Share

Keputusan Terberat Diara

Author: Yumeswari
last update Last Updated: 2024-06-04 18:14:26

Diara kembali ke studio dengan wajah lesu. Mendesah singkat, sepanjang kakinya melangkah. Sementara, di dalam studio—para anggotanya sudah menunggu dengan cemas. Selly, yang berjalan mondar-mandir. Randy, yang menggigit kuku jari. Sisanya, duduk saling berdampingan. Dengan perasaan gelisah, tentunya.

Melihat Diara masuk ke dalam studio—Selly dan Randy segera berlari kecil, ke arah Diara. Yang lain, berdiri.

"Bagaimana, Ra? Apa jawaban Tuan Darel?" tanya Selly.

Diara mendesah pasrah. Selly dan Randy saling bertatapan.

"Jadi, dia sungguh ingin mencabut sponsor dari kita, Ra?" kini Randy, yang bertanya.

Diara mengangguk. Desahan singkat terdengar bersahutan.

"Apa alasannya?" tanya Selly.

"Kita berkumpul dulu di panggung."

Para anggota duduk, bersilang kaki di lantai kayu. Pun, dengan Diara.

"Tuan Darel—adalah kakak kandung dari Mila."

Para anggota terkesiap. Saling berbisik satu sama lain.

"Mila—anggota teater kita? Mila, yang selingkuh dengan Hara? Benar dia?" tanya Selly, dengan nada tak percaya.

"Iya."

Selly mendesah panjang kemudian.

"Apa karena kamu menamparnya tadi? Itu yang membuat Tuan Darel mencabut sponsornya?"

Diara mengangguk kali ini.

"Astaga. Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang? Tanpa sponsor—kita tidak dapat tampil," cetus Randy.

Perempuan yang duduk di samping Selly mengangkat tangan dengan ragu.

"Katakan, Ivy," kata Diara.

"Maaf, kalau aku lancang. Tapi—apa tak sebaiknya Kak Diara meminta maaf? Mungkin saja, nanti Tuan Darel mengurungkan niat, untuk mencabut sponsornya."

"Akal mu sudah hilang? Hah?! Mila yang berbuat salah! Kenapa Diara yang harus meminta maaf?!" pekik Selly, berdiri seketika. 

"Selly.. tidak perlu emosi. Duduk," pinta Diara.

Selly kembali duduk. Mendesah kesal. Sembari melirik Ivy—gadis yang rambutnya di kepang menjadi satu. Bermata sipit. Pipi putihnya, ada bintik-bintik hitam yang menyebar.

"Ivy.. gelas mu aku pecahkan secara sengaja. Dan, kakiku terluka. Apakah, yang harus meminta maaf adalah kau? Si pemilik gelas? Atau, aku? Yang sengaja memecahkan gelas itu?"

"Ka-Kak Diara, yang harus meminta maaf."

"Good, Ivy."

"Tapi, Kak— untuk situasi seperti ini, kita tak perlu melihat siapa yang salah atau tidak. Posisi kita terancam," celetuk Giselle. Gadis dengan satu gigi gingsul di kanan.

"Aku tahu—kalian semua cemas dan bingung. Tapi, aku mohon—percayakan semuanya padaku."

"Sekarang, semuanya boleh pulang. Kita bahas lagi masalah ini esok hari," tambah Randy.

Anggota yang berjumlah 10 orang itu—tidak termasuk Randy, Selly, dan Diara, segera berdiri. Dan, semburat pergi.

Sementara, Selly dan Randy mendekat kepada Diara.

"Hiraukan saja, kata-kata Ivy tadi," kata Selly.

"Iya. Jangan di pikirkan. Kau harus mementingkan hatimu. Hubunganmu hancur, karena Mila," tambah Randy.

Diara menundukkan kepala.

"Rasanya, aku berjalan di taman labirin. Tanpa tahu, di mana pintu keluarnya."

"Jadi—Hmm, kau akan bercerai dengan Hara?" tanya Randy, dengan ragu. Menaikkan alis kirinya.

"Randy! Kau ini bicara apa?!" seru Selly. Memukul punggung Randy.

Kini Randy menggeliat kesakitan. Sementara, Diara hanya menghela napas pendek. Berdiri kemudian.

"Aku mau mencari udara segar dulu," kata Diara.

"Mau aku temani?" tawar Selly.

"Tidak usah. Aku sedang ingin sendiri."

Lantas, Diara berjalan dengan langkah lemas. Menuju ke depan studio.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana kalau teater ini bubar?" 

Suara Ivy terdengar di luar studio. Diara menghentikan langkahnya. Bergeser ke samping. Bersembunyi di balik pintu.

"Ya. Aku juga sedang memikirkan hal itu," sahut Giselle. "Ah, kenapa semua ini terjadi di saat yang tidak tepat!"

Helaan napas Giselle terdengar berat.

"Kau—ada masalah?" tanya Ivy.

Giselle mengangguk. "Ibuku—sedang sakit keras. Akhir bulan ini, aku janji akan membawanya ke rumah sakit, untuk pemeriksaan penuh. Tapi, kalau begini jadinya—entahlah."

"Sakit apa?"

"Akhir-akhir ini, dia mengeluhkan dadanya yang sakit. Terlebih, saat ia melakukan aktivitas berat."

"Astaga.. Aku ada uang simpanan. Tak banyak. Tapi, bisa kau pakai dulu."

"Hei, tak usah. Kau juga harus membayar sewa kontrakan rumahmu, kan?"

"Iya. Tapi, aku bisa undur dulu. Kebutuhanmu lebih penting."

Giselle mendesah singkat. "Aku harap, Kak Diara segera mendapatkan jalan keluarnya."

"Aku juga berharap begitu."

Diara hanya menghela napas singkat, mendengar percakapan itu. Dan, kembali berjalan masuk.

"Eh? Cepat sekali," tanya Selly.

"Aku mau pergi dulu."

Diara naik ke panggung. Mengambil tas selempang, yang di tinggalkannya tadi.

"Mau kemana?"

"Menyelesaikan masalah."

Diara pergi dengan raut wajah serius.

"Menyelesaikan masalah? Apa maksudnya?" gumam Selly.

"Apa mungkin, dia akan pergi ke apartemen Mila?" ucap Randy.

Selly terkesiap. "Oh, sial!"

Selly berlari keluar. Randy juga menyusul.

**

Diara sudah berada di depan pintu apartemen Mila. Meremas tali tasnya. Mendorong udara keluar dari mulut. Lalu, menekan bel. Berulang. Hingga, pintu terbuka. 

Diara mendengus, melihat seseorang yang membuka pintu untuknya.

"Kau masih di sini rupanya," kata Diara.

"Diara.. Kenapa kau kembali kemari?"

"Kenapa? Tidak boleh? Apa aku mengganggumu?"

Hara mendesah singkat. "Diara.. Ayo pergi dari sini. Kita bicara baik-baik."

Diara berjalan masuk. Menyenggol Hara dengan kasar.

"Aku tidak ingin bertemu denganmu."

Diara masuk tanpa melepas sepatunya. Melihat Mila tengah duduk di sofa, dengan bersilang kaki secara anggun. Minum jus jeruk, dari gelas kaca berkaki ramping. Namun, gemuk di bagian atas. Menggoyang-goyangkan gelas. Seolah dia tengah minum anggur.

"Well, akhirnya kau kembali lagi."

"Kau.. benar-benar brengsek rupanya."

Mila mendengus. "Sepertinya, bukan itu yang ingin aku dengar."

"Diara.. kontrol emosimu. Ayo, kita keluar dari sini." 

Hara menyentuh tangan Diara, yang kemudian di hempaskan oleh Diara secara kasar.

"Jangan sentuh aku!"

"Diara.."

"Kau diam dulu!" seru Diara. Kemudian, berkacak pinggang.

"Jadi, selama ini kau membohongi kami?" tanya Diara.

"Tidak juga. Aku hanya, tak ingin di perlakukan istimewa saja." Mila menyunggingkan senyum. "Bukankah.. itu berarti aku perempuan yang baik?"

"Baik menurut versi mu. Tidak menurutku."

"Kau sudah bertemu kakakku, kan? Jadi, apa keputusannya? Dia.. mencabut sponsornya?"

Hara mengernyitkan dahi. "Mencabut sponsor? Apa maksudnya?"

"Dan, kau di sini.. untuk meminta maaf padaku. Agar—kakakku tidak berhenti mensponsori A Little Big."

"Tunggu sebentar. Kakakmu? Jadi, Tuan Darel adalah Kakakmu?" 

Mila mengangguk pada Hara.

Diara memejamkan mata sejenak. Mendorong udara keluar dari mulut. Mengepalkan tangan. Kemudian, berlutut dengan perasaan kesal. Membuat Hara terbelalak.

"Diara.."

"Maafkan aku."

"Hah? Apa? Aku tidak dengar."

"Maafkan aku."

"Ck. Suaramu kecil sekali. Aku-"

"MAAFKAN AKU! SUDAH? KAU DENGAR?!"

Mila terkekeh sombong kemudian. "Wah, si hebat Diara—akhirnya tertunduk juga padaku."

"Jadi, aku mohon. Bilang pada kakakmu, jangan mencabut sponsor."

"Well, janji adalah janji. Aku akan sampaikan itu padanya. Ah.. seharusnya aku rekam tadi permohonan maaf mu. Lucu sekali."

Diara berdiri. "Tepati janjimu. Karena, ini menyangkut semua anggota teater."

"Ya. Tentu saja."

Diara berjalan pergi setelah itu. Hara bergegas mengikutinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu Istri yang Dikhianati   Keajaiban

    Diara melebarkan mata. Tersenyum gembira."Kita sahabat?""Heh? Kau, sudah tak ingin berteman denganku? Wah.. keterlaluan sekali. Mentang-mentang, kau baru saja memenangkan penghargaan Sutradara terbaik, kau jadi melupakanku."Diara memeluk Selly erat-erat."Mana mungkin, aku bisa melupakanmu. Susah dan senang, kita selalu bersama.""Well, benar juga. Aku bisa sampai di titik ini, juga karena dirimu dan teatermu."Diara melepaskan pelukan."Lalu, ada urusan apa kau kemari? Juga, Darel.. kenapa kau di sini?""Aku ada rapat pembacaan naskah. Tapi, Diara.. kenapa kau bisa kenal dengan kekasihku?""Kekasihmu? Kalian.. berpacaran? Bagaimana bisa? Seharusnya, aku yang mempertemukan kalian. Wah, kalau memang sudah takdirnya, jodoh pun tak dapat di rubah.""Kau ini bicara apa?""Sayang.. kau kenal Diara?" lanjut Selly."Tidak. Apa.. kita pernah bertemu sebelumnya? Aku lihat-lihat, wajahmu juga tidak asing bagiku.""Hehe. Mungkin, kau tidak kenal denganku. Tapi.. aku sangat mengenalmu. Terutam

  • Perjalanan Waktu Istri yang Dikhianati   Masa Depan Yang Berubah

    1983 "Dian! Cepat!" Dian yang sedikit ragu, akhirnya berlari ke arah Sonia. Di saat yang sama, Tomi mendobrak pintu. Dan, mengacungkan senjata."BERHENTI! LEMPARKAN PISAU ITU KE SAMPING. DAN, ANGKAT TANGAN KALIAN!"Dian yang panik, segera melempar pisau. Dan, bergerak sesuai perintah."Itu juga berlaku untukmu, pria brengsek! kata Tomi pada Kardi."Wah.. Tomi terlihat keren. Seandainya, aku perempuan.. aku akan menikahinya," celetuk Haris.Membuat Diara mengerutkan dahi. Menatapnya heran. Sementara, Kardi melepaskan Sonia."Kalian berdua, merapat ke tembok. Dan, jangan pernah menengok ke belakang!" perintah Tomi.Setelah itu, Diara segera menghampiri Sonia."Kau, baik-baik saja?"Sonia yang masih syok, hanya bisa mengangguk."Farel.. Anakku.""Farel? Dia ada di mana?"Sonia menunjuk ke lantai atas. Diara bergegas ke lantai atas. Membuka pintu kamar. Terlihat, Farel tengah berdiri dengan badan gemetar, di sebelah pintu. Diara berlutut di depannya."Semuanya sudah berakhir, Farel. Ka

  • Perjalanan Waktu Istri yang Dikhianati   Rencana Kedua

    "Sudah berapa tahun kita tak bertemu?" tanya Haris. Duduk di sofa tunggal. Sementara, Tomi dan Diara duduk di sofa panjang. Di sebelah kirinya. "Entahlah. Mungkin sudah 30 tahun lebih? Sejak, kau menikah kita sudah tidak pernah bertemu," kata Tomi. Haris mengangguk. "Lalu, bagaimana kau tahu alamat rumahku? Apa.. kau memakai kekuatanmu menjadi Kepala Polisi, untuk melacak keberadaan ku?" Diara terbelalak. "Ayah, menjadi Kepala Polisi sekarang?" bisik Diara. "Oh.. Ayah belum cerita padamu?" "Wah.. keren sekali." Haris berdeham. Membuat Diara dan Tomi menatapnya. "Ah.. Diara yang memberitahu." Haris menatap Diara. "Dia.. anak Ranti?" Diara mendengus. Lalu, terkekeh. "Ayolah. Tidak perlu berpura-pura. Aku tahu.. kau mengingat semuanya." "Apa maksudmu? Aku tidak mengerti," kata Haris. "Kau masih ingin berbohong? Kau ingin aku percaya? Kau, tidak mengingat segalanya? Oh, Ayolah. Pertama kali, kau melihatku dan Ayahku tadi, kau tidak terkejut. Dulu kalian bersah

  • Perjalanan Waktu Istri yang Dikhianati   Sehidup Semati

    1992Tomi tengah menggendong Diara, yang tengah menangis karena sakit. Badannya demam sudah 2 hari. Mengayun tubuhnya, agar Diara segera tertidur. Butuh kerja keras selama 20 menit, untuk membuat Diara tidur."Dia sudah tidur?" tanya Ranti. Baru saja selesai mencuci baju."Iya. Baru saja.""Berikan padaku."Diara terbangun, ketika Ranti menyentuh tangannya. Seketika, menangis. Tomi mulai mengayun tubuhnya lagi."Biar aku saja," kata Tomi.Ranti mendesah singkat."Maaf, jadi merepotkan mu.""Hei, dia juga anakku. Kenapa harus mengatakan seperti itu.""Tapi, tetap saja..""Ingat, Ranti. Dia adalah anakku. Bukan anak orang kaya itu. Jadi.. jangan pernah sebutkan nama itu di depan Diara atau di depanku. Kau mengerti?"Ranti mengangguk paham.Keduanya menikah, saat usia kandungan Ranti masih 10 minggu. Tomi bergegas memberitahu orang tuanya, untuk segera meminang Ranti. Namun, Tomi juga menjelaskan kondisi Ranti. Cukup terkejut dengan itu, tapi, Tomi menjelaskan dengan baik. Dengan berat

  • Perjalanan Waktu Istri yang Dikhianati   Tidak Ada Ibu

    2024Diara, Haris, dan Ranti saling berhadapan."Semuanya sudah berakhir, Bu. Kami.. berhasil menangkap Farel."Ranti tersenyum. Mendekati Diara. Menggenggam kedua tangannya."Kau sudah bekerja keras. Terima kasih, Diara.""Sekarang, Ibu bisa kembali ke sana dengan tenang. Jalani hidupmu yang sebelumnya hancur, karena laki-laki itu. Dan.. coba perbaiki hubunganmu dengan Nenek. Kau hanya perlu bersikap manis. Sesekali, makan bersama dengannya."Ranti mengangguk."Aku akan melakukan itu."Mata Ranti berkaca-kaca. Memeluk Diara."Maafkan Ibu, Diara. Selama ini, kau hidup dengan sangat tersiksa.""Tidak, Bu. Aku sudah cukup bahagia, bersama Bu Lia dan teman-temanku. Sampai jumpa di masa depan, Bu.""Kita bertemu lagi di masa kecilmu, ya? Ibu.. akan selalu ada di sampingmu sekarang."Setelahnya, Haris mengantarkan Ranti kembali ke masanya.Sekarang.. semuanya, akan baik-baik saja, kan?**"Ibu? Ibu? Di mana kau? Ibu?? Aku berhasil mengubahnya. Ibu?!"Diara berdiri di dapur, dengan terengah

  • Perjalanan Waktu Istri yang Dikhianati   Akankah Berhasil?

    Beberapa Jam Sebelum PenangkapanDiara dan yang lain kembali ke markas. Baru saja, selesai mengobati luka Haris dan Sinta."Hei, ada apa dengan Tomi?" tanya Haris pada Sinta. Tomi nampak lesu. Duduk di sudut. Sementara, Diara membereskan kotak obat."Laki-laki yang hampir menabrak ku tadi adalah kekasih Ranti," bisik Sinta."APA?" Haris nyaris berteriak."Pelan kan suaramu!""Tunggu.. jadi.. Ranti selingkuh dari Tomi?""Aku juga tidak tahu. Tapi, dari pengamatanku.. sepertinya, laki-laki tadi adalah kekasih pertama Ranti.""Jadi.. Tomi yang menjadi selingkuhannya?""Hmm, sepertinya tidak juga.""Lalu, bagaimana ceritanya? Kau ini, kalau bicara jangan sepotong demi sepotong. Menjengkelkan sekali."Sinta berdecak kesal. Lalu, berdeham."Ini menurutku.. cinta Tomi bertepuk sebelah tangan. Dan, mereka sebenarnya tidak pernah ada hubungan. Hanya saja, Tomi menganggap Ranti menerima cintanya. Kau tahu, kan? Ranti itu sangat baik hati. Dia.. tidak tega untuk mengatakan pada Tomi, jika ia su

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status