"Terima kasih ya, Pak. Tolong kirim rekaman CCTV ini ke saya," pinta Alda.
"Tapi, Bu. Saya takut kalau nanti .... "
"Bapak tidak perlu takut, Bapak akan aman." Alda memotong ucapan pak Hary.
"Baik, Bu." Pak Hary mengangguk. Setelah itu, pak Hary segera mengirim rekaman CCTV tersebut seperti yang Alda minta.
"Sudah, Bu," ujar pak Hary.
"Iya, Pak terima kasih. Oya untuk selanjutnya tolong, Bapak kirim rekaman CCTV di ruangan, pak Faris sebelum dihapus," pinta Alda.
"Baik, Bu." Pak Hary mengangguk paham.
"Sekali lagi terima kasih ya, Pak. Kalau begitu saya permisi," ujar Alda lalu beranjak pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Alda kembali berjalan menuju ruangan suaminya, ia ingin tahu apa mereka telah selesai dengan aktivitasnya atau belum. Sejujurnya Alda bisa mendobraknya sekarang juga, tapi ia ingin tahu apa motif suaminya berselingkuh.
"Hany, apa belum keluar tamunya?" tanya Alda.
"Be, belum, Bu." Hany menundukkan kepalanya, dengan wajah yang sudah pucat pasi.
"Oh ya sudah, tolong nanti berikan ini pada, pak Faris ya." Alda menyerahkan map berwarna biru pada Hany.
"Oh baik, Bu." Hany menerima map tersebut.
"Kalau begitu saya permisi." Alda segera pergi setelah menyerahkan map tersebut.
Lima menit kemudian, pintu ruangan Faris terbuka, terlihat seorang Sinta serta Faris keluar. Pagi ini memang ada meeting, melihat bosnya keluar, dengan segera Hany berjalan menghampirinya.
"Maaf, Pak. Ini ada titipan dari, bu Alda." Hany menyerahkan map tersebut pada bosnya itu.
"Tadi Alda ke sini?" tanya Faris seraya menerima map tersebut.
"Iya, Pak. Hanya mengantar itu saja lalu pergi," jawab Hany.
"Oh ok, terima kasih ya," ujar Faris.
"Iya, Pak sama-sama," sahut Hany. Setelah itu Faris serta Sinta melanjutkan langkahnya.
"Tumben dititipin, kenapa nggak dikasih langsung?" tanya Sinta.
"Kalau dikasih langsung, kamu mau kita ketahuan," sahut Faris, mendengar hal itu Sinta tersenyum.
"Kamu sih, mainnya di kantor terus," ujar Sinta. Ia pernah mengajak Faris ke rumahnya, tetapi pria itu menolak dengan alasan rumah jauh.
"Memangnya mau kalau di rumah?" tanya Faris.
"Mau lah, di rumah kan bebas," jawab Sinta.
"Ok, nanti malam kita main di rumah, gimana." Faris menawarkan. Mendengar itu, Sinta mengangguk penuh semangat.
Kini mereka tiba di ruang meeting, semua sudah berkumpul. Faris segera menjatuhkan bobotnya di kursi. Setelah itu, meeting dimulai, lantaran setelah ini, Faris ada pertemuan penting dengan beberapa klien.
***
Waktu berjalan begitu cepat, saat makan siang Alda kembali lagi ke kantor sembari membawa makanan. Kali ini, Alda sengaja memberi kabar jika akan datang. Setibanya di kantor, Alda nampak terkejut, suaminya memang pandai bermain.
"Ini makanannya, Mas. Aku sendiri loh yang masak." Alda membuka rantang yang berisi makanan.
"Wow, istriku ini memang pandai memasak," pujinya. Faris akui, Alda memang pandai memasak.
"Ayo dong dimakan," pintanya. Dengan segera Faris menyantap makanan yang Alda bawa dengan lahap.
Alda terus memperhatikan suaminya yang begitu lahap, ia memang sengaja datang karena teringat tadi subuh saat Alda tidak sengaja membuka ponsel milik suaminya itu. Jika Faris dan Sinta janjian untuk makan siang luar.
"Mas nanti jadi lembur?" tanya Alda.
"Jadi, memangnya kenapa." Faris balik bertanya.
"Enggak apa-apa, mau aku anterin makan malam nggak nanti," tawarnya. Padahal Alda tahu jika hari ini kantor tutup lebih awal.
"Enggak usah, malam-malam kamu nggak usah pergi di rumah saja. Nanti aku bisa pesen kok," ujar Faris. Kini ia telah selesai menyantap makan siangnya.
"Ya sudah, Mas. Kalau itu mau kamu." Alda pasrah, dan memilih untuk menurut.
Selesai makan, Alda langsung membereskannya. Bahkan setelah itu Alda memutuskan untuk pulang, dengan alasan ingin istirahat. Setelah Alda pulang, Sinta langsung masuk ke ruangan Faris dengan wajah cemberut.
"Kenapa wajahnya ditekuk seperti itu, nanti cantiknya ilang loh." Faris menarik tangan Sinta, untuk ikut duduk di sebelahnya.
"Enggak usah pura-pura lupa deh, tadi pagi janji mau ngapain," ujarnya dengan wajah cemberut. Faris sangat gemas melihat tingkah Sinta.
"Maaf, Sayang. Tadi Alda ke sini, nggak mungkin dong aku suruh pulang, yang ada nanti malah curiga," ungkap Faris.
"Jangan cemberut dong." Faris mencubit hidung Sinta dengan gemas.
"Nanti malam ke rumah, baru aku maafin," ucap Sinta.
"Iya, Sayang. Nanti malam kita ke rumah, tapi sekarang jangan cemberut lagi," sahut Faris, seketika Sinta tersenyum, lalu menyenderkan kepalanya di bahu Faris.
Waktu berjalan begitu cepat, pukul tujuh malam Faris serta Sinta sudah dalam perjalanan pulang. Malam ini Faris akan ke rumah Sinta, seperti janjinya saat di kantor. Sinta terlihat bahagia, karena berhasil membawa Faris ke rumah.
Sementara itu, dari kejauhan Alda tengah mengikuti mobil suaminya. Wanita berjilbab itu ingin tahu di mana rumah Sinta, karena wajahnya sangat tidak asing baginya. Beruntung Alda sudah memasang alat pelacak di ponsel suaminya.
"Kenapa mereka berhenti di sini," gumamnya saat melihat mobil suaminya berhenti di pelataran rumah yang tidak asing bagi Alda.
Selang beberapa menit, mereka keluar, mata Alda terus menata suami serta sekretarisnya itu yang kemudian beranjak menuju teras rumah. Tiba-tiba pintu rumah terbuka, seorang wanita paruh baya keluar. Detik itu juga Alda terkejut saat melihat wanita itu, wanita yang sangat ia kenal.
"Wanita itu," desisnya. Mata Alda terus menatap wanita paruh baya itu."Dia sudah merebut papa dariku dan juga mama, sampai akhirnya mama tiada gara-gara wanita itu. Dan Sinta, mungkinkah dia anaknya, yang sekarang juga merebut suamiku." Tangan Alda mengepal, ingin rasanya ia melabrak mereka. Namun, sebisa mungkin Alda tahan, ia akan memberi pelajaran untuk wanita penggoda suami orang."Kamu memang sudah menghianatiku, Mas. Tapi aku tidak akan melepaskan kamu begitu saja," gumamnya. Setelah itu ia mengambil ponselnya untuk menghubungi nomor suaminya."Jalan, Mang." Alda menyuruh mang Udin untuk menjalankan mobilnya, sementara dirinya mencoba menelpon suaminya.[Assalamu'alaikum, Mas ada di mana][Wa'alaikumsalam, ini lagi lembur memangnya kenapa]"Lembur di rumah selingkuhan," batin Alda.[Mas bisa pulang sekarang nggak, perut aku kambuh lagi][Apa?! Iya, iya, aku pulang sekarang]Samb
Alda tersenyum melihat ekspresi wajah Sinta yang sudah seperti maling ketangkap basah. Apa yang Alda lakukan belum seberapa, masih banyak kejutan yang lain. Rasanya Alda tidak sabar melihat kejadian yang akan terjadi selanjutnya."Aku pikir tadi Alda datang sendiri, nggak tahunnya sama kamu," ucap Faris."Mumpung ada waktu yang longgar, jadi aku terima tawaran Alda untuk makan siang bareng," sahut Rian. Rian merupakan sepupu Faris, pria yang usianya dua tahun lebih muda dari Faris itu, berprofesi sebagai fotografer majalah dewasa."Dia .... " Rian menggantung ucapannya. Sementara wajah Sinta sudah pucat pasi, rasanya Alda ingin tertawa melihat raut wajah Sinta."Dia Sinta, sekretaris aku di kantor," ujar Faris. Sementara Rian hanya mengangguk."Wajahnya seperti tidak asing, mirip ... ah terlalu banyak model yang aku potret jadi sedikit lupa. Tapi wajahnya sangat familiar," ungkap Rian."Kebanyakan lihat mo
Drrtt pintu terbuka, bersamaan dengan itu, Rian pergi melalui jendela yang tentunya sudah dipersiapkan. Sementara itu, Sinta masih terlihat panik, wanita itu khawatir jika nanti rahasia masa lalunya terbongkar."Sinta kamu kenapa? Kamu baik-baik saja kan." Faris berjalan menghampiri Sinta, lalu duduk di sebelahnya."Mas, aku, tadi ada ... aku nggak apa-apa kok." Sinta gugup sendiri harus bagaimana cara menjelaskannya."Ya sudah, tapi kamu nggak apa-apa kan?" tanya Faris untuk memastikan."Iya, aku nggak apa-apa." Sinta menggelengkan kepalanya."Ya sudah, kamu udah makan apa belum?" tanya Faris."Belum, aku nggak lapar," jawab Sinta. Meski sedang berbicara dengan Faris, tetapi otaknya terus memikirkan kejadian tadi."Makan dulu ya, tadi aku bawain makanan kesukaan kamu." Faris membujuk Sinta agar mau makan.Setelah dibujuk, akhirnya Sinta mau makan, tentunya dengan disuapi oleh san
Dari balik jendela Rian tersenyum puas, ia berhasil membuat dua pasangan itu bertengkar. Rian memang yang melakukan itu, menaruh tisu magic di tas milik Sinta. Setelah itu, Rian memilih untuk pulang, ia akan memikirkan rencana selanjutnya.Sementara itu, Faris serta Sinta masih saja berdebat, Sinta tidak terima dengan tuduhan Faris, jika ia selingkuh. Namun, ada benda yang memang tidak pernah mereka gunakan, memicu pertengkaran. Karena selama mereka bersama, tak sekalipun Faris menggunakan barang tersebut."Terus kalau bukan milik kamu, ini milik siapa?! Nggak mungkin punya orang lain ada di tas kamu," ujar Faris yang sudah tersulut emosi."Sumpah, Mas. Aku nggak tahu itu milik siapa." Sinta terus mengelak, karena memang ia tahu itu tisu magic milik siapa.Faris menghela napas kasar. "Ok, kali ini aku percaya. Tapi awas kalau sampai kamu ketahuan selingkuh.""Iya, Mas. Aku nggak mungkin selingkuh," ujar Sinta. Ia merasa lega
Dari sisi dinding Sinta tersenyum, dia yang mendengar jika Alda akan datang ke kantor. Dengan licik merencanakan sesuatu untuk mencelakainya. Entah memang nasib buruk Alda, sehingga Sinta berhasil membuatnya celaka."Mampus kamu," gumamnya. Setelah itu Sinta memutuskan untuk pergi.Sepuluh menit kemudian, Faris yang mendengar jika istrinya jatuh. Dengan cepat berlari menuju ke toilet, pria berkemeja putih itu terkejut saat melihat istrinya sudah tak sadarkan diri, dengan cairan merah yang sudah mengotori lantai."Alda kamu kenapa." Faris berusaha menyadarkan istrinya, tetapi hasilnya nihil."Cepat siapkan mobil." Faris langsung mengangkat tubuh istrinya dan berlari keluar dari toilet.Setibanya di pelataran kantor, Faris segera masuk ke dalam mobil, dengan memakai supir kini mereka sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Faris terus berdo'a agar istrinya baik-baik saja. Sementara itu, Sinta yang melihat suaminya san
Melihat siapa yang datang, dengan segera Faris mandor tubuh Sinta dengan cukup keras. Hampir saja Sinta terjatuh, perempuan yang tak lain adalah Riyanti berjalan menghampiri putranya itu dengan sorot mata yang tajam."Ma, aku .... "Plak, satu tamparan mendarat di pipi Faris. "Apa ini yang kamu lakukan saat di kantor. Di rumah istri sakit, tapi di sini kamu enak-enakan seperti ini. Kamu itu pemimpin, tidak pantas melakukan hal buruk seperti ini." Riyanti memotong ucapan putranya."Dan kamu, jangan mentang-mentang posisimu itu sebagai sekretaris. Jadi berbuat seenaknya, bahkan dengan tegas kamu membuat celaka menantu saya," ungkap Riyanti, sontak mata Sinta melotot. Sementara Faris diam dengan otak yang terus berpikir, ia tidak percaya jika Sinta pelakunya."Maksud, Mama Sinta yang sudah mencelakai Alda?" tanya Faris."Iya, mama sudah lihat rekaman CCTV-nya, dan kamu sebagai suami. Seharusnya kamu bergerak cepat, bukan sepert
Faris menatap tajam wanita yang berdiri di hadapannya itu. Selama ini Faris tidak tahu jika Sinta adalah seorang model majalah dewasa. Faris hanya tahu jika Sinta bekerja sebagai pegawai kantor."Jadi selama ini kamu bohongi aku, iya?!" tanya Faris dengan suara tinggi.Sinta menggelengkan kepalanya. "Bukan begitu, aku bisa jelasin semuanya.""Apa yang akan kamu jelaskan." Faris menatap tajam Sinta.Sinta menghela napas. "Saat itu aku terpaksa, aku udah dibohongi sama temenku sendiri. Dia bilang mau ngasih kerjaan, tapi nggak tahunya kerja jadi model majalah dewasa.""Kalau kamu tahu mau jadi model majalah dewasa, kenapa diterima, kenapa tidak ditolak?" tanya Faris.Sinta nampak gugup. "Em, saat itu aku ... aku butuh uang, dan benar-benar terpaksa."Faris membuang wajah, rasanya sakit jika dibohongi, apa seperti itu yang Alda rasakan jika tahu dirinya sudah berbohong. Faris mengusap wajahnya dengan kasar, ia pik
Riyanti tersenyum melihat ekpresi wajah Sinta, jangan pernah meremehkan seorang wanita. Diam bukan berarti lemah, karena cara berpikir akan berbeda dengan wanita yang mengandalkan emosinya."Muka tembok mana punya malu," sindirnya. Riyanti menatap tak suka pada Sinta."Sudah, Sayang. Kamu tidak perlu memikirkan wanita tidak tahu diri ini. Lebih baik sekarang kita pergi." Riyanti merangkul pundak menantunya lalu membawanya masuk ke dalam mobil.Sementara itu, Sinta mendengus kesal, usahanya untuk membuat Alda jatuh telah gagal. Namun, Sinta tidak akan tinggal diam, ia akan mencari cara untuk memisahkan Alda dan Faris. Setelah itu Sinta memutuskan untuk pulang."Mungkin saat ini aku gagal, tapi untuk selanjutnya pasti akan berhasil," gumamnya. Saat ini Sinta dalam perjalanan pulang."Mas Faris, kamu akan menjadi milikku seutuhnya," gumamnya lagi.Tidak butuh waktu lama, kini Sinta tiba di rumah, setelah mema