangat cerdas dan pintar dalam mengambil hati orang lain, dan Rakryan Dipasena memang nampak lebih respect kepadanya ketimbang kepada Baginda Raja sendiri.Secara nasab Rakryan
"Setuju...!" jawab para anggota inti Kerajaan dengan kompak kecuali Pangeran Cayapata yang memang nampak kurang serius mengikuti musyawarah penting itu.Melihat Putra mahkotanya bersikap seperti itu Raja Jayantaka merasa tidak suka, lalu beliau pun menegurnya."Cayapata! Kamu ini sudah dewasa dan kamu ini juga Putra Mahkota, tidak semestinya kamu bersikap seperti itu!" bentak Prabu Jayantaka.Mendapatkan bentakan dari Ayahandanya Pangeran Cayapata malah langsung pergi meninggalkan ruang musyawarah dengan tanpa bicara sedikitpun.Melihat prilaku Pangeran Cayapata seperti itu Ratu Danuardara yang juga sebagai ibu kandungnya merasa malu kepada para Permaisuri yang lain, terlebih kepada kedua Penasehat Prabu Jayantaka yaitu Dang Acarya Sidharta dan Dang Acarya Surapraja."Maafkan saya Kanda Prabu saya yang bersalah karena tidak bisa mendidik Cayapata menjadi Putra Mahkota yang baik, tapi saya akan terus menasihatinya sampa
Lagi-lagi keanehan pun terjadi, begitu tombak pusaka itu dipukul-pukulkan ke telapak tangan kirinya tiba-tiba gagang tombak itu berubah jadi lapuk dan ujungnya juga tiba-tiba juga berubah jadi besi yang rusak dan berkarat dan akhirnya tombak pusaka itu pun patah.Prabu Jayantaka nampak masih belum mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi, sang Raja juga belum sadar bahwa kekuatan yang ada pada tombak pusaka itu telah kalah dan luntur dengan kekuatan yang ada pada rambut sakti yang diikatkan di lengannya itu.Ditengah-tengah kebingungannya itu lalu tanpa sadar Prabu Jayantaka menyandarkan tubuhnya pada sebuah rak yang berisikan cinderamata pemberian dari Raja-raja sahabat yang terbuat dari batu permata dan logam mulya, dan begitu disandari tubuh sang Raja, sontak saja rak tersebut bergoyang dan cinderamata itu pun berjatuhan. Lalu dengan gerakan yang sangat cepat dan super kilat Prabu Jayantaka menangkap semua permata itu tanpa ada satu pun
Setelah tiba di depan ruangan Prabu Jayantaka Senopati Adhinata tidak langsung masuk, beliau memilih untuk bertanya kepada pelayan yang terlihat baru keluar dari ruangan itu."Pelayan ... sini!" seru Senopati sambil melambaikan tangannya."Iya Gusti, ada apa?" tanya pelayan itu."Gusti Prabu ada?" disaat pelayan itu baru mau menjawab tiba-tiba terdengar suara Prabu Jayantaka dari dalam memanggil."Masuklah Senopati Adhinata ..." Mendengar suara sang Prabu akhirnya Senopati Adhinata pun langsung segera masuk. Dan begitu Senopati sudah berada di dalam Gusti Prabu Jayantaka langsung mempersilahkan untuk duduk."Duduklah Senopati Adhinata.""Terimakasih Gusti Prabu," balas sang Senopati dengan segera mengambil posisi duduk di lantai."Duduklah di atas Senopati," pinta sang Prabu. Lalu Senopati Adhinata pun duduk di sebuah dampar ukir yang berwarna emas yang memiliki ukuran lebih kecil, sedangkan sang Pr
"Kamu gak perlu khawatir Dipasena, dan jangan berpikir terlalu jauh dulu, aku yakin Gusti Prabu sudah menimbang dengan baik dan cermat dengan apa yang akan diputuskan," tutur Patih Badrika dengan bijak, dan Dipasena terlihat mengatupkan bibir sambil memutar bola matanya tanda dia tidak sepakat dengan jawaban Patih Badrika."Ya sudah saya tinggal dulu, kalau kamu mau menunggu aku kembali ya silahkan," ujar Patih Badrika berpamitan pada Rakryan Dipasena.Memang diantara para punggawa Kerajaan Karma Jaya yang paling tidak senang dengan keberhasilan Senopati Adhinata adalah Rakryan Dipasena.Sementara itu, tidak lama setelah berjalan Patih Badrika pun tiba di Istana Raja, tau kalau kedatangannya sudah ditunggu-tunggu oleh Baginda Prabu maka Patih Badrika langsung menuju ke ruangan tempat Prabu Jayantaka menunggu."Salam hormat Hamba Gusti Prabu ..." ucap Patih Badrika dengan masih berdiri di pintu masu