Share

Bab 3

Penulis: Matahariku
“Dasar anak nggak tahu tata krama! Luna, kasih fotonya ke Winda. Coba kita lihat masih bisa alasan apa lagi dia kali ini!” seru James.

Luna bertingkah seolah dengan berat hati mengeluarkan ponselnya, tapi dalam hati sebenarnya dia merasa sangat senang. Dia sudah mempersiapkan semua ini dari awal, makanya dia berani berbicara seperti tadi di depan ayahnya. Dengan adanya foto sebagai bukti konkrit, dia mau lihat sejauh mana Winda bisa membela diri.

Seraya membuka foto yang telah dia siapkan, Luna memberikan ponselnya kepada Winda, “Kemarin aku dapat foto ini nggak lama setelah kau pergi. Kakak nggak benar-benar tidur sama Jefri, ‘kan?”

Winda meraih ponsel tersebut, memperbesar fotonya agar bisa terlihat lebih kelas dan tersenyum menyeringai.

“Cewek yang ada di foto ini bukan aku!” kata Winda, lalu dia menyerahkan ponselnya ke sang ayah dan berkata, “Pa, masa Papa bahkan nggak bisa ngenalin anak sendiri?”

Dibandingkan putri sulungnya yang binal dan suka membangkang, James lebih percaya kepada putri bungsunya yang penurut. Oleh karena itu ketika Luna membicarakan hal ini kepadanya, dia pun langsung percaya tanpa meneliti foto itu lebih dalam. Namun ketika mendengar Winda berkata seperti itu, dia mulai memperhatikan foto tersebut dengan lebih teliti.

Di foto tersebut tampak sepasang pria wanita dengan pakaian yang berantakan. Meski sudut pengambilan gambar dan pencahayaannya kurang jelas, James yakin kalau perempuan yang ada di foto itu bukanlah Winda.

Luna sempat tertegun seketika dia melihat tatapan curiga dari ayahnya. Kenapa jadi begini? Seharusnya tidak ada kesalahan. Kemarin malam dia sendiri yang menaburkan obat di dalam minumannya Winda, dan dia juga melihatnya dengan mata kepala sendiri Winda meneguk habis minuman tersebut dan dibawa ke sebuah kamar. Orang yang mengambil foto itu juga adalah orang suruhannya Luna.

“Luna, apa-apaan ini?” tanya James.

Luna langsung meraih kembali ponselnya dan memeriksa foto itu dengan saksama. Ternyata benar, perempuan yang ada di foto tersebut bukanlah Winda. Rupanya Luna juga telah dipermainkan oleh seseorang! Pantas saja orang yang mengambil foto itu tidak mau memberikan fotonya kepada Luna. Ternyata itu karena dia memang tidak mengambil foto Winda!

“Pa, tadi aku khawatir sama Kakak, makanya aku nggak ngelihat dengan jelas. Tapi bekas kecupan yang ada di leher Kakak ….”

Fotonya memang sudah terbukti palsu, tapi bekas kecupan yang bertengger di leher Winda tidak mungkin dibuat-buat! Luna ingin melihat apakah Winda masih bisa membela diri.

“Memangnya kenapa? Apa aku juga harus ngasih tahu aku ngapain saja sama suamiku?”

“Mana mungkin kalian berdua tidur seranjang?” balas Luna.

Winda langsung merogoh ponsel dari sakunya dan menghubungi nomor Hengky. Beberapa detik kemudian, terdengarlah suara Hengky di telepon.

“Ada apa?”

“Sayang, kemarin malam aku ada di mana?”

“Di rumah,” jawab Hengky singkat.

Melihat raut wajah Luna yang semakin panik, Winda bertanya lagi sambil tersenyum, “Kemarin aku lagi bareng sama kamu, ‘kan?”

“Iya. Langsung saja, sebenarnya apa yang mau kamu tanyain?”

“Nggak apa-apa. Ini ada orang yang meragukan hubungan kita berdua, jadi aku mau buktiin saja ke dia.”

“..., aku lagi rapat. Jangan ganggu.”

Luna mengepalkan tangannya dengan erat hingga kuku jarinya menusuk daging. Rasa cemburu dan benci pun memenuhi isi hatinya. Bukankah Winda sangat membenci Hengky? Sejak kapan hubungan mereka berdua jadi sedekat itu?

“Gimana? Sudah puas?” tanya Winda. “Sekarang aku sudah boleh minta penjelasan kenapa kamu jebak aku?”

“Kak, aku ….”

“Plak!”

Seketika terdengar suara tamparan nyaring yang membungkam mulut Luna.

“Sakit, ya? Luna, kamu pikir aku nggak tahu tentang semua perbuatan kamu?”

“Kak, aku memang salah karena ngomongin ini ke Papa sebelum aku periksa dengan teliti. Tapi aku begini juga karena khawatir sama Kakak. Kakak kan sudah menikah, tapi masih keluar sama cowok lain. Kalau sampai ada orang lain yang foto diam-diam, masa depan dan nama baik keluarga kita bisa rusak.”

Tadinya James merasa bersalah karena sudah menuduh Winda sembarangan, tapi lagi-lagi dia memihak Luna setelah mendengar pembelaannya.

“Adi kamu niatnya baik, justru kamu sendiri yang nggak bisa kontrol diri.”

“Papa tahu, nggak, kenapa kemarin malam aku pergi ke acara ulang tahunnya Jefri?”

Di situ James tidak bisa menjawab pertanyaan Winda. Akan tetapi, Winda sudah tahu itu akan terjadi, karena semua orang menganggap Winda sangat mencintai Jefri.

“Papa nggak mau aku berhubungan sama Jefri, ‘kan? Makanya dari satu bulan yang lalu aku sudah bilang ke dia nggak bakal datang ke ulang tahunnya. Terus, kenapa kemarin aku malah pergi? Itu karena kemarin aku dapat telepon dari Luna. Dia bilang ada orang yang masukkin obat ke minumannya. Dia takut diapa-apain, jadi aku datang buat jemput dia. Pas aku sudah sampai di sana, Luna malah maksa aku buat tetap di sana dan minta aku buat minum dua gelas. Aku memang nggak kuat minum, dua gelas doang mana cukup buat bikin aku mabuk. Tapi kenapa aku langsung tepar begitu minum punya kamu?”

“Kakak mikirnya kejauhan, ah. Mungkin memang kadar alkoholnya yang terlalu tinggi. Aku juga ngelihat Kakak lagi sedih, makanya aku mau bikin Kakak rileks sedikit ….”

“Kalau begitu sekarang juga aku ke rumah sakit buat periksa. Menurut kamu bakal kayak apa hasilnya nanti?”

Spontan sekujur tubuh Luna gemetar dan wajahnya pun memucat. Kalau sampai hasil pemeriksaan menunjukkan adanya sesuatu dalam darah Winda, dia bisa diusir dari rumah oleh ayahnya! Tidak! Hal itu tidak boleh sampai terjadi!

Luna pun menatap ibunya seolah sedang meminta pertolongan darinya. Clara menyadari hal itu dan langsung memegangi perutnya sambil menjerit kesakitan.

Winda dari awal sudah mengetahui siasat mereka dan berkata, “Pa, mereka sudah ngerencanain ini sejak lama, jangan sampai ….”

Clara pun menjerit semakin keras, “Aaaah. Perutku … anakku ….”

James langsung panik membayangkan apa yang akan terjadi pada anaknya yang masih dalam kandungan dan segera membantu Clara.

“Masalahnya kita bahas nanti saja lagi. Kalau sampai adik kamu kenapa-napa, Papa nggak bakal maafin kamu!”

Di kehidupannya yang lalu, Clara juga sedang mengandung. James sangat menyayangi anak ini dan berharap Clara dapat melahirkannya dengan selamat. Namun sayang pada akhirnya anak ini tidak selamat karena Clara mengalami keguguran. Kejadian ini tentu saja ada hubungannya dengan Winda, dan kejadian itu juga terjadi di malam ini, persis di hari ulang tahunnya Luna.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 597

    Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 596

    Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 595

    “Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 594

    Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 593

    “Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 592

    “Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status