Dari balik jendela Rian tersenyum puas, ia berhasil membuat dua pasangan itu bertengkar. Rian memang yang melakukan itu, menaruh tisu magic di tas milik Sinta. Setelah itu, Rian memilih untuk pulang, ia akan memikirkan rencana selanjutnya.
Sementara itu, Faris serta Sinta masih saja berdebat, Sinta tidak terima dengan tuduhan Faris, jika ia selingkuh. Namun, ada benda yang memang tidak pernah mereka gunakan, memicu pertengkaran. Karena selama mereka bersama, tak sekalipun Faris menggunakan barang tersebut.
"Terus kalau bukan milik kamu, ini milik siapa?! Nggak mungkin punya orang lain ada di tas kamu," ujar Faris yang sudah tersulut emosi.
"Sumpah, Mas. Aku nggak tahu itu milik siapa." Sinta terus mengelak, karena memang ia tahu itu tisu magic milik siapa.
Faris menghela napas kasar. "Ok, kali ini aku percaya. Tapi awas kalau sampai kamu ketahuan selingkuh."
"Iya, Mas. Aku nggak mungkin selingkuh," ujar Sinta. Ia merasa lega karena Faris masih mau percaya dengannya.
"Ya udah kita ke kantor sekarang," ajaknya. Gegas keduanya beranjak keluar dari rumah.
Kini mereka ssudah dalam perjalanan menuju kantor. Faris memilih untuk fokus menyetir, sementara Sinta masih memikirkan masalah yang tiba-tiba datang. Terlebih kehadiran Rian benar-benar menjadi sumber masalah.
"Rian, ini pasti ulah kamu," batin Sinta.
"Atau jangan-jangan, Rian dan Alda kerja sama lagi. Tapi rasanya tidak mungkin, tapi lihat mereka sepertinya sangat akrab." Sinta kembali membatin.
Tidak butuh waktu lama, mereka tiba di kantor, setelah memarkirkan mobil. Keduanya beranjak turun, lalu masuk ke dalam gedung. Melihat bosnya datang, para karyawan memberikan hormat, sementara itu. Faris hanya mengangguk sembari melangkahkan kakinya.
Setibanya di ruangan, Faris beranjak menuju kursi lalu menjatuhkan bobotnya. Hari ini sepertinya Faris sibuk, ada banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Faris menghela napas, lalu mulai membuka berkas yang sudah menumpuk di atas meja.
Tiba-tiba saja ponsel Faris berdering, khawatir ada yang penting. Faris langsung mengbilnya lalu menggeser tombol berwarna hijau untuk menerima panggilan.
[Assalamu'alaikum, Faris kamu sibuk nggak]
[Wa'alaikumsalam, lumayan, Ma. Memangnya ada apa]
[Mama baru sampai di bandara, Alda di rumah kan]
[Kok, Mama pulang nggak bilang-bilang sih. Alda di rumah kok, Ma]
[Ya udah mama naik taksi aja, soalnya mama mau langsung ke rumah kamu. Mama udah kangen sama Alda]
Tiba-tiba saja sambungan telepon terputus, Faris mengernyit heran. Kebiasaan ibunya memang seperti itu, terlebih sudah hampir satu tahun, Riyanti---ibunda Faris tidak bertemu dengan Alda. Sudah dapat dipastikan mereka akan menghabiskan banyak waktu untuk mengobrol.
"Huft, mama pulang kok nggak kasih kabar dulu ya." Faris membatin. Sekarang Faris harus extra hati-hati, karena pasti akan susah untuk pergi ke rumah Sinta. Setelah itu, Faris kembali melanjutkan pekerjaannya.
***
Waktu berjalan begitu cepat, pukul sembilan pagi Riyanti sampai di rumah. Alda cukup terkejut saat mendapati ibu mertuanya datang. Rasa rindu karena lama tidak bertemu, membuat Alda langsung menghambur ke pelukan ibu mertuanya itu. Bahkan karena saking dekat, Riyanti menganggap jika Alda adalah putrinya sendiri.
Setelah puas melepas rindu, Riyanti mengajak Alda memasak untuk makan malam nanti. Bukan hanya masak mereka juga membuat kue kesukaan Faris. Tepat pukul lima sore semuanya sudah siap, bahkan kedua wanita itu sudah selesai mandi.
Saat Alda sedang duduk di sofa, tiba-tiba ponselnya berdering. Mendengar itu, Alda langsung mengambil benda pipih miliknya itu, lalu menggeser tombol berwarna hijau untuk menerima panggilan.
[Assalamu'alaikum, Sayang hari ini aku lembur]
[Wa'alaikumsalam, lembur lagi. Padahal aku sama mama udah masak dan bikin kue untuk makan malam nanti]
[Duh, sayang banget. Soalnya hari ini pekerjaan aku numpuk, dan besok harus selesai]
[Ya udah nggak apa-apa, nanti aku anterin ke kantor aja makanannya]
[Memangnya nggak ngerepotin kamu, eh tapi harus diantar ya, jangan bawa mobil sendiri]
[Iya, Mas. Nanti bakal diantar sama, mang Udin kok]
[Iya, udah dulu ya, aku mau lanjut kerja lagi, assalamu'alaikum]
[Iya, Mas. Wa'alaikumsalam]
"Kenapa." Riyanti berjalan menghampiri Alda.
"Mas Faris hari ini lembur, Ma. Terus aku mau nganterin makanan ke kantor," sahut Alda.
"Oh ya udah, tapi nanti langsung pulang ya. Mama masih ingin cerita sama kamu," ujar Riyanti.
Alda tersenyum. "Iya, Ma. Ya udah aku mau siap-siap dulu."
Alda bergegas menuju dapur untuk mengambil makanan serta kue yang akan ia bawa ke kantor. Setelah selesai, Alda langsung bersiap pergi ke kantor, dan tentunya dengan diantar oleh mang Udin. Setelah berpamitan dengan Riyanti, Alda beranjak pergi.
"Pasti, mas Faris sama makanannya," gumamnya. Namun tiba-tiba Alda teringat jika di sana ada Sinta.
"Huft, kira-kira Rian punya rencana apa lagi ya," gumamnya lagi.
Tidak terasa Alda tiba di kantor, kini wanita berjilbab itu tengah berjalan masuk ke dalam. Suasana kantor sudah sepi, hanya ada beberapa karyawan yang belum pulang, mungkin karyawan yang lembur sama seperti suaminya.
Setibanya di depan ruangan Faris, Alda segera membuka pintu. Alda tersenyum saat melihat suaminya sedang duduk dengan mata yang fokus menatap layar leptop, sementara jarinya bergerak lincah di papan keyboard.
"Assalamu'alaikum." Alda berjalan menghampiri suaminya.
"Wa'alaikumsalam, udah nyampai ternyata," sahut Faris, lalu menghentikan aktivitasnya.
"Baru saja, istirahat dulu." Alda beranjak menuju sofa, lalu meletakkan rantang yang ia bawa di atas meja.
"Wah, kamu bawa apa saja, perut aku jadi lapar." Faris bangkit lalu berjalan menghampiri sang istri.
"Makanan sama kue, aku juga bawa beberapa untuk karyawan yang belum pulang," ujar Alda.
"Ya udah, nanti biar Hany yang kasih ke mereka," sahut Faris, sementara Alda hanya mengangguk.
"Mau ke mana?" tanya Faris.
"Ngantar ini ke Hany, cuci tangan dulu kalau mau makan," jawab Alda.
"Iya, Sayang." Faris beranjak menuju ke kamar mandi. Sementara Alda bergegas keluar dari ruangan.
Alda berjalan menuju meja kerja Hany, lalu menyerahkan kotak berisi kue yang sengaja ia bawa untuk para karyawan suaminya. Setelah mengantarkan kotak kue tersebut, Alda memutuskan untuk kembali ke ruangan suaminya, tapi tiba-tiba perutnya terasa mulas.
Karena tidak tahan, Alda langsung berlari menuju toilet, setibanya di sana Alda masuk ke dalam. Tiba-tiba bruk, Alda terjatuh karena lantainya licin. Seketika wanita berjilbab itu meringis kesakitan, ia memegangi perutnya yang terasa sangat sakit.
"Astagfirullah, perut aku." Alda meremas perutnya yang semakin terasa sakit.
"Astagfirullah, Ibu kenapa." Hany yang kebetulan ke toilet terkejut melihat istri bosnya duduk kesakitan di lantai.
Hany bertambah panik, saat melihat ada cairan merah yang menodai gamis berwarna putih yang Alda pakai. Detik itu juga Hany beteriak meminta tolong.
Alda mengerjapkan matanya, perlahan ia membuka kelopak matanya. Cahaya yang masuk ke dalam retina, membuatnya silau. Setelah nyawanya terkumpul, Alda mengedarkan pandangannya. Ruangan yang cukup asing baginya."Aku di mana," gumaman. Alda memegangi kepalanya yang terasa pusing. Perlahan wanita berjilbab itu bangun dan duduk."Kamu sudah bangun." Pintu terbuka, seorang pria dengan balutan kemeja berwarna biru masuk ke dalam. Suara yang tidak asing membuat Alda menoleh."Papa." Alda nama terkejut saat melihat ayahnya datang. Mungkinkah apa yang Alda alami adalah rencana ayahnya sendiri."Kamu minum dulu," ujar Mario seraya menyodorkan segelas air putih. Dengan ragu Alda menerimanya."Terima kasih," ucap Alda. Setelah itu, ia meneguk air putih tersebut."Pa, kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Alda.Mario terdiam sejenak. "Papa yang menyuruh orang untuk membawamu ke sini.""Untuk apa, Pa?
"Sayang siapa yang da .... " Faris menghentikan ucapannya saat melihat siapa yang datang. Setelah itu ia berjalan menghampiri sang istri dan berdiri di sebelahnya."Silahkan masuk, Pa." Alda menyuruh Mario, ayahnya untuk masuk ke dalam."Terima kasih," ucap Mario seraya mengikuti langkah putrinya."Silahkan duduk, Pa. Aku buatkan minum dulu," ucap Alda, setelah itu ia melangkah menuju dapur untuk membuatkan minuman.Mario menjatuhkan bobotnya di sofa, begitu juga dengan Faris. Suasana mendadak hening, keduanya diam, dengan pikiran masing-masing. Mario mengedarkan pandangannya, melihat setiap sudut ruangan. Rapi dan juga bersih."Silahkan, Pa, Mas." Alda meletakkan dua cangkir kopi di atas meja. Faris hanya mengangguk."Terima kasih," ucap Mario."Alda, ada yang ingin papa bicarakan," ujar Mario."Ada apa, Pa?" tanya Alda."Papa ingin menanyakan rumah serta butik milik mamam
Alda masih menatap pria yang tengah berjalan menghampirinya, bukankah tadi ia mengirim pesan untuk Rian. Tapi kenapa bukan Rian yang datang, melainkan Faris, dari mana pria itu tahu. Alda memundurkan langkahnya saat Faris mendekat."Alda kamu nggak apa-apa kan?" tanya Faris. Sementara Alda hanya menggeleng."Tega kamu, Mas. Untuk apa kamu masih peduli sama perempuan yang jelas-jelas sudah menggugat cerai kamu!" teriak Sinta. Ia tidak terima dengan apa yang Faris lakukan."Kamu pantas mendapatkan ini," ucap Faris. Beruntung ia datang tepat waktu jika tidak pasti Sinta berhasil melancarkan aksinya."Lihat saja, aku tidak akan pernah membiarkan kalian bahagia. Dan kamu Alda, aku akan merebut semua yang kamu miliki," janjinya. Sinta menatap Alda dengan tatapan yang tajam.Setelah itu, Sinta memilih pergi, tentunya bersama orang suruhannya. Hari ini benar-benar sial, niat hati ingin mencelakai Alda, tapi justru dirinya yang
Melihat mobil semakin menjauh, gegas Faris masuk ke dalam mobil miliknya lalu mengejar mobil milik Rian. Faris terus melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi agar bisa mengejar istrinya itu. Faris tidak ingin kehilangan Alda lagi."Aku tidak boleh kehilangan jejak mereka, Alda tolong beri aku kesempatan," gumamnya. Faris terus melajukan mobilnya, yang ada di benaknya hanya ada nama Alda dan bisa mengejarnya."Alda aku sangat mencintai kamu, tolong kembali padaku," gumamnya. Sangat sulit jika harus kehilangan wanita seperti Alda.Faris terus melajukan mobilnya, tak peduli dengan jalanan yang cukup ramai. Harapan Faris hanya bisa mengejar istrinya, sementara itu, Rian tak kalah cepat dalam melajukan mobilnya. Ia tidak ingin kalau nanti Faris tahu di mana Alda berada."Rian, kok belok sih?" tanya Alda."Kalau lurus nanti, Mas Faris tahu kamu tinggal di mana," jawab Rian. Sementara Alda hanya mengangguk.
Riyanti menatap putranya yang terlihat seperti orang tidak waras. Berkali-kali Faris mengusap wajahnya dengan kasar, bahkan pria itu juga menjambak rambutnya. Penyesalan Faris sudah tidak ada gunanya lagi, semua sudah terlambat."Sekarang kamu lihat bukti itu, bukti jika Sinta itu bukan wanita baik-baik. Semuanya sudah Alda kumpulkan, tinggal kamu lihat dan perhatikan siapa Sinta yang sebenarnya." Riyanti menyerahkan flashdisk serta beberapa lembar foto pada putranya.Faris menerima flashdisk serta foto tersebut, setelah itu ia memutuskan untuk ke kamar. Setibanya di kamar Faris mengambil leptop lalu memasang flashdisk tersebut. Mata Faris sangat jeli melihat setiap video yang sedang berputar."Sinta, kamu benar-benar menjijikkan." Faris mengepalkan tangannya, menyesal karena pernah memberinya kesempatan.Faris mengusap wajahnya dengan kasar. "Alda tolong maafkan aku, tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semua ini.""Aarrgghht."
Dada Faris bergemuruh hebat, ini untuk yang kesekian kalinya ia menemukan sisi lain dari Sinta. Faris pikir Sinta wanita baik, tapi ternyata salah, ternyata yang selama ini ia jaga dan harapkan tak lebih dari seorang wanita panggilan.Ceklek, pintu kamar mandi terbuka, menampakkan Sinta yang baru saja selesai mandi. Sinta hanya mengenakan handuk, jika dulu Faris akan langsung tergoda. Namun sekarang tidak, bahkan ia membayangkan tubuh Sinta yang ...."Sinta ini punya siapa?" tanya Faris seraya menunjukkan bungkusan yang ia pegang. Sontak Sinta terkejut, bingung itu yang ia rasakan."Oh itu, itu punya ... em, anu, itu .... ""Siapa yang memakainya." Faris memotong ucapan Sinta."Itu bukan punya aku, itu punya .... ""Bukan punya kamu, tapi ada di sini. Dan di sini." Faris kembali memotong ucapan Sinta, tak lupa ia menunjuk tempat sampah yang berada di samping meja."Mas bener, itu bukan punya aku. Em semal