Share

Kotak Usang

"Kakak." Ternyata orang yang menepuk bahu ku adalah Syakila. "Kamu ngagetin kakak aja sih Sya." ucap ku pelan agar tak membangunkan penghuni rumah lainnya.

"Ayo kita tidur aja kak. Lagi pula kan nggak ada siapapun di sini! barang kali itu Papah yang naroh karung di tengah lorong." Syakila berbicara dengan nada yang sangat pelan.

Saat ini aku tak boleh berfikir macam-macam. Aku harus berpositif thinking. "Ya udah kita ke kamar trus tidur." Aku dan Syakila masuk ke dalam kamar meninggalkan karung beras itu tanpa berniat untuk mengembalikannya ke tempat semula.

Hawa dingin menyelimuti kulit. Tak ada fentilasi udara di kamar kami. Tapi, aku merasa ada angin yang berhembus cukup kencang. Mungkin hanya aku saja yang merasakannya karena aku melihat Qinar dan Syakila tidur dengan bermandikan keringat. Aku merasa semua gerak gerik ku ada yang mengawasi.

Pukul tiga dini hari aku mulai merasakan kantuk datang mata yang tadinya tak bisa terpejam kini mulai menutup dan tak lama kemudian tertidur.

*** ***

Karena semalam tidur pukul tiga dini hari, alhasil aku bangun kesiangan. Aku bangun pukul sepuluh pagi. Terdengar suara riuh di luar sana.

Aku beranjak dari ranjang dan keluar. Ternyata ada paman angre adik dari Mamah dan istrinya bernama tante Salwa sedang berkunjung kesini.

"Assalamu'alaikum Om Tante." sapa ku lalu mencium punggung tangan adik kandung dari Mamah ku dan istrinya.

Karena aku baru bangun tidur, aku menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Kepala ku terasa pening. Mungkin karena semalam kurang tidur.

Setelah selesai membersihkan diri aku pun kembali berkumpul di ruang tamu.

"ngre, nanti bantuin Mas Lukman bersihin plafon ya, kayaknya ada sarang tikus di atas plafon." pinta Mamah pada adik kandungnya itu.

"Emang di Plafon rumah ini ada tikus ya Mbak?" tanya Om Angre.

"Semalam Mbak Kamu nggak bisa tidur karena suara brisik di plafon. Mungkin emang ada sarang tikus di atas." sahut Papah meyeruput sedikit kopi yang ia ambil dari nakas.

Om Angre menggangguk kecil. Apa itu benar tikus? mendengar cerita Mamah dn Papah aku teringat sesuatu. Ya, karung beras yang berpindah tempat. Apa itu Papah yang melakukan? tadi saat aku melewati lorong sudah tak ada karung beras itu di tengah lorong. Rasa penasaran membuat ku ingin bertanya.

"Apa Papah tadi malam bawa karung beras keluar? semalam aku lihat karung beras kita ada di tengah lorong. Papah yang naruh di situ ya?" tanya ku pada Papah.

Papah menautkan alisnya menatap ku. "Karung beras? karung beras apa Ra? Papah tadi pagi nggak lihat ada karung beras di tengah lorong!" jawab Papah.

Deg.

Jantung ku rasanya berpacu cukup kencang. Karung beras itu tak ada di tengah lorong? Lalu siapa yang memindahkan karung beras itu lagi ke tempat semula? Kalau Mamah jelas tidak mungkin karena beban karung itu hampir satu kwintal.

Semenjak datang ke rumah ini, aku merasakan ada hal yang ganjal. Keanehan demi keanehan selalu datang silih berganti. Sebenarnya ada apa dengan rumah ini? Aku yakin jika semalam aku tidak sedang berhalusinasi. Bahkan, Syakila pun melihat dan mendengar sesuatu yang mengganjal di lorong.

"Mas, kita bersihin Plafon rumah sekarang aja. Mumpung masih jam segini." ujar Om Angre lalu pergi ke kamar kedua orang tua ku dan di ikuti oleh Papah.

Karena ada tamu dari keluarga Mamah, Mamah sengaja memasak makanan yang cukup istimewa. Aku membantu menyiapkan bumbu ditemani oleh tante Salwa.

Mamah menumis bumbu untuk masak rica-rica. Aroma khas bumbu menggugah selera. "Mamah masak rica-rica bebek?" tanya ku.

Mamah mengangguk pelan. "Nggak cuma rica-rica bebek aja. Mamah juga mau masak ikan gurame goreng sambal matah."

Setelah sekian lama berkutat di dapur, masakan itu pun jadi dan di sajikan di dua nampan yang berbeda.

"Qinar sama Syakila kemana ya Mbak kok dari tadi nggak kelihatan." tanya Tante Salwa memecah suasana hening.

"Qinar main ke rumah temennya yang ada di sebelah rumah. Kalau Syakila pergi dari tadi pagi. Katanya sih ada acara sama teman-temannya." ucap Mamah sambil menata meja makan.

"Assalamu'allaikum." Qinar mengucapkan salam dan mncium punggung tangan kami satu persatu.

"Tante Salwa ke sini sendirian ya! Om Angre nggak ikut ya tante." tanya Qinar dengan suara manja.

"Om Angre ada ko sayang." ucap Tante Salwa mengelus pelan pucuk kepala Qinar.

"Ra, panggilin Papah sama Om Anggre buat makan siang." pinta Mamah pada ku.

Aku menuju di tempat di mana Papah dan Om Angre berada.

Di tepi ranjang aku melihat Om Angre duduk sambil memegang sebuah kotak yang cukup berdebu berwarna hitam.

Aku menghampiri Om Angre dan duduk di samping kanan nya. "Kotak apa itu Om?" tanya ku karena aku tak pernah melihat kotak itu sebelumnya.

"Entahlah. Om Angre juga nggak tahu ini kotak apa. Om Angre nggak sengaja nemuin kotak ini di pojokan Plafon. Karena kepo om ambil deh." jawab Om Angre berusaha untuk membuka Kotak itu.

Om Angre hanya sendiri di sini. Mungkin Papah masih di atas plafon. "Pah, Makanan nya udah siap." teriak ku ke arah atas Plafon.

"Iya." jawab Papah singkat.

Om Angre sudah berhasil membuka kotak yang terkunci gembok itu menggunakan peniti. Kotak usang itu berisi boneka kecil, baju boneka, rambut manusia, dan ada juga benda yang di balut kain hitam dan di ikat pakai benang merah.

Papah turun dari Plafon menggunakan tangga besi. Papah melihat Om Angre yang masih menatap kotak usang itu. "Kamu jangan sembarangan buka punya orang Angre. Sebaiknya kamu kembalikan barang itu ke tempat semula." ucap Papah lalu meninggalkan Om Angre dan aku.

"Sebaiknya kembalikan aja kotak itu ke tempatnya om. Mungkin itu milik peghuni sebelumnya." ucap ku lirih. Melihat isi kotak itu mebuat perasaan ku gelisah.

Om Angre sama sekali tak menghiraukan ucapan ku. Ia Justru membuka bungkusan kain hitam yang diikat benang merah.

"Keris?" Sebuah keris berukuran kecil yang sudah berkarat dan ada bekas darah kering yang meyelimuti keris. Om Angre memegang keris itu dan seketika keris itu bergetar. Karena terkejut Om Angre melempar keris itu.

"Om tidak apa-apa?" tanya ku memastikan. Wajah Om Angre tegang dan pucat. keringat dingin bercucuran dari dahinya dan tubuhnya pun gemetar. "Keris itu bergerak Kiara." ucap Om Angre dengan suara bergetar.

Aku mengambil keris itu. Beberapa detik aku pegang keris itu bergetar sendiri. Aku melempar keris itu kesembarang arah. Benar apa kata Om Angre. Keris itu bergerak sendiri.

Secepat kilat Om Angre memasukkan keris itu tanpa membungkusnya kembali. Ia lalu pergi ke Plafon dan meletakkan itu kotak ke tempat semula.

Aku dan Om Angre lalu pergi ke ruang makan. Sejak kejadian itu Om Angre diam tanpa mau berbicara apapun di ruang makan.

Kami semua asyik menyantap makanan. Tapi, terdengar suara hantaman keras dari arah plafon yang sedang Papah bersihkan.

Bugh! Bugh! Bugh!

Suara apa lagi itu? Apa mungkin itu suara tikus?

bersambung....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status