"Dia sudah merebut papa dariku dan juga mama, sampai akhirnya mama tiada gara-gara wanita itu. Dan Sinta, mungkinkah dia anaknya, yang sekarang juga merebut suamiku." Tangan Alda mengepal, ingin rasanya ia melabrak mereka. Namun, sebisa mungkin Alda tahan, ia akan memberi pelajaran untuk wanita penggoda suami orang.
"Kamu memang sudah menghianatiku, Mas. Tapi aku tidak akan melepaskan kamu begitu saja," gumamnya. Setelah itu ia mengambil ponselnya untuk menghubungi nomor suaminya.
"Jalan, Mang." Alda menyuruh mang Udin untuk menjalankan mobilnya, sementara dirinya mencoba menelpon suaminya.
[Assalamu'alaikum, Mas ada di mana]
[Wa'alaikumsalam, ini lagi lembur memangnya kenapa]
"Lembur di rumah selingkuhan," batin Alda.
[Mas bisa pulang sekarang nggak, perut aku kambuh lagi]
[Apa?! Iya, iya, aku pulang sekarang]
Sambungan telepon terputus, Alda dapat merasakan jika suaminya itu benar-benar panik. Alda tersenyum, ia membayangkan bagaimana wajah Faris yang panik, dan bagaimana wajah Sinta yang kecewa.
"Jalannya dipercepat, Mang," titahnya.
"Baik, Nyonya." Mang Udin mengangguk. Alda harus sampai rumah sebelum Faris sampai lebih dulu.
"Aku memang kecewa, Mas. Tapi aku akan membuatmu jera dengan perbuatanmu itu," batin Alda.
Pernikahannya dengan Faris memang karena perjodohan. Almarhumah ibunda Alda yang meminta Faris untuk menikahi putrinya dan menjaganya. Namun, yang terjadi kini sebaliknya, hanya karena belum juga diberi keturunan, Faris memilih untuk menikah secara diam-diam.
Faris merupakan putra tunggal, tetapi setelah menikah, keduanya berjuang bersama hingga akhirnya mereka sukses seperti sekarang. Namun setelah sukses justru Faris lupa, siapa yang menemaninya mulai dari nol. Hal itu yang membuat Alda memilih untuk bertahan sebisa mungkin.
Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, kini Alda tiba di rumah. Gegas wanita berjilbab itu masuk ke dalam rumah, dan segera menuju ke kamarnya. Setibanya di kamar, Alda langsung berganti pakaian, lalu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Untung, Mas Faris belum sampai," gumamnya. Alda bernapas lega, karena ia lebih dulu sampai ke rumah.
Selang beberapa menit, terdengar suara deru mobil suaminya. Dan benar saja, sepuluh menit kemudian, pintu kamar terbuka. Faris berjalan menghampiri istrinya yang meringkuk di atas tempat tidur. Terlihat jelas jika Faris sangat mengkhawatirkan istrinya itu.
"Sayang kamu baik-baik saja kan, apa perutnya masih sakit." Faris mengusap wajah istrinya, lalu turun ke bawah, untuk mengusap perut Alda.
"Masih sedikit sakit, Mas." Alda menunjukkan wajah sakitnya, membuat Faris semakin panik.
"Kita ke rumah sakit ya, aku takut terjadi apa-apa sama kamu," ujar Faris, namun Alda menggelengkan kepalanya.
"Aku nggak apa-apa kok, Mas. Tadi udah minum obat," kata Alda.
"Ya sudah, kamu istirahat saja, aku mau mandi dulu," paparnya. Sementara Alda hanya mengangguk.
Melihat suaminya masuk ke dalam kamar mandi, Alda mengambil ponsel milik Faris untuk mengeceknya. Ada banyak pesan yang Sinta kirim, pasti wanita itu kecewa karena Faris memilih untuk pulang.
"Kamu sebenarnya peduli, tapi kenapa harus berselingkuh," gumamnya. Setelah itu Alda meletakkan kembali ponsel milik suaminya itu.
***
Hari telah berganti seperti biasa, setelah shalat subuh Alda memilih untuk membuat sarapan. Pembantu memang ada, tetapi Faris lebih suka masakan istrinya yang sangat pas di lidah. Itu sebabnya Alda memilih untuk memasak sendiri.
Pukul setengah tujuh, Faris maupun Alda sudah ada di meja makan. Keduanya tengah menyantap sarapan pagi bersama. Alda terus memperhatikan suaminya yang begitu lahap, menyantap makanan yang ia buat.
"Mas nanti aku izin mau pergi ke panti asuhan," izinnya.
"Sama siapa? Memangnya perut kamu udah nggak apa-apa?" tanya Faris dengan raut wajah khawatir.
"Udah nggak apa-apa kok, Mas. Biasa sama Nia terus Lela," jawab Alda.
"Ya sudah," sahut Faris.
Selepas sarapan, Faris segera bersiap untuk berangkat ke kantor. Tak lupa, Alda mengantarkannya sampai di teras depan. Setelah mobil suaminya menghilang dari pandangan mata, Alda memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.
Setibanya di dalam, Alda segera bersiap untuk pergi bersama dengan Nia dan juga Lela. Pagi ini Alda akan pergi ke panti asuhan untuk berkunjung seperti biasanya, dan juga menyumbang uang serta yang lainnya.
"Bismillah." Alda melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Kali ini ia sengaja membawa mobil sendiri.
Waktu berjalan begitu cepat, jam makan siang, Faris mendapatkan pesan dari istrinya. Kalau Alda mengajaknya untuk makan siang di luar. Namun anehnya, Alda meminta Faris datang bersama dengan Sinta. Tanpa merasa curiga, keduanya bergegas pergi ke restoran yang sudah Alda tentukan.
"Nanti malam harus jadi ke rumah loh," pinta Sinta. Kini mereka sudah tiba di restoran, sementara Alda belum datang.
"Iya, tadi malam Alda sakit, makanya aku langsung pulang," terangnya.
"Apa kamu masih mencintai Alda, soalnya kamu sangat peduli dengannya." Sinta menatap mata hitam Faris.
"Aku memang mencintai Alda, memangnya kenapa?" tanya Faris. Sinta mendengus kesal, dan memilih untuk memalingkan wajahnya.
"Mas Faris." Seorang wanita berjalan menghampiri meja di mana Faris serta Sinta berada. Sedetik kemudian Faris dan Sinta menoleh.
"Alda." Faris bangkit lalu menyambut istrinya itu. Sementara Sinta terlihat kesal dengan sikap romantis Faris.
"Kamu sendirian, katanya .... "
"Halo, Mas. Apa kabar." Seorang pria berjaket hitam menyapa Faris, dan berjalan menghampiri mereka.
Sinta yang awalnya kesal, tiba-tiba dikejutkan dengan suara yang tidak asing di telinganya. Detik itu juga Sinta menoleh ke sumber suara tersebut. Seketika mata Sinta melotot saat tahu siapa yang datang.
Alda tersenyum melihat ekspresi wajah Sinta yang sudah seperti maling ketangkap basah. Apa yang Alda lakukan belum seberapa, masih banyak kejutan yang lain. Rasanya Alda tidak sabar melihat kejadian yang akan terjadi selanjutnya."Aku pikir tadi Alda datang sendiri, nggak tahunnya sama kamu," ucap Faris."Mumpung ada waktu yang longgar, jadi aku terima tawaran Alda untuk makan siang bareng," sahut Rian. Rian merupakan sepupu Faris, pria yang usianya dua tahun lebih muda dari Faris itu, berprofesi sebagai fotografer majalah dewasa."Dia .... " Rian menggantung ucapannya. Sementara wajah Sinta sudah pucat pasi, rasanya Alda ingin tertawa melihat raut wajah Sinta."Dia Sinta, sekretaris aku di kantor," ujar Faris. Sementara Rian hanya mengangguk."Wajahnya seperti tidak asing, mirip ... ah terlalu banyak model yang aku potret jadi sedikit lupa. Tapi wajahnya sangat familiar," ungkap Rian."Kebanyakan lihat mo
Drrtt pintu terbuka, bersamaan dengan itu, Rian pergi melalui jendela yang tentunya sudah dipersiapkan. Sementara itu, Sinta masih terlihat panik, wanita itu khawatir jika nanti rahasia masa lalunya terbongkar."Sinta kamu kenapa? Kamu baik-baik saja kan." Faris berjalan menghampiri Sinta, lalu duduk di sebelahnya."Mas, aku, tadi ada ... aku nggak apa-apa kok." Sinta gugup sendiri harus bagaimana cara menjelaskannya."Ya sudah, tapi kamu nggak apa-apa kan?" tanya Faris untuk memastikan."Iya, aku nggak apa-apa." Sinta menggelengkan kepalanya."Ya sudah, kamu udah makan apa belum?" tanya Faris."Belum, aku nggak lapar," jawab Sinta. Meski sedang berbicara dengan Faris, tetapi otaknya terus memikirkan kejadian tadi."Makan dulu ya, tadi aku bawain makanan kesukaan kamu." Faris membujuk Sinta agar mau makan.Setelah dibujuk, akhirnya Sinta mau makan, tentunya dengan disuapi oleh san
Dari balik jendela Rian tersenyum puas, ia berhasil membuat dua pasangan itu bertengkar. Rian memang yang melakukan itu, menaruh tisu magic di tas milik Sinta. Setelah itu, Rian memilih untuk pulang, ia akan memikirkan rencana selanjutnya.Sementara itu, Faris serta Sinta masih saja berdebat, Sinta tidak terima dengan tuduhan Faris, jika ia selingkuh. Namun, ada benda yang memang tidak pernah mereka gunakan, memicu pertengkaran. Karena selama mereka bersama, tak sekalipun Faris menggunakan barang tersebut."Terus kalau bukan milik kamu, ini milik siapa?! Nggak mungkin punya orang lain ada di tas kamu," ujar Faris yang sudah tersulut emosi."Sumpah, Mas. Aku nggak tahu itu milik siapa." Sinta terus mengelak, karena memang ia tahu itu tisu magic milik siapa.Faris menghela napas kasar. "Ok, kali ini aku percaya. Tapi awas kalau sampai kamu ketahuan selingkuh.""Iya, Mas. Aku nggak mungkin selingkuh," ujar Sinta. Ia merasa lega
Dari sisi dinding Sinta tersenyum, dia yang mendengar jika Alda akan datang ke kantor. Dengan licik merencanakan sesuatu untuk mencelakainya. Entah memang nasib buruk Alda, sehingga Sinta berhasil membuatnya celaka."Mampus kamu," gumamnya. Setelah itu Sinta memutuskan untuk pergi.Sepuluh menit kemudian, Faris yang mendengar jika istrinya jatuh. Dengan cepat berlari menuju ke toilet, pria berkemeja putih itu terkejut saat melihat istrinya sudah tak sadarkan diri, dengan cairan merah yang sudah mengotori lantai."Alda kamu kenapa." Faris berusaha menyadarkan istrinya, tetapi hasilnya nihil."Cepat siapkan mobil." Faris langsung mengangkat tubuh istrinya dan berlari keluar dari toilet.Setibanya di pelataran kantor, Faris segera masuk ke dalam mobil, dengan memakai supir kini mereka sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Faris terus berdo'a agar istrinya baik-baik saja. Sementara itu, Sinta yang melihat suaminya san
Melihat siapa yang datang, dengan segera Faris mandor tubuh Sinta dengan cukup keras. Hampir saja Sinta terjatuh, perempuan yang tak lain adalah Riyanti berjalan menghampiri putranya itu dengan sorot mata yang tajam."Ma, aku .... "Plak, satu tamparan mendarat di pipi Faris. "Apa ini yang kamu lakukan saat di kantor. Di rumah istri sakit, tapi di sini kamu enak-enakan seperti ini. Kamu itu pemimpin, tidak pantas melakukan hal buruk seperti ini." Riyanti memotong ucapan putranya."Dan kamu, jangan mentang-mentang posisimu itu sebagai sekretaris. Jadi berbuat seenaknya, bahkan dengan tegas kamu membuat celaka menantu saya," ungkap Riyanti, sontak mata Sinta melotot. Sementara Faris diam dengan otak yang terus berpikir, ia tidak percaya jika Sinta pelakunya."Maksud, Mama Sinta yang sudah mencelakai Alda?" tanya Faris."Iya, mama sudah lihat rekaman CCTV-nya, dan kamu sebagai suami. Seharusnya kamu bergerak cepat, bukan sepert
Faris menatap tajam wanita yang berdiri di hadapannya itu. Selama ini Faris tidak tahu jika Sinta adalah seorang model majalah dewasa. Faris hanya tahu jika Sinta bekerja sebagai pegawai kantor."Jadi selama ini kamu bohongi aku, iya?!" tanya Faris dengan suara tinggi.Sinta menggelengkan kepalanya. "Bukan begitu, aku bisa jelasin semuanya.""Apa yang akan kamu jelaskan." Faris menatap tajam Sinta.Sinta menghela napas. "Saat itu aku terpaksa, aku udah dibohongi sama temenku sendiri. Dia bilang mau ngasih kerjaan, tapi nggak tahunya kerja jadi model majalah dewasa.""Kalau kamu tahu mau jadi model majalah dewasa, kenapa diterima, kenapa tidak ditolak?" tanya Faris.Sinta nampak gugup. "Em, saat itu aku ... aku butuh uang, dan benar-benar terpaksa."Faris membuang wajah, rasanya sakit jika dibohongi, apa seperti itu yang Alda rasakan jika tahu dirinya sudah berbohong. Faris mengusap wajahnya dengan kasar, ia pik
Riyanti tersenyum melihat ekpresi wajah Sinta, jangan pernah meremehkan seorang wanita. Diam bukan berarti lemah, karena cara berpikir akan berbeda dengan wanita yang mengandalkan emosinya."Muka tembok mana punya malu," sindirnya. Riyanti menatap tak suka pada Sinta."Sudah, Sayang. Kamu tidak perlu memikirkan wanita tidak tahu diri ini. Lebih baik sekarang kita pergi." Riyanti merangkul pundak menantunya lalu membawanya masuk ke dalam mobil.Sementara itu, Sinta mendengus kesal, usahanya untuk membuat Alda jatuh telah gagal. Namun, Sinta tidak akan tinggal diam, ia akan mencari cara untuk memisahkan Alda dan Faris. Setelah itu Sinta memutuskan untuk pulang."Mungkin saat ini aku gagal, tapi untuk selanjutnya pasti akan berhasil," gumamnya. Saat ini Sinta dalam perjalanan pulang."Mas Faris, kamu akan menjadi milikku seutuhnya," gumamnya lagi.Tidak butuh waktu lama, kini Sinta tiba di rumah, setelah mema
Faris nampak mengusap wajahnya dengan gusar, ia benar-benar bingung dengan situasi saat ini. Faris juga bingung harus berbuat apa, di hati kecilnya menolak jika Sinta hamil, Faris juga tidak rela jika harus berpisah dengan Alda, wanita yang sangat dicintainya."Faris putuskan sekarang." Suara Riyanti seketika membuat Faris terlonjak kaget."Aku tidak akan pernah menceraikan Alda, titik." Faris tetap kekeh untuk mempertahankan pernikahannya itu."Mas aku sedang hamil anak kamu," ujar Sinta."Apa kamu yakin kalau itu anak aku?" tanya Faris."Mas kenapa kamu bicara seperti itu, bukankah kita sering melakukannya," ungkap Sinta."Jadi kalian sering melakukannya?" tanya Riyanti. Matanya menatap tajam ke arah putranya serta Sinta.Faris salah tingkah, bingung harus menjawab apa, sementara Sinta tersenyum. Ia memang ingin membongkar pernikahannya dengan Faris agar posisinya sebagai seorang istri tidak