Share

Petaka Tisu Magic

Drrtt pintu terbuka, bersamaan dengan itu, Rian pergi melalui jendela yang tentunya sudah dipersiapkan. Sementara itu, Sinta masih terlihat panik, wanita itu khawatir jika nanti rahasia masa lalunya terbongkar. 

"Sinta kamu kenapa? Kamu baik-baik saja kan." Faris berjalan menghampiri Sinta, lalu duduk di sebelahnya. 

"Mas, aku, tadi ada ... aku nggak apa-apa kok." Sinta gugup sendiri harus bagaimana cara menjelaskannya. 

"Ya sudah, tapi kamu nggak apa-apa kan?" tanya Faris untuk memastikan. 

"Iya, aku nggak apa-apa." Sinta menggelengkan kepalanya. 

"Ya sudah, kamu udah makan apa belum?" tanya Faris. 

"Belum, aku nggak lapar," jawab Sinta. Meski sedang berbicara dengan Faris, tetapi otaknya terus memikirkan kejadian tadi. 

"Makan dulu ya, tadi aku bawain makanan kesukaan kamu." Faris membujuk Sinta agar mau makan. 

Setelah dibujuk, akhirnya Sinta mau makan, tentunya dengan disuapi oleh sang suami. Dengan telaten Faris menyuapi Sinta, walaupun sejujurnya ia merasa khawatir dengan Alda. Karena akhir-akhir ini, istrinya sering mengeluh sakit kepala. 

Sementara itu, Sinta yang terus menerus merasa khawatir jika rahasianya terbongkar. Rahasia masa lalunya dengan Rian, saat Sinta masih bekerja sebagai model majalah dewasa. Namun, demi bisa merebut Faris dari Alda, Sinta memilih untuk berhenti dan meninggalkan pekerjaan itu. 

Dendam masa lalu yang membuat Sinta yang membuatnya sangat membenci Alda. Karena sebelum Alda menikah dengan Faris, wanita berjilbab itu pernah dilamar oleh Bagas, putra dari teman ayahnya. Namun, saat itu Alda yang masih kuliah, menolak lamarannya dengan alasan masih ingin sendiri. 

Meski lamaran Bagas ditolak, Sinta yang merupakan kekasihnya merasa tidak terima. Lantaran Bagas telah memutuskan hubungan, setelah tahu jika Sinta bekerja sebagai model majalah dewasa, bukan itu saja Sinta juga sering melakukan hubungan terlarang dengan banyak pria. Hal tersebut yang membuat Bagas lebih memilih berpisah. 

Meski demikian, Sinta tetap menaruh dendam terhadap Alda. Dan akan merebut pria mana saja yang menjadi suaminya. Dengan berbagai rayuan, akhirnya Sinta berhasil mendapatkan Faris, meski hanya menjadi istri sirinya. Namun Sinta berjanji akan menyingkirkan Alda demi bisa memiliki Faris seutuhnya. 

Awalnya Faris memang menolak Sinta, karena ia tahu jika wanita itu adalah putri dari Mario, ayah mertuanya. Namun setelah tahu jika Sinta bukan anak kandung Mario, Faris menerimanya. Terlebih sampai sekarang Alda belum juga hamil, hal itu yang menjadi alasan Faris menikah lagi, meki tanpa sepengetahuan Alda serta ibunya. 

Di lain sisi, saat ini Alda baru saja keluar dari kamar mandi. Wanita berambut panjang itu melangkahkan kakinya menuju meja rias, tetapi tiba-tiba saja kepalanya terasa sakit. Bahkan pandangannya terasa berputar-putar. 

"Astagfirullah, kepalaku." Alda memegangi kepalanya yang terasa amat sakit. 

Tiba-tiba saja, Alda merasakan ada cairan yang keluar dari hidungnya. Ia meraba hidungnya dengan tangan kanannya, seketika Alda terkejut saat ada cairan merah pada telapak tangannya. Pandangan Alda semakin buram dan kabur, sedetik kemudian tubuhnya ambruk ke lantai. 

***

Pagi menyapa, pukul enam Alda baru saja terbangun. Ia mengerjapkan matanya, untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Seketika Alda terlonjak kaget saat mendapati suaminya sudah duduk di sebelahnya. Seingat Alda semalam Faris belum pulang. 

"Mas kamu .... " 

"Sayang kamu sudah bangun." Faris membantu Alda untuk bangkit, dan duduk menyandar. 

"Semalam kamu pingsan, untung bi Ningsih langsung ngabarin aku. Jadi aku lansung pulang." Faris menjelaskan. 

"Semalam aku pingsan, dan semalam juga, Mas Faris langsung pulang. Itu artinya, Mas Faris semalam gagal menginap di rumah Sinta," batin Alda. Ada rasa bahagia karena suaminya kembali gagal tidur bersama istri mudanya itu. 

"Apa kita perlu ke dokter?" tanya Faris. 

"Enggak usah, Mas. Aku nggak apa-apa kok, cuma masih sedikit pusing saja," tolaknya. Alda merasa jika dirinya tidak perlu ke dokter. 

"Mas aku mau ke kamar mandi dulu," ujar Alda. 

"Ya sudah sini aku bantu." Faris membantu istrinya itu turun dari tempat tidur, lalu memapahnya masuk ke dalam kamar mandi. 

Satu jam telah berlalu, Faris kini sudah siap untuk berangkat ke kantor. Setelah sebelumnya menyuapi istrinya itu untuk makan, awalnya Faris ingin libur tetapi hari ini ada meeting yang benar-benar tidak bisa ditinggal. 

"Sayang aku pergi dulu ya, kalau ada apa-apa nanti telepon saja," ujar Faris seraya memakai jasnya. 

"Iya, Mas. Hati-hati di jalan, jaga hati dan juga mata ya," paparnya. Seketika Faris menjadi salah tingkah. 

"Iya, Sayang. Ya udah aku pergi dulu, assalamu'alaikum." Faris mencium kening istrinya. 

"Wa'alaikumsalam." Alda mencium punggung tangan suaminya itu. Setelah berpamitan, Faris bergegas untuk pergi. 

Setelah suaminya pergi, Alda mengambil ponselnya. Ia ingin tahu bagaimana rencana semalam, apakah berhasil atau tidak. Alda juga ingin tahu rencana hari ini yang akan Rian lakukan. 

Sementara itu, kini Faris dalam perjalanan menuju rumah Sinta untuk menjemputnya. Awalnya Faris menyuruh istrinya itu untuk istirahat, tetapi wanita itu menolak dan ingin tetap bekerja. Mau tidak mau Faris harus menjemputnya. 

"Semoga Sinta tidak marah atas masalah semalam," gumamnya. Kini mobil Faris sudah terparkir di halaman depan rumah Sinta. 

Faris segera turun, lalu memilih untuk masuk ke dalam, kebetulan pintu tidak terkunci. Setibanya di dalam Faris melangkahkan kakinya menuju ruang tengah. Terlihat jika Sinta sedang menunggunya. 

"Udah lama? Em, maaf untuk yang semalam." Faris lalu berjalan mendekat. 

"Iya, tidak apa-apa," sahut Sinta. 

"Oya, berkas yang sama kamu jangan lupa di bawa ya," ujar Faris untuk mencairkan suasana. 

Sinta menepuk jidatnya. "Sebentar aku ambil dulu di kamar. 

Sinta berlari masuk menaiki anak tangga, tiba-tiba saja ponsel Sinta berdering. Awalnya Faris tidak peduli, tetapi benda pipih itu terus berbunyi. Takut ada yang penting, Faris memutuskan untuk mengambilnya, yang kebetulan ada di dalam tas. 

"Siapa sih yang nelpon," gumamnya. Tangan Faris berhasil mengambil benda pipih itu, tetapi ia juga mendapati benda asing dalam tas milik Sinta. 

"Apa ini." Faris mengambil benda tersebut, seketika ia terkejut saat mendapati ada tisu magic dalam tas Sinta. Faris semakin terkejut saat menemukan satu bungkus yang sudah terbuka, dan mungkin baru saja digunakan. 

"Ada apa, Mas?" tanya Sinta. 

"Ini punya siapa, kenapa ada di tas kamu." Faris menunjuk tisu magic tersebut. Detik itu juga Sinta terkejut, pasalnya ia tidak pernah menggunakan barang itu. 

Keduanya debat gara-gara tisu magic tersebut, karena selama ini Faris tidak pernah memakai barang itu. Tentu saja ia menaruh curiga terhadap istrinya. Sementara Sinta terus mengelak, karena memang ia tidak pernah membeli atau menyimpan barang tersebut. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status