POV Alan.
Baru 17 jam lebih pisah dengan keluarga rasanya ingin segera pulang. Rasa rinduku lebih menggebu pada seorang gadis manis yang sudah mencuri hatiku sejak pandangan pertama--Shanum. Baru juga bersatu dalam ikatan pertunangan sudah dipisahkan kembali. Butuh perjuangan untuk bisa mendapatkannya. Sekarang harus terpisah jarak yang sangat jauh dengannya. Apa ini bagian dari rencanaMu Tuhan?
Aku masuk ke dalam apartemen yang sudah dipersiapkan oleh Kakek. Sepi, hanya aku sendiri yang tinggal di dalamnya. Baru merebahkan diri, hati sudah tidak sabar ingin menghubungi mereka yang jauh di sana.
Aku sudah mempersiapkan diri di depan laptop. Memanggil Mami tersayang lewat video virtual. Wanita teristimewa satu ini tidak bisa dinomor duakan. Dia pasti akan bertanya siapa orang yang lebih dulu kuhubungi setelah sampai sini.
Ditunggu beberapa detik,
Hari berlalu. Aku masih berkutat dengan kesibukan di kampus. Mencoba menyesuaikan diri di sini. Hampir setiap hari disela kesibukanku, tetap kusempatkan menghubungi Shanum. Walaupun harus aku yang selalu lebih dulu memulainya. Bertanya apapun atau menceritakan apapun. Tentangku dan juga tentangnya. Yang lebih memudahkanku tahu informasi tentang Shanum, karena ada Dino yang satu kampus dengannya.***"Alan, ini kenalkan temanku, Elisa."Aku menengok ke arah seorang perempuan yang sedang dikenalkan oleh Mike padaku. Mike adalah teman baruku di sini. Kami satu unit apartemen. Dia blasteran Indonesia-inggris. Walaupun lancar bahasa Indonesia, tapi setiap mengobrol, ia akan menggunakan bahasa Inggris. Dia lebih memilih tinggal di apartemen walaupun mempunyai rumah sendiri. Mungkin karena ingin lebih dekat dengan kampus atau karena ingin mandiri.
POV Shanum.Dering ponsel tidak berhenti berbunyi. Getarannya terasa karena disimpan dalam celana jeans.Cukup sekali kulihat siapa yang menghubungiku, tapi tak berniat untuk mengangkatnya."Wajahnya jangan ditekuk kayak gitu. Aku kan jadi sedih lihatnya," protes Sita dengan memeluk erat tubuhku.Tetiba air mata mengalir begitu saja dari kedua netra. Sedih, sakit, semua jadi satu. Kekecewaan terbesarku baru saja menyergap relung hati. Rasanya sulit mempercayai kalau Alan berselingkuh di belakangku, tapi perempuan yang mengangkat panggilan tadi membuatku jadi ragu. Setiakah ia di sana?"Tuh kan nangis. Sudah, apa perlu aku yang menghubungi Alan? Biar kubejek-bejek tuh lelaki tak tahu diri itu, kurang ajar!" Tangannya mengepal sempurna siap untuk ditonjokan.Kugelengkan kepala m
"Menjaga jarak? Maksudnya?" tanyaku ingin tahu penjelasannya."Selama ini aku merasa kamu tidak cinta sama aku. Sepertinya kamu masih terpaksa menjalankan bertunangan ini. Jadi saat kulihat foto kamu dengan Fatih, aku meragu dan ingin menenangkan diri dulu tidak ingin terbawa emosi makanya jarang menghubungimu, apalagi selama ini aku terus yang menghubungimu jadi kukira kamu tidak serius dengan hubungan ini.""Drama … woi … drama, ketahuan selingkuh sih, makanya cari masalah dengan nuduh Shanum, basi, udah kebaca Lan, Shanum nggak bodoh." Sita berteriak di sampingku menyindir Alan.Alan menghela napas lagi."Sudah kubilang kalau aku tidak selingkuh, apa buktinya dan kenapa kamu, Sit, menuduhku begitu? Kamu juga membenarkan apa yang dituduhkan Sita, Num?"Kukirimka
Pov Alan.Syukurlah semua kesalahpahaman diantara aku dan Shanum sudah berakhir. Kukira di sana Shanum memang genit dan suka menebar pesona seperti foto yang dikirimkan seseorang ke nomor pribadiku, ternyata itu semua tidak benar. Ada seseorang yang menginginkan Shanum terlihat buruk di mataku. Seharusnya aku tidak langsung percaya begitu saja dan meragukan kesetiaan Shanum. Dari sikapnya saja tampak sekali dia adalah cewek baik-baik dan bodohnya aku hampir ingin membatalkan pertunangan ini karena fitnah seseorang. Sita benar, tanpa Shanum tebar pesona pun, laki-laki akan terpesona dengan sendirinya dan berlomba-lomba untuk menarik perhatian Shanum. Seperti aku yang jatuh cinta pada pandangan pertama.Sekarang aku sangat penasaran dengan nama cowok yang sempat disebut Sita. Cowok yang nekat mendekati Shanum walau dia tahu Shanum adalah tunanganku. Siapa dia? Akan kuminta Dino mencari tahu siapa lelaki tersebut.
"Kami senang bisa mengundang keluarga besar Atmanegara makan di rumah kami yang sederhana ini." Pak Boni tersenyum sumringah saat mengatakan sanjungan pada kami, tepatnya kepada Papi dan Mami.Pak Boni adalah bawahan Papi di kantor. Dia mengundang kami karena hari ini ulang tahun pernikahannya. Yang mengherankan kenapa harus diundang secara pribadi dan kenapa cuma keluarga kami saja. Aku mencium bau-bau "penjilat". Kenapa juga Papi mau? Secara Pak Boni hanya bawahannya Papi, itu aneh."Selamat anniversary pernikahan Keyla, ini yang ke berapa?" Mami tersenyum ramah sembari memberikan bingkisan kado besar ke arah istrinya Pak Boni. Aku lupa bertanya apa isinya. Biasanya Mami tidak sembarangan memberikan hadiah. Tumben Mami mau repot mencari hadiah."Ah kamu pura-pura tidak tahu. Sudah berapa tahun kita berteman."Oh, pantas. Ternyata teman Mami.
Pov AlanAku bergegas keluar dari apartemen menuju kampus. Ada orang yang harus kutemui sekarang juga, dia punya utang penjelasan. Elisa.Tiba di kampus netraku mengitari seluruh sisi kampus mencari sosok cewek yang sudah membuat kegaduhan dalam hubunganku dengan Shanum."Hai bro, ada apa?" Bryan menyapaku."Kamu lihat Elis?""Tidak?" jawabnya dengan menggeleng."Why?""Nggak papa' kok. Kalau lihat dia, hubungi aku, ya.""Sip," balasnya dengan mengangkat satu jempol. Raut wajahnya menyiratkan keheranan. Namun sekarang bukan saatnya untuk menjelaskan.Permasalahan yang kuhadapi ini serius, kalau tidak diselesaikan dengan cepat dapat mengancam hubunganku dengan Shanum, dan di
POV Shanum"Num, kamu kenapa? Wajahnya masam gitu?" Aku hanya menggelengkan kepala sembari menyunggingkan senyum.Bunda masih menatapku lekat seolah tidak percaya dengan respon yang kuberikan"Nggak kenapa, Bun. Sumpek aja, bete tugas dari dosen banyak. Mintanya referensi buku yang ada di perpus. Capek, Shanum harus bolak-balik ke perpus buat nyari bukunya," jelasku agar Bunda tidak curiga. Sepertinya wajahku tidak bisa berbohong. Bunda tahu keadaan anaknya kalau sedang tidak baik.Bukan fisik yang tidak baik, tapi hati. Mungkin ini yang ditakutkan Ayah saat anaknya menjalin hubungan intens dengan lawan jenis. Hati tak karuan rasa. Belum juga setahun, sudah banyak rintangan yang menghadang hubungan kami. Bisakah hubungan melangkah sampai ke pelaminan? Fakta calon suami mantan badboy, selalu mengundang rasa curigaku padanya. Ditambah teror dari s
Ada yang aneh. Apa maksudnya dengan tidak ada di tempat? Apa semua penghuni rumah ini sudah pergi? Kemana perginya mereka sepagi ini?"Kakek Atma tidak ada? Om Yudha dan Tante Anya juga tidak ada?" tanyaku masih di balik pagar yang tertutup. Aku dibiarkannya berdiri di luar pagar tidak diizinkannya masuk."Iya, mereka tidak ada di tempat. Ada pesan dan sama Mbak siapa?" ulangnya lagi karena aku belum memperkenalkan diri."Saya Shanum, kalau begitu siapa yang berada di dalam? Apakah …." Aku terjeda mencoba mengingat nama seseorang."Wawan, apa Pak Wawan ada di rumah?" Kalau ada saya perlu bicara dengannya," pintaku.Sekuriti dengan tag nama Didin di depan dadanya menggeleng. "Pak Wawan tidak ada juga. Kalau boleh tahu ada hubungan siapa Mbak dengan orang rumah? Kalau ada pesan katakan