Share

Pendekar Tongkat Emas
Pendekar Tongkat Emas
Penulis: Rina Asterina

Bab 1 (Permintaan Tolong)

"Tolong....tolong..."

Suara semakin nyaring terdengar dari dalam hutan yang tidak jauh dari rumah penduduk. Arya terkejut kemudian bangun dari tidurnya.

"Apakah aku bermimpi?" ucap Arya sambil mengusap wajahnya.

“Tolong ...tolong…”

Semakin lama suara meminta tolong tersebut semakin melemah dan kemudian menghilang. "Sepagi ini apakah ada orang yang mencari kayu bakar ke hutan?" Arya menatap Ibundanya. Namun wanita tua itu tak menjawab, ia meminta Arya untuk mencari sumber suara tersebut. "Mungkinkah itu adalah manusia yang meminta tolong Bu?atau hanya tipuan sang penjaga hutan?" tanya Arya. "Temuilah suara itu, barangkali memang sangat membutuhkan pertolongan kita." Sulastri meminta putranya segera memeriksa apa yang terjadi.

Sulastri-ibunda Arya Saloka menatap anaknya dengan penuh cemas. Tanpa pikir panjang akhirnya Arya mengambil busur panah untuk berjaga-jaga. Dia membawa pula sebilah pisau kecil yang dia selipkan di pinggangnya.

"Aku pamit ibunda," ucap Arya seraya mencium punggung tangan ibundanya.

Dengan sigap ia masuk ke dalam hutan. Biasanya banyak orang yang mencari kayu bakar dan bertemu dengan binatang buas di sana. Tetapi di waktu sepagi itu mana ada manusia yang pergi ke hutan setelah hujan turun semalaman. Arya mencari-cari sumber suara tersebut. Masih terdengar namun samar. Ia kemudian menuju semak belukar di bibir sungai namun tetap saja ia tidak menemukan apapun disana. Sesaat sebelum ia memutuskan meninggalkan hutan ia menemukan bayi laki-laki yang berada di bibir sungai di dalam keranjang bayi.

"Astaga, bayi siapakah ini?"

Arya memeriksa keadaan sang bayi dan melihat sekitar barangkali ada yang melihat siapa yang telah meninggalkan si bayi malang tersebut.

"Ada apakah gerangan kau memanggilku?" Suara si penjaga hutan nyaring terdengar .

"Wahai penjaga hutan, siapakah yang telah tega meninggalkan bayi mungil ini disini ?" Suara penjaga hutan samar terdengar dan tidak jelas menunjukan sesuatu.

"Lelaki berpakaian prajurit."

Hanya satu petunjuk yang dapat ia tangkap. Kemudian ia pergi dengan membawa serta bayi yang masih terlelap itu. Di sepanjang perjalanan ke rumah ia melihat para binatang hutan memberikan jalan untuknya. Pepohonan yang tadinya menghalangi jalan pun tiba-tiba seolah bergeser memberikan jalan.

Arya terkejut dengan keajaiban yang ia lihat baru saja.

"Apakah karena bayi ini? Bayi siapakah ini?"lirih Arya.

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, akhirnya ia sampai di depan rumahnya. Dia langsung menemui ibundanya dan memberikan sang bayi kepadanya. Tanpa banyak bertanya sang ibunda pun langsung merawat si bayi mungil tersebut.

Ia memberikan air putih sedikit demi sedikit kepada sang bayi. Sementara Arya langsung pergi ke sumur belakang rumahnya untuk membersihkan diri.

"Tak sedikitpun bayi itu menangis, kamu telah menemukan bayi ajaib ini di hutan?"

Arya menganggukkan kepalanya dan menengok keadaan sang bayi. Betapa teduh hati Arya menatap lekat sang bayi mungil tersebut.

"Ternyata mimpi ibu semalam tidak salah, ibu bermimpi mendapatkan buah kelapa yang sangat banyak tetapi ada satu buah kelapa bersinar dari kejauhan, ternyata ini arti mimpi ibu semalam."

Arya tak banyak berkata, ia langsung pergi ke mang Danu untuk menemui Mbok Siem dukun beranak di kampungnya. Arya melangkahkan kaki kekarnya menyusuri rumah penduduk dan akhirnya tiba di satu rumah bertembok bilik bambu dengan beberapa tulang kepala rusa terpajang di depan rumahnya.

"Ada apa nak Arya pagi-pagi sekali kesini?"

Arya menyampaikan maksud dan tujuannya kepada mang Danu. Dan ia meminta Mbok Siem-ibu mang Danu untuk melihat keadaan sang bayi.

"Duh kasian ya, bayi sekecil itu sudah di buang oleh orangtuanya," ujar mang Danu. Arya bergeming dan menantikan si Mbok yang masih bersiap-siap.Setelah berhasil menemui mbok sim, Arya berpamitan dengan mang Danu dan segera menuju ke rumahnya.

Sesampainya di rumah Arya, sang dukun beranak segera menemui sang bayi.

"Lastri, kamu sudah memandikan bayinya?" tanya mbok Sim

Ibu Arya mengangguk dan menceritakan apa yang ia lihat saat hendak memandikan sang bayi.

Mbok Sim terkejut mendengar hal tersebut. "Jangan ceritakan hal ini pada siapapun." MBok Siem memberikan isyarat pada Sulastri untuk merahasiakan keajaiban sang bayi. Lalu memeriksa keadaan bayi yang sedang tertidur di atas ayunan kain jarik.

Arya yang berada di luar rumah merasa sangat khawatir terjadi sesuatu yang tidak baik pada sang bayi. Dia gelisah mondar-mandir tak tenang. Arya tidak sabar mendengar penjelasan dari sang dukun sakti itu.

“Bagaimana keadaan bayi ini mbok?” Seru Arya menyerobot masuk ke kamar sang bayi yang sedang di periksa. “Tidak apa-apa.” Mbok Siem mengedipkan matanya pada Lastri untuk tidak menceritakannya pada Arya.

"Ibunda, kita namakan dia siapa?"

Ibunya tidak menjawab, ia berharap Arya mau melupakan bayi tersebut dan menyerahkannya kepada pak Kepala desa.

"Tidak Bu, izinkan Arya membesarkan dia Bu,"

Arya memohon restu pada ibunya untuk merawat dan membesarkan sang bayi. Lastri meninggalkan Arya sendiri di luar rumahnya. Dan ia masuk menemui dukun desa mbok Sim.

"Anakku tetap saja bersikukuh ingin merawat bayi ini mbok, bagaimana jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan? Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada anak semata wayangnya.

Mbok Sim menarik nafas panjang. Lalu ia berkata, "Kita berdoa saja agar tidak terjadi sesuatu di kemudian hari."

Kemudian mbok Sim merapalkan sesuatu dan membisikkannya di telinga sang bayi. Sang bayi yang sedang tertidur pulas akhirnya tersenyum. Seolah mengerti dengan apa yang dikatakan sang dukun desa tersebut.

"Sudah nak, antar si mbok ke rumah lagi," ucap mbok Sim dan meminta Arya mengantarnya kembali.

Arya mengantar sang dukun desa yang sudah sampai ke depan pelataran rumahnya. Menurut kebanyakan rumah Mbok Siem ini sangat menyeramkan, bahkan sering ada yang melihat makhluk ghaib yang berkumpul di depan rumahnya. Tetapi tetap saja dia di percaya sebagai penolong ibu melahirkan di kampung Dukuh.

"Terimakasih mak, atas bantuannya Mbok Siem."

Mbok Sim akhirnya masuk dan memberikan sebuah kalung berisi jimat untuk diberikan pada sang bayi jika dia terbangun dan rewel.

"Arya, ingat jangan sekali-kali kamu membawanya ke dalam hutan."

Arya terdiam dan tidak paham dengan perkataan mbok Sim.

"Kenapa Mak?"

Mbok Sim tidak banyak bicara hanya memberikan penekanan atas perkataannya.

"Turuti saja perkataanku, sebelum dia berusia lima tahun dia harus berada di dalam rumah."

Arya tidak berani banyak bertanya kembali, ia meraih kalung jimat yang diberikan oleh Mbok Sim. Arya undur diri dan menuju ke hutan mengambil kayu bakar dan hasil hutan lainnya. Beberapa kayu kering dan ranting ia pungut dan ia ikat jadi satu. Juga beberapa buah dan singkong yang tumbuh liar di sekitaran semak belukar.

Sejak kecil ia pandai memanjat pepohonan, mengambil air ataupun mencari kayu bakar di hutan. Keahlian itu ia dapat sedari kecil. Sebelum ayahandanya pergi berkelana ke negeri seberang dan hingga saat ini tidak pernah ada kabar setelahnya.

"Sebaiknya aku segera pergi sebelum matahari meninggi,"batinnya.

Saat hendak mengambil tumpukan kayu bakar dan membawa hasil hutan ia melupakan jimat untuk sang bayi yang di berikan oleh Mbok Sim sebelumnya.

"Hey Arya, apakah kau melupakan sesuatu?" tanya seekor burung gagak yang sedari tadi memerhatikan gerak-gerik Arya.

"Tidak!"

Sang gagak terus saja mengikuti Arya dan bertanya banyak hal padanya. Arya memiliki kemampuan bisa berkomunikasi dengan hewan dan tumbuhan sejak kecil. Kelebihan tersebut turun temurun dari sang kakek.

" Sudahlah jangan ganggu aku, aku hendak pulang." Arya bergegas kembali ke rumahnya menjelang senja.

"Ya sudah, jangan menyesal jika terjadi sesuatu nanti malam,”jelas sang gagak. Seolah gagak mengetahui banyak hal. Arya tidak menghiraukan perkataan sang gagak tadi. Sesampainya di rumah ia langsung menaruh kayu bakar di pojok rumahnya.

"Arya.. Bayimu menangis sedari tadi, apakah mbok Sim memberikan sesuatu untuk kamu bawa ?"

Arya baru menyadari bahwa ia meninggalkan kalung jimat yang diberikan mbok Sim di dalam hutan.

“Astaga, aku melupakannya bu,” sesal Arya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status