Share

Bab 7 Foto

Author: Dhesu Nurill
last update Last Updated: 2024-10-12 20:17:33

Senja menatap kagum rumah yang ada di hadapannya. Setelah tiga puluh menit berada di jalanan yang macet, akhirnya lelah itu terbayar lunas tatkala disuguhi pemandangan yang memanjakan mata.

Rumah minimalis bercat biru muda dengan halaman yang penuh dengan aneka bunga. Di ujung dekat jendela kamar sebelah kiri, ada sebuah pohon mangga yang baru berbunga.

Senja menelan ludah, pastinya segar kalau memakan buah di teriknya matahari.

"Ayo masuk!" ajak Abimanyu seraya memutar kenop pintu.

Kini pupil mata Senja kembali membesar melihat isi rumah itu. Benda-benda bernuansa cokelat berbaur dengan cat putih, terkesan elegan dan rapi. Tidak terlalu banyak perabotan di sini, tapi cukup menarik perhatian bagi seseorang yang bertamu.

"Ini rumah siapa?" tanya Senja seraya mengamati setiap sudut ruang tamu.

Abimanyu menarik dua koper, dia masuk ke salah satu kamar lalu kembali mendekati Senja yang masih terkagum-kagum dengan tempat tinggalnya.

"Ini rumahku." Abimanyu kembali membawa tas ransel miliknya untuk di letakkan di kamar miliknya juga. Kamar Abimanyu bersebelahan dengan kamar yang akan ditempati Senja.

"Oh ... eh! Kamu bilang apa tadi. Ini rumah kamu?!" Raut wajah Senja mengisyaratkan rasa tak percaya.

Abimanyu mengangguk seraya pergi ke arah dapur. Seperti biasa, dia tak acuh dengan tanggapan gadis itu.

"Tidak mungkin! Masa pria kulkas itu bisa menyusun isi rumah dengan apik seperti ini? Pasti ini kerjaan pembantunya." Senja bermonolog, menyanggah setiap kemungkinan.

Abimanyu berjalan mendekati Senja yang tengah menggeleng-gelengkan kepala. Dia menarik sebelah bibirnya, gadis itu memang aneh, pikir Abimanyu.

"Minumlah!" Abimanyu memberikan segelas jus mangga yang langsung diterima Senja dengan mata berbinar.

"Kamu tahu aja aku butuh yang segar-segar," ucap Senja yang dihadiahi dengan gelengan kepala dari Abimanyu, gadis aneh.

Setelah meneguk jus mangga sampai tandas, Abimanyu menyuruh Senja beristirahat. Hari yang cukup melelahkan bagi seseorang yang tengah diincar keselamatannya.

Saat Senja hendak tenggelam dalam kamar, tiba-tiba Abimanyu berucap, membuat gadis itu terpaksa menghentikan langkah.

"Kamu boleh gunakan fasilitas di rumah ini, kecuali memasuki kamarku," ucapnya dingin.

Hendak menanyakan alasan, Abimanyu sudah lebih dulu hilang dibalik pintu kamar di sebelahnya. Senja mencebik, seraya menatap malas pintu kamar Abimayu.

"Dasar kutub utara!" serunya seraya membanting pintu kamar.

***

Sinar mentari sudah hadir menanti setiap insan untuk memulai beraktivitas. Memberikan cahaya semangat untuk memulai hari, tapi berbeda dengan Senja. Dia mengawali hari dengan rasa kesal yang sedari tadi ditahan.

"Kamu enggak ada manis-manisnya kaya produk air mineral. Ngebangunin orang tuh yang elegan dan romantis, bukan dengan cara menciprati air ke wajah!" Senja tersungut-sungut seraya duduk di kursi meja makan.

Seperti biasa, Abimanyu menanggapinya dengan tak acuh. Melihat Senja yang tidak juga bangun saat jam weker terus berbunyi membuatnya jengah, tanpa pikir panjang Abimanyu mengambil air lalu dicipratkan pada muka Senja yang tengah terlelap dengan genangan pulau buatan gadis itu sendiri.

"Aku beri saran agar kamu terbiasa bangun tidur pagi. Jangan sampai Dewantara menyesal menikahimu kelak," saran Abimanyu sembari meletakkan piring berisi nasi goreng yang menggugah selera.

Senja menatap Abimanyu tajam, perkataan pria itu tidak pernah menyenangkan. Dengan malas Senja menyantap sarapannya, walaupun masakan Abimanyu enak,  tapi mood-nya kurang baik. Jadilah muka masam yang terus diperlihatkan.

"Habiskan makananmu, aku akan kembali," ucapnya melangkah pergi.

"Kamu pikir dirimu siapa? Baby sitter? Ck." 

Mata Senja mengikuti setiap pergerakan Abimanyu. Pria itu memasuki kamar, tapi pintunya tidak ditutup. Penasaran, akhirnya Senja bergegas mengikuti Abimanyu dengan mengendap-endap.

Dari balik pintu kamar yang terbuka, Senja melihat isi kamar Abimanyu yang terlalu monoton. Hanya tempat tidur, meja dengan kursi serta lemari pakaian. Tak ada hiasan dinding, kecuali jam yang menempel dan sebuah foto berukuran besar.

Mata Senja membulat sempurna, di dinding itu, foto gadis cantik dengan rambut sebahu tengah tersenyum dibingkai dengan sangat apik.

Senja terpukau dengan parasnya dan kini sebuah pertanyaan kembali muncul di benak, tentang siapakah foto perempuan itu.

Senja berlari kecil saat mendengar derap langkah kaki Abimanyu mendekat. Rumah minimalis tanpa sekat antar ruangan selain kamar itu membuatnya cepat sampai ke tempatnya semula.

Dengan gesit Senja berpura-pura tengah menikmati makanan. Namun, bukan Abimanyu jika dia tak menaruh curiga akan pergerakan Senja yang aneh.

"Kamu kenapa?" tanya Abimanyu, mengernyitkan dahi.

Senja gelagapan, merasa tertangkap basah. Dengan cepat dia menyanggah.

"Pertanyaan macam apa itu? Aku sedang makan," jawab Senja cepat.

Abimanyu menaikkan sebelah alis, tak percaya dengan jawaban Senja, tapi  tak dihiraukannya.

Setelah Abimanyu duduk, mereka berdua menyantap hidangan dalam diam, bergelut dengan pemikiran yang sedari tadi terus menerornya. Pertanyaan paling besar adalah tentang foto perempuan cantik di kamar Abimanyu. Senja akan mencari tahunya, dia tidak mau hidup penasaran.

***

Senja menatap kosong papan tulis yang  penuh dengan rumus mata kuliah. Raganya di kelas, tapi angannya melambung tinggi menembus waktu lampau. Dia begitu penasaran dengan foto di kamar Abimanyu, bertambah menyiksa pikiran saat tak ada informasi yang didapat dari Abimanyu.

Pagi tadi sebelum berangkat kuliah, Senja sengaja memancing obrolan tentang kehidupan pribadi bodyguard itu. Namun, ternyata Abimanyu bungkam seribu bahasa. Tak keluar sepatah kata pun dari mulutnya, yang ada pria itu malah menatap tajam Senja. Sungguh pria misterius.

Tidak lama kemudian, suara bel menariknya kembali ke alam sadar. Mata kuliah telah usai, teman sekelas Senja mulai berhamburan, dengan cepat dia pun meninggalkan kelas.

Baru beberapa langkah keluar kelas, ponselnya bergetar dan tertera nama Dewantara. Semenjak pertengkaran tempo hari, baru kali ini Dewantara meneleponnya lagi. Ragu, Senja menjawab telepon Dewantara.

"Halo, Mas." Pelan Senja berucap, takut yang di seberang sana masih marah.

"Halo, kamu di mana, Sayang?" tanya Dewantara dengan nada penuh kekhawatiran.

Untuk sesaat Senja diam, dia seperti enggan mengatakan keberadaannya.

"Halo, Senja? Kenapa diam? Kamu masih marah sama mas?" Pertanyaan Dewantara yang bertubi-tubi membuat Senja gamang. Dewantara tidak marah lagi, itu yang terlintas di pikirannya.

"Em, enggak, Mas."

Terdengar helaan napas panjang dari seberang, ada beban berat yang Dewantara bawa.

"Sayang, sebenarnya ada apa? Kenapa kamu tidak menghubungi mas, dan kenapa rumahmu kosong?" tanya Dewantara, khawatir.

Senja menutup mata, kali ini ada perasaan tak terima jika Dewantara tahu di mana dirinya tinggal.

"Sayang?" Dewantara terus mendesak Senja yang sedari tadi terdiam.

"Iya Mas, aku pindah. Ada insiden yang mengharuskan aku meninggalkan rumah untuk sementara waktu," tutur Senja akhirnya jujur juga.

Untuk beberapa saat Dewantara diam, membuat Senja tak enak hati.

"Mas?" tanya senja yang dibalas helaan napas berat dari Dewantara.

"Mas sudah bilang, sebaiknya kita menikah. Dengan begitu kamu akan aman, dan mas akan menyewa detektif ternama untuk mengungkap kasus ayahmu. Tidak perlu menggunakan jasa bodyguard yang tidak punya sopan santun."

Ada rasa tak terima kala Dewantara menghardik Abimanyu. Perasaan aneh yang tiba-tiba muncul, membuat Senja dilema.

"Maaf, Mas." Hanya itu yang keluar dari mulut Senja.

"Sudahlah, mas akan sabar menunggu sampai semua selesai. Sekarang, katakan di mana kamu tinggal?" tanya Dewantara tak sabar.

Senja bimbang, takut Dewantara marah jika mengetahui dirinya tinggal di rumah pria yang dia benci. Saat hendak menjawab pertanyaan Dewantara, tiba-tiba suara perempuan menginterupsinya.

"Hai, kamu Senja, kan?" Suara lembut perempuan dari belakang, membuat Senja memutar badan.

Betapa terkejutnya mendapati perempuan yang ada di hadapannya. Dia adalah sosok perempuan di foto yang ada di kamar Abimanyu.

"Ka-kamu?" Lidah Senja kelu dengan kekagetan yang masih menguasainya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 20 Lembaran Baru

    Aroma melati menguar di ruangan dengan lampu temaram, membuat suasana indah bertabur harapan dan doa.Di atas ranjang yang penuh bunga, dua orang tengah melepas rasa cinta dengan ikatan halal yang sudah diikrarkan.Tak ada ucapan yang keluar sebagai bentuk ungkapan rasa, hanya tatapan dan sentuhan sebagai perwakilan cinta. Mereka sudah membuka lembaran baru kehidupan.“Bi.” Senja membenarkan posisi tidurnya, dia bersandar di dada bidang Abimanyu.“Hmm, apa Sayang?” Pria itu membiarkan gadis yang sudah sah menjadi istrinya agar bisa leluasa untuk berbaring di sampingnya dengan nyaman.“Kenapa kamu selalu dingin padaku dulu?” tanya Senja penasaran.Abimanyu diam sejenak, dia lalu mengelus surai hitam milik Senja. “Aku memang seperti itu, Sayang. Mungkin karena profesiku yang selalu dalam bahaya, membentukku menjadi pria dingin. Tapi, nyatanya tidak seperti yang kamu kira, ‘kan?”Senja cengengesan, baru sadar akan kepribadian Abimanyu yang sesungguhnya. Peribahasa ‘Jangan menilai orang d

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 19 Kejujuran

    Abimanyu mengernyit, silau dengan cahaya yang terlalu terang. Dengan perlahan, dia mulai membuka mata menyesuaikan dengan cahaya di ruangan itu.Ruangan serba putih dengan bau obat yang menyengat, pria itu sudah bisa menebak keberadaannya saat ini. Dia menggerakkan tangan, tapi ada sesuatu yang menahannya.Dengan kepala yang berdenyut, Abimanyu mencoba melihat ke sisi kanan. Seulas senyum terbit di bibir pucatnya, pelan dia mengusap surai hitam milik perempuan yang tengah terlelap seraya menggenggam tangannya.“Senja,” gumam Abimanyu dengan suara parau, sukses membuat orang yang dimaksud terbangun.Dengan pelan Senja mengucek mata, lalu dia membeku seraya menatap Abimanyu tak percaya, sedetik kemudian Senja berhambur ke pelukan Abimanyu.“Alhamdulillah, syukurlah. Akhirnya kamu sadar juga, Bi,” lirih Senja membuat tubuh Abimanyu yang lemah langsung menegang.Cukup lama Senja memeluk Abimanyu yang tak merespons. Khawatir, akhirnya gadis itu melihat keadaan Abimanyu.“Kamu kenapa?” tany

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 18 Terungkap

    Rasti kebingungan mencari Senja di ruang tunggu operasi. Lampu di atas pintunya sudah mati, itu berarti operasi telah usia. Dia mendesah panjang, obrolannya dengan Deni terlalu lama sampai dia lupa ada orang yang perlu diperhatikan.Dengan cepat Rasti bertanya ke salah satu perawat tentang keberadaan Abimanyu. Setelah nomor dan nama ruangan didapatkan, Rasti segera meluncur ke tempat tujuan.Ruang anggrek nomor 17, dari kaca ruangan, dia melihat Senja duduk di depan Abimanyu yang terbujur lemah di brankar rumah sakit.Rasti segera masuk, dia menyerahkan bungkusan makanan untuk Senja. Rasti tetap memaksa gadis itu untuk makan.“Kalau kamu tidak makan, aku yang akan kena omel Abimanyu. Makanlah!” titah Rasti tak terbantahkan.Akhirnya, Senja mau menyantap makanan yang dia sediakan. Walaupun terlihat tak berselera, tapi Senja tidak mau menyusahkan Rasti.Setelah acara makan malam selesai, Rasti dan Senja sama-sama duduk di depan Abimanyu. Mereka berdua saling berhadapan.“Mbak, terima ka

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 17 Tabir Kebenaran

    “Oh, perempuan berambut sebahu yang berpakaian tomboi itu?” tanya Marisa, membuat perasaan Senja tak karuan.“Kamu kenal dia?” tanya Dewantara, dia berdiri menjulang di samping Marisa.Perempuan itu mengedikkan bahu, dia lalu mengajak Dewantara untuk duduk kembali.“Ya, dia temanku. Tapi, sayangnya dia juga tak mendukungku untuk berhubungan dengan Abimanyu. Menyebalkan. Ah, sudahlah. Selesaikan urusanmu dengan dua orang itu. Aku muak melihat mereka!” Marisa menatap Senja dengan benci, orang yang dia ajak berteman malah jadi musuh dalam waktu singkat.Dewantara bangkit dan kembali berhadapan dengan Abimanyu. Dia mulai kesal karena pria itu mengulur waktunya.“Abimanyu, cepat katakan di mana dokumen itu? Semua akan selesai dengan baik,” ujar Dewanta berusaha bernegosiasi.Abimanyu tersenyum miring, lalu tanpa diduga dia meludahi wajah Dewantara. Membuat pria itu menggeram kesal.“Kamu pikir aku sebodoh itu? Teruslah berusaha dan sampai mati pun aku tidak akan memberitahu di mana dokumen

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 16 Dalang

    Dia duduk di depan Senja dan Abimanyu yang sudah berpindah posisi. Rambut klimis dengan setelan jas hitam menambah kesan elegan, tidak lupa sepatu yang mengkilap dia letakkan di meja yang menjadi batas dengan dua tawanannya.“Apa kalian masih kaget dengan kedatanganku? Atau tak menyangka jika semua adalah ulahku?” tanya tuan muda pada Senja dan juga Abimanyu.Abimanyu tak bersuara, dia sedang memandang sosok di depannya dengan analisa yang terus berputar di benak.“Jadi, itu alasanmu bersikukuh ingin menikah dengan Senja, Dewantara?” tanya Abimanyu membuat Senja kembali bercucuran air mata.Senja tak mampu bersuara, walaupun mulutnya tak lagi dibekap, tapi fakta yang baru dia ketahui membuat dirinya sakit hingga tak ada kalimat yang mampu menjabarkannya.Pria yang menjalin hubungan dan melamarnya berkali-kali, ternyata bajingan berkedok malaikat.“Hemm, memang seperti itu,” jawab Dewantara, seraya memainkan sebuah kubik di tangannya.“Ah, aku kesal jika mengingat penolakanmu. Padahal,

  • Pengawal Dingin itu Ternyata Jodohku   Bab 15 Tawanan

    Abimanyu terus menghubungi Rasti, ponselnya aktif, tapi tak ada jawaban dari seberang sana.Abimanyu harus memfokuskan hati, pikiran dan panca indranya pada jalanan dan titik biru di layar pipih sebagai petunjuk jalan.Dirinya benar-benar khawatir dan menyesal akan kelalaiannya. Harusnya dia langsung pulang dan tetap ada di dekat Senja. Untunglah, ponsel Senja masih bisa dilacak, jadi dia akan mengikuti jejak yang ada di ponsel Senja.“Kamu di mana, Senja?” gumam Abimanyu, hatinya sungguh dikabuti dengan kecemasan.Kini mobil sedan yang dia tumpangi masuk ke sebuah bangunan bekas pabrik gula yang sudah lama terbengkalai.Dengan sangat hati-hati, dia memarkirkan mobil di ujung bangunan. Sebelum keluar, dia mempersiapkan peralatan yang sekiranya diperlukan. Pistol yang sudah terisi penuh peluru juga belati yang dia selipkan dibalik ikat pinggang.Dengan keyakinan kuat dan tekad bulat, Abimanyu keluar dari mobil dan memasuki sarang penyamun seorang diri. Namun, sebelumnya dia kirim lokas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status