Dia seorang wanita bisu, hidupnya selalu tidak mujur. Sedari kecil, ia mendapat perlakuan kasar oleh kedua orang tuanya. Dipukuli, dihajar hingga tubuhnya lembam-lembam, dan itu terjadi hampir tiap hari. Sikapnya berubah, kepribadiannya pun berubah, keceriaannya hilang, senyum dan celotehnya pun tak ada lagi di bibir mungilnya. Hingga suatu hari, nasib sial yang tidak pernah lepas darinya itu, datang kembali menimpanya lebih dari siksaan ibu kandung dan ayah tirinya. Malam setelah ia pulang bekerja, Ia harus merasakan betapa getir rasa sakit yang mendera tubuhnya, delapan orang pemuda memperkosanya, menyentubuhi secara paksa dan bergantian. Setelah ia disiksa dan dinikmati tubuhnya, para pelaku tidak hanya sampai di situ saja menyiksanya, salah satu di antara mereka memotong lidah wanita itu agar dia tidak bisa menceritakan kejahatan mereka. Naluri pembunuhnya yang semula sedang tertidur, harus bangkit oleh delapan bajingan itu. Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?
View MoreLangkah kaki berayun pelan. Nyaris tidak tak terdengar. Suara deru napas berhembus sedikit memburu setiap kali kakinya menapaki jejak jalan bertanah basah diguyur hujan. Awan berwarna abu-abu begitu setia kawan mengiringi langkah kaki tak beralas itu dengan rintik hujan.
Telinga gadis itu, begitu terganggu oleh teriakkan orang-orang yang menyuarakan agar dirinya untuk segera dihukum mati. Entah bagaimana dia begitu dibenci oleh orang-orang yang saat ini memandangnya jijik, semua berawal dari berita para wartawan yang meliputi kasus besar yang telah ia perbuat. Berita itupun akhirnya tersiar kemana-mana, dari mulut ke mulut, hingga di hati orang-orang menaruh dendam dan kebencian padanya akibat membaca berita kesadisannya."Beri hukuman mati ... jangan diberi ampun!" teriak salah seorang dari gerombolan masyarakat yang menyaksikan tertangkapnya gadis itu."Dasar pembunuh gila! Gak punya otak. Kau pantas mati, tempatmu di neraka!" teriak lainnya begitu membencinya."Perempuan laknat! Manusia berhati iblis," maki warga lainnya. Mereka terlalu kesal dengan apa yang dilakukan gadis bisu itu.Bahkan ada yang meludahinya, lemparan telur-telur busuk pun menghujani dirinya di setiap langkah kaki yang terlihat gontai tak bertenaga.Wajah itu tertunduk layu, tatapannya terlihat sendu. Tak ada ekspresi, hanya tatapan kosong saja terlihat di wajah yang dingin dan terlihat polos itu.Bercak darah kering di sekitar wajah dan memenuhi bajunya yang berwarna putih, hampir mengering."Masuk!" kata petugas penjara. Mau tidak mau, kaki itu pun melangkah dengan keterpaksaan. Menuruti petugas penjara yang tidak sama sekali bersikap ramah padanya.Kepalanya mendongak saat hendak menaiki mobil narapidana. Dua petugas kepolisian bersenjatakan lengkap dan berompi anti peluru siap mengawal seorang gadis bisu. Semenakutkan itukah gadis yang pakaiannya berlumur darah?Gadis itu tak terlihat takut, justru ia melempar senyuman dingin pada kedua polisi pengawal itu. "Gak usah senyum-senyum, duduk di situ!" Perintah salah satu polisi. Kemudian dia duduk di hadapan dua polisi berwajah menakutkan.Apa yang sudah dilakukan seorang gadis berusia dua puluh tahun itu? Ia terlihat seperti gadis pada umumnya. Tidak terlihat di raut wajah putihnya itu menandakan bahwa ia seorang penjahat. Hanya saja Wajahnya hampir tertutupi bercak darah kering. Dia lebih terlihat seperti gadis lugu yang tak berdosa. Tapi kenapa dia harus dikawal dengan dua orang polisi dan dua orang petugas penjara yang baru saja naik."TUNGGU!" teriak seorang wanita dari kejauhan. Tubuhnya basah di guyur hujan. Pakaiannya kotor terkena cipratan air bersambur tanah. "Hentikan mobilnya!" teriaknya lagi, lalu berhenti di depan mobil narapidana yang membawa gadis itu. Tangannya membentang lebar, menghalangi jalan."Apa-apaan ibu itu? Mau mati berdiri di depan mobil?" ujar sopir terlihat kesal. Dia mengklakson mobilnya agar minggir dari depan mobil. "Hei ... Bu, cepat minggir! Bisa mati kau terus menerus berdiri di situ!" bentak sopir."Saya mohon, ijinkan saya bertemu anak saya. Saya mau bertemu dengan gadis yang kalian tangkap!" pintanya keras kepala."Anak? Maksud Ibu, gadis pembunuh yang gak bisa bicara itu?" tanya sopir. Seolah meledek wanita berwajah muram durja itu. Namun terlihat sangat serius menatap sopir itu."Iya, Pak! Saya mohon, biarkan saya bertemu anak saya itu!" pungkasnya yakin.Sopir itu mendengus. "Baiklah, saya akan bilang terlebih dahulu pada petugas di belakang!" Sopir itu turun dari mobil narapidana itu. Dan berjalan ke belakang, sedangkan wanita itu tetap diam dengan tangan tetap terbentang."Ada apa, Pak?" tanya salah satu polisi yang berjaga."Ada seorang wanita yang ingin bertemu anaknya, Pak! Dia tidak akan pergi sebelum bertemu anaknya ini!" kata Sopir itu sambil melirik sinis ke arah gadis yang menunduk itu."Jadi dia masih punya seorang Ibu?"Sopir itu mengangguk."Ya sudah, ijinkan dia bertemu sepuluh menit saja agar tidak mengganggu perjalanan ini!" usul salah satu polisi itu."Baik Pak! Saya akan beritahu Ibu itu!" Sopir itu bergegas ke balakang dan berbicara pada wanita berhijab itu. "Silahkan ke belakang, Bu! Tapi hanya sepuluh menit saja, tidak lebih!" ujar sopir itu tegas."Terima kasih, Pak!" wanita itu bergegas berjalan ke belakang. Gadis itu sudah berdiri di dekat tangga mobil."D-Dina?" sebut wanita itu parau. Suaranya hampir hilang ketika matanya mendapati gadis itu berdiri dengan tangan terborgol. Wanita itu memeluknya sambil menangis. "Kenapa harus seperti ini, Nak? Kenapa ibu harus melihatmu seperti ini? Ibu yakin kamu anak baik, seperti Ibu mengangkatmu menjadi seorang anak yang Ibu cintai," Pilu wanita itu meluap. Dia mengorbankan banyak hal demi membesarkan gadis itu, dia begitu mencintainya setelah kedua orang tuanya hangus terbakar.Gadis itu terdiam, tak ada satu katapun yang terlontar di bibirnya. Namun matanya bicara lain, ada air embun yang menetes dari pelupuk matanya yang berwarna kecoklatan. Wanita itu pelapaskan pelukkannya, memandang sekali lagi gadis di hadapannya."Ingatlah, Nak! Bagaimanapun kamu tetap anak Ibu, anak Ibu yang baik dan selalu ceria. Dan ingatlah satu hal, Ibu tetap menyayangimu sampai kapanpun!" imbuhnya."Waktunya sudah habis!" kata polisi yang menjaga gadis itu. "Ayo cepat naik, kita harus segera pergi dari sini!" lanjutnya memberi kesan ketus pada gadis itu. Tak lama, gadis itu mencium kening wanita itu di hadapan banyak orang dan kedua polisi yang menjaganya.Tautan tangan yang tadinya menggengam erat satu sama lain, perlahan-lahan terlepas dan kemudian menjauh. Gadis itu naik kembali ke mobil narapidana. Tatapan kosong wanita itu seolah mengisyaratkan bahwa dirinya akan benar-benar kehilangan gadis itu.Roda mobil pun mulai berputar lambat setelah semua sudah naik ke dalam mobil. Keluar dari sebuah rumah tempat kejadian perkara, tempat di mana gadis itu ditemukan sambil memegang pisau dan berlumur darah yang membekas di tangan juga hampir di seluruh tubuhnya.Gadis itu menundukkan kepalanya, ada pergolakkan batinnya. Ia merasa tak bersalah, apa yang harus dituntut dari dirinya. Dia menyadari bahwa dirinya memegang pisau di tengah-tengah korban yang tergeletak dengan beberapa tusukan di dada. Atau dia memang tidak sadar apa yang sudah ia lakukan?Dia tetap tidak mengingatnya walau sudah berusaha mengingat kejadian itu semua."Sebenarnya, apa yang terjadi padaku? Kenapa tidak ada sedikitpun aku mengingat tentang kejadian-kejadian yang telah kuperbuat?" katanya di batin.Lalu tanpa diminta, ingatannya kembali mengusik dirinya yang enggan mengingat itu semua. Banyak kejadian pahit yang harus terjadi padanya dulu, benar-benar pahit hingga sering kali membuat dia trauma dan hilang kesadaran akan dirinya sendiri. Dia kadang juga membenci apa yang terjadi di dalam dirinya.Sebenarnya, apa yang terjadi pada kehidupannya dulu? Dan kegilaan apa yang dia lakukan hingga harus diperlakukan kasar oleh orang-orang.****Bersambung."BUNUH DIA SEKARANG, BODOH!" bentaknya dengan nada tinggi. "Tidak! Aku tidak mau melakukannya lagi!" Dina menahan tangannya agar tidak mengacungkan pada Dandy. Pemuda itu bingung melihat Dina berbicara pada dirinya sendiri. "Ada apa dengan gadis ini?" pikir Dandy, dia hanya bisa mengamati. "Bodoh ... kenapa aku malah melihat gadis gila itu berbicara sendirian? Bukankah ini kesempatanku untuk kabur?" pikirnya melihat ke arah pintu penjara. Pemuda itu berjalan pelan sambil mengawasi terus ke arah Dina. "Berhenti!" teriak Dina pada Dandy pemuda itu tak berkutik. Diam mematung di tengah-tengah. Lalu .... Dor. Dor. Dua peluru melesat cepat dari moncong senjatanya. Peluru itu meleset ke arah sasaran, tangan kiri Dina menghalangi senjata itu membunuh pemuda gondrong yang mematung. Dandy sangat kaget. Dengar suara tembakan yang begitu keras di telinganya. Dia menoleh, peluruh itu hampir saja mengenai dirinya. "Gila! Untung saja peluru itu meleset. Kalau tidak, bisa mampus," bisik bati
Tubuh Dina penuh luka, tanpa sadar di dalam mobil tahanan tersebut. Bensin keluar dari tangki, tak lama percikan api yang berasal dari kabel yang mengelupas mulai membakar sedikit demi sedikit bagian badan mobil tahanan yang terkena bensin. Sopir mobil tahanan pun tak sadarkan diri. Luka parah. Pecahan beling dari kaca depan memperparah wajah sopir itu. Apipun mulai membesar ... Doar. Ledakan kecil membuat kobaran semakin besar dan cepat menjalar. Warga yang melihat kejadian itu, bergegas menghampiri mobil itu. Jalanan menjadi sangat macet. Tak lama, Dina mengerjapkan netranya. Lambat laun terbuka pelan-pelan. Dia baru menyadari bahwa dirinya terhimpit besi, dan rasanya sangat sakit. Gadis itu mulai menyingkirkan besi itu, di kaki Dina luka itu membekas parah. Membiru. "Sial! Ada apa ini?" Sesaat di dalam tubuhnya tidak ada sosok hitam yang mempengaruhinya. Tubuhnya melemah tak bertenaga. "Semua badanku sakit semua," bisik batinnya lagi. Dia teringat, bahwa sosok hitam mengusain
Dina melakukan pukulan cepat, pemuda itu tidak bisa menghindari pukulan gadis itu. Hidungnya pun meneteskan darah segar yang cukup banyak. Ketiga pemuda lain membiarkannya. "Aaargh ... Sialan!" Pemuda bernama Lalu, dia merebut senjata yang masih digenggam sipir penjara itu dan mengarahkan ke kepala sipir penjaga yang terkena pukulannya. Jari telunjuknya mulai menarik pelatuk senjata itu. "Jatuhkan senjatamu, perempuan iblis!" salah satu polisi muda bangun dari duduk dan menodongkan senjatanya di samping kepala Dina. "Jangan macam-macam, kami berempat tidak ada segan-segan membunuhmu!" katanya lagi, ikut menarik pelatuk agar Dina tidak gegabah mengambil tindakan itu. Dina melirik, tatapan serius polisi di sampingnya tidak sedang main-main dengan ancamannya pada dia. "CEPAT! JATUHKAN SENJATAMU BANGSAT!" teriak polisi itu hilang kesabarannya. Pelan-pelan gadis itu merunduk, meletakan senjata di lantai mobil tahanan. Sekali lagi, matanya melirik ke polisi muda yang tampaknta belum be
Satu pukulan keras melayang dengan cepat. Tetapi bukan dari arah Dina ke sosok hitam itu, melainkan tinju sipir penjara yang waspada akan gerak-gerik Dina hendak memukulnya. Pipi Dina memar, berwarna kebiruan. Dia tersungkur di lantai mobil tahanan. "Sialan! Berani-beraninya kamu mau mukul seorang sipir penjara!" katanya memaki. "Hajar terus, jangan diberi ampun, perempuan gila seperti dia jangan diberi ampun!" Salah satu polisi itu memprovokasinya. Sosok hitam menghampiri gadis malang yang saat ini masih tersungkur. "Lihat, mereka meremehkanmu. Andai saja kamu tidak menciptakanku, mungkin saja kamu mati dengan seluruh rasa penasaranmu itu, Dina!" kata Sosok hitam berbisik. "Kamu benar-benar menyedihkan!" Dina menggeram, bangun sambil mengepal tangannya. Menatap nanar ke arah dua sipir penjara yang kini bersikap arogan dan sok berkuasa. "Kau tidak akan bisa melawannya, hanya aku yang bisa membantunya, Dina! Apa kau mau aku bantu, gadis lemah?" tanya Sosok hitam yang sudah tak saba
Dina terdiam, kemudian dia melepaskan jari jemarinya pelan-pelan setelah dia puas membunuh Roy dengan caranya sendiri. Sosok hitam keluar dari tubuhnya, keadaan Dina kembali tenang setelah membunuh keluarga Roy. Namun, dia terlihat bingung kala kondisinya kembali seperti semula. Netranya melihat keadaan dirinya sendiri, sambil melihat telapak tangannya. Hanya ada darah segar yang lambat laun berubah kering. "Ada apa denganku? Kenapa semua darah ada di tubuhku? Apa yang sudah aku lakukan?" bisik batinnya bingung. Dia merasa tidak melakukan apapun, hanya raganya saja yang bergerak mengikuti naluri yang dikendalikan oleh sosok hitam yang berdiri di sampingnya. Perkataan Aipda Buyung diabaikan, dia masih berkutat pada dirinya sendiri. "Ayo ikut kami, dan Anda berhak di dampingi pengacara!" kata Aipda Buyung mulai menyentuh tangan gadis itu. Dina menoleh, dia menatap Aipda Buyung dengan tatapan bingung. "Ada apa?" tanya Dina menepis tangan Aipda Buyung. "Anda kami tetapkan sebagai pemb
Dina gelagapan, walau dia berhasil menahan selang yang hampir menjerat lehernya, dia tetap kesulitan untuk membebaskan diri dari jeratan selang. "Aaah ... aku harus bisa membebaskan diri dari laki-laki bejat ini!" bisik batin Dina. Sayangnya tak ada hasil, namun gadis itu tidak kehabisan akal, dia membenturkan kepalanya ke dahi Roy sambil mendorong tubuhnya ke belakang. Debuk. "Aaargh" pekik Roy kesakitan. Dina terlalu keras membenturkannya hingga kepala Roy terasa pusing. Gadis itu melakukannya berulang-ulang kali. Roy tetap mempertahankan genggaman erat jari-jarinya pada rantai. Kakinya terus mundur ketika Dina membenturkan kepala dan mendorong tubuh Roy. Sayangnya, kaki pemuda itu tidak lagi bisa melangkah. Tubuhnya terhimpit tembok. Dia tidak bisa bergerak ke mana-mana lagi. Buuak. Gadis itu membenturkan kepalanya lagi, lagi dan lagi hingga kepala bagian belakang Roy harus beradu dengan tembok. Darah membekas di tembok, luka di kepala Roy sangat parah. Dina membebaskan diri
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments