Melihat siapa yang datang, dengan segera Faris mandor tubuh Sinta dengan cukup keras. Hampir saja Sinta terjatuh, perempuan yang tak lain adalah Riyanti berjalan menghampiri putranya itu dengan sorot mata yang tajam.
"Ma, aku .... "
Plak, satu tamparan mendarat di pipi Faris. "Apa ini yang kamu lakukan saat di kantor. Di rumah istri sakit, tapi di sini kamu enak-enakan seperti ini. Kamu itu pemimpin, tidak pantas melakukan hal buruk seperti ini." Riyanti memotong ucapan putranya.
"Dan kamu, jangan mentang-mentang posisimu itu sebagai sekretaris. Jadi berbuat seenaknya, bahkan dengan tegas kamu membuat celaka menantu saya," ungkap Riyanti, sontak mata Sinta melotot. Sementara Faris diam dengan otak yang terus berpikir, ia tidak percaya jika Sinta pelakunya.
"Maksud, Mama Sinta yang sudah mencelakai Alda?" tanya Faris.
"Iya, mama sudah lihat rekaman CCTV-nya, dan kamu sebagai suami. Seharusnya kamu bergerak cepat, bukan seperti ini," ujar Riyanti. Ia cukup heran dengan jalan pikir putranya itu.
Faris menatap tajam wanita yang berdiri tak jauh darinya. "Apa benar kamu yang melakukan semua ini. Kamu yang sudah mencelakai Alda, iya."
Sinta menunduk, ingin rasanya ia membongkar jika dirinya adalah istri dari Faris. Tapi mungkin sekarang belum saatnya, Sinta akan menunggu waktu yang tepat untuk membongkar semuanya.
"Maaf." Hanya itu yang keluar dari mulut Sinta. Faris menghela napas kasar, ia tidak menyangka jika Sinta bisa berbuat sejahat itu.
"Bukti sudah ada sama mama, mau kamu tindak lanjuti, atau kamu pecat dia sekarang juga," ujar Riyanti. Sontak Faris serta Sinta terkejut, terlebih Sinta.
"Ma, kita .... "
"Jangan bod*h kamu Faris! Dia sudah membuat Alda celaka, bukan itu saja. Alda juga keguguran gara-gara dia, apa belum cukup itu semua hah." Riyanti memotong ucapan putranya itu.
"Sekarang kamu pilih, pecat dia atau kamu juga keluar dari perusahaan ini. Biarkan Alda yang akan memegangnya nanti," ujar Riyanti. Dan hal tersebut sukses membuat Faris serta Sinta kembali terkejut.
"Baik, Ma. Aku akan memecat Sinta sekarang juga," putusnya. Faris tidak punya pilihan lain, bukan takut kehilangan perusahaan. Tapi justru lebih takut jika harus jauh dari Alda.
"Berani kamu memecatku gara-gara perempuan itu, akan aku pastikan hidup kamu dan Alda akan sengsara," batin Sinta, ia tidak akan tinggal diam begitu saja.
"Aku sudah berjanji, akan merebut apa yang Alda miliki," batinnya lagi.
"Sinta maaf, mulai sekarang kamu saya pecat. Kamu bisa keluar sekarang juga," ucap Faris dengan berat hati.
"Baik, jika memang itu keputusannya, permisi." Sinta melirik Riyanti, dengan tatapan sinis. Setelah itu Sinta beranjak keluar dari ruangan tersebut.
Suasana hening, Faris masih belum percaya jika Sinta bisa berbuat hal buruk itu. Rasanya sulit untuk dipercaya, tetapi ibunya sudah mempunyai buktinya. Sementara itu, Riyanti sangat kecewa dengan kelakuan putranya itu.
"Mama kecewa, mana janji kamu yang katanya akan membahagiakan Alda. Tapi ini yang kamu lakukan," ungkap Riyanti.
"Ma, aku bisa jelasin ini semua. Aku sama Sinta tidak ada hubungan apa-apa, ini hanya salah paham." Faris terus membela diri.
"Kamu bilang salah paham, ini yang dinamakan salah paham. Dasi terlepas, sama kancing kemeja juga terlepas." Riyanti menunjuk dasi serta kancing kemeja milik putranya yang sudah terlepas.
"Ma aku .... "
"Sudah, sudah, mama tidak ingin mendengar alasan kamu lagi. Masih untung mama yang masuk, dan ingat pesan mama. Kalau kamu sampai ketahuan berhubungan lagi dengan perempuan itu. Mama tidak segan-segan untuk memisahkan kamu dengan Alda, wanita baik seperti Alda tidak pantas mendapat lelaki seperti kamu." Riyanti memotong ucapan putranya itu, lalu beranjak keluar dari ruangan.
Bingung, itu yang Faris rasakan. Di sisi lain, ia masih memiliki rasa untuk Sinta. Tapi hati kecilnya sangat takut kehilangan Alda. Wanita yang menemaninya mulai dari nol.
***
Jam menunjukkan pukul satu siang, sedari tadi ponsel Faris terus berdering. Bukan Alda atau ibunya yang menghubungi, melainkan Sinta, entah apa yang wanita itu inginkan. Setelah pekerjaan di kantor beres, Faris buru-buru ke rumah Sinta. Akan sangat berbahaya jika terus dibiarkan.
"Alda maafkan aku, aku tidak berniat untuk ... arrght aku tidak mau kehilangan kamu, Alda." Faris melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi.
Tidak butuh waktu lama, mobil Faris berhenti di pelataran rumah Sinta. Setelah itu, Faris bergegas keluar lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Setibanya di dalam, terlihat Sinta telah menunggunya.
"Sinta ada apa?" tanya Faris seraya berjalan menghampiri Sinta.
"Aku ingin pengakuan kamu di depan keluargamu kalau aku juga istri kamu," ungkap Sinta, sontak Faris terkejut mendengar permintaan istri mudanya itu.
"Sinta kamu jangan sembarangan deh, kamu tahu kan. Kita hanya menikah siri, jadi kamu harus tahu batasan," sahut Faris. Tidak mungkin ia berkata jujur pada kelurganya jika dirinya menikah tanpa persetujuan mereka. Sama saja Faris cari mati.
"Ok, tapi malam ini kamu tidur di sini. Tidak ada penolakan, kalau kamu menolak. Aku akan datang ke rumah kamu, Mas. Dan aku akan mengatakan jika kita telah menikah," ancamnya. Seketika Faris mati kutu, menolak serta menerima sama-sama bingung.
Faris menjatuhkan bobotnya di sofa, lalu mengusap wajahnya dengan gusar. "Ok, malam ini aku tidur di sini. Sekarang tolong buatkan aku kopi."
Sinta tersenyum. "Baik, Mas."
Faris memijit pelipisnya yang terasa amat pusing, ia bingung harus beralasan apa lagi. Tiba-tiba bel rumah berbunyi, Faris menghela napas lalu bangkit lalu melangkah menuju ruang tamu untuk membukakan pintu.
Setelah pintu terbuka, tidak terdapat siapa-siapa, hanya ada sebuah kotak yang berukuran sedang tergeletak di lantai. Dengan rasa penasaran Faris mengambil kotak tersebut, peria berkemeja navy itu memeriksa kotak itu.
"Tidak ada nama pengirimnya, tapi di sini ditujukan untuk aku." Faris semakin merasa penasaran.
"Kira-kira isinya apa ya," gumamnya. Faris melangkah masuk ke dalam sembari membawa kotak tersebut.
Setibanya di dalam, Faris membuka kotak itu, jujur jantung Faris berdetak kencang, terlebih saat kotak sudah terbuka. Faris menyipitkan mata saat melihat ada banyak foto serta satu majalah dewasa. Karena penasaran, ia mengambil foto serta majalah tersebut.
"Apa?! Sinta, Sinta!" Faris berteriak memanggil nama istrinya itu.
"Ada apa, Mas." Sinta berjalan menghampiri suaminya yang berada di ruang tamu.
"Ini apa maksudnya." Faris melempar foto serta majalah tepat di hadapan Sinta. Seketika Sinta menyipitkan matanya, lalu mengambil foto serta majalah yang Faris lempar. Detik itu juga mata Sinta melotot setelah melihatnya.
Alda mengerjapkan matanya, perlahan ia membuka kelopak matanya. Cahaya yang masuk ke dalam retina, membuatnya silau. Setelah nyawanya terkumpul, Alda mengedarkan pandangannya. Ruangan yang cukup asing baginya."Aku di mana," gumaman. Alda memegangi kepalanya yang terasa pusing. Perlahan wanita berjilbab itu bangun dan duduk."Kamu sudah bangun." Pintu terbuka, seorang pria dengan balutan kemeja berwarna biru masuk ke dalam. Suara yang tidak asing membuat Alda menoleh."Papa." Alda nama terkejut saat melihat ayahnya datang. Mungkinkah apa yang Alda alami adalah rencana ayahnya sendiri."Kamu minum dulu," ujar Mario seraya menyodorkan segelas air putih. Dengan ragu Alda menerimanya."Terima kasih," ucap Alda. Setelah itu, ia meneguk air putih tersebut."Pa, kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Alda.Mario terdiam sejenak. "Papa yang menyuruh orang untuk membawamu ke sini.""Untuk apa, Pa?
"Sayang siapa yang da .... " Faris menghentikan ucapannya saat melihat siapa yang datang. Setelah itu ia berjalan menghampiri sang istri dan berdiri di sebelahnya."Silahkan masuk, Pa." Alda menyuruh Mario, ayahnya untuk masuk ke dalam."Terima kasih," ucap Mario seraya mengikuti langkah putrinya."Silahkan duduk, Pa. Aku buatkan minum dulu," ucap Alda, setelah itu ia melangkah menuju dapur untuk membuatkan minuman.Mario menjatuhkan bobotnya di sofa, begitu juga dengan Faris. Suasana mendadak hening, keduanya diam, dengan pikiran masing-masing. Mario mengedarkan pandangannya, melihat setiap sudut ruangan. Rapi dan juga bersih."Silahkan, Pa, Mas." Alda meletakkan dua cangkir kopi di atas meja. Faris hanya mengangguk."Terima kasih," ucap Mario."Alda, ada yang ingin papa bicarakan," ujar Mario."Ada apa, Pa?" tanya Alda."Papa ingin menanyakan rumah serta butik milik mamam
Alda masih menatap pria yang tengah berjalan menghampirinya, bukankah tadi ia mengirim pesan untuk Rian. Tapi kenapa bukan Rian yang datang, melainkan Faris, dari mana pria itu tahu. Alda memundurkan langkahnya saat Faris mendekat."Alda kamu nggak apa-apa kan?" tanya Faris. Sementara Alda hanya menggeleng."Tega kamu, Mas. Untuk apa kamu masih peduli sama perempuan yang jelas-jelas sudah menggugat cerai kamu!" teriak Sinta. Ia tidak terima dengan apa yang Faris lakukan."Kamu pantas mendapatkan ini," ucap Faris. Beruntung ia datang tepat waktu jika tidak pasti Sinta berhasil melancarkan aksinya."Lihat saja, aku tidak akan pernah membiarkan kalian bahagia. Dan kamu Alda, aku akan merebut semua yang kamu miliki," janjinya. Sinta menatap Alda dengan tatapan yang tajam.Setelah itu, Sinta memilih pergi, tentunya bersama orang suruhannya. Hari ini benar-benar sial, niat hati ingin mencelakai Alda, tapi justru dirinya yang
Melihat mobil semakin menjauh, gegas Faris masuk ke dalam mobil miliknya lalu mengejar mobil milik Rian. Faris terus melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi agar bisa mengejar istrinya itu. Faris tidak ingin kehilangan Alda lagi."Aku tidak boleh kehilangan jejak mereka, Alda tolong beri aku kesempatan," gumamnya. Faris terus melajukan mobilnya, yang ada di benaknya hanya ada nama Alda dan bisa mengejarnya."Alda aku sangat mencintai kamu, tolong kembali padaku," gumamnya. Sangat sulit jika harus kehilangan wanita seperti Alda.Faris terus melajukan mobilnya, tak peduli dengan jalanan yang cukup ramai. Harapan Faris hanya bisa mengejar istrinya, sementara itu, Rian tak kalah cepat dalam melajukan mobilnya. Ia tidak ingin kalau nanti Faris tahu di mana Alda berada."Rian, kok belok sih?" tanya Alda."Kalau lurus nanti, Mas Faris tahu kamu tinggal di mana," jawab Rian. Sementara Alda hanya mengangguk.
Riyanti menatap putranya yang terlihat seperti orang tidak waras. Berkali-kali Faris mengusap wajahnya dengan kasar, bahkan pria itu juga menjambak rambutnya. Penyesalan Faris sudah tidak ada gunanya lagi, semua sudah terlambat."Sekarang kamu lihat bukti itu, bukti jika Sinta itu bukan wanita baik-baik. Semuanya sudah Alda kumpulkan, tinggal kamu lihat dan perhatikan siapa Sinta yang sebenarnya." Riyanti menyerahkan flashdisk serta beberapa lembar foto pada putranya.Faris menerima flashdisk serta foto tersebut, setelah itu ia memutuskan untuk ke kamar. Setibanya di kamar Faris mengambil leptop lalu memasang flashdisk tersebut. Mata Faris sangat jeli melihat setiap video yang sedang berputar."Sinta, kamu benar-benar menjijikkan." Faris mengepalkan tangannya, menyesal karena pernah memberinya kesempatan.Faris mengusap wajahnya dengan kasar. "Alda tolong maafkan aku, tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semua ini.""Aarrgghht."
Dada Faris bergemuruh hebat, ini untuk yang kesekian kalinya ia menemukan sisi lain dari Sinta. Faris pikir Sinta wanita baik, tapi ternyata salah, ternyata yang selama ini ia jaga dan harapkan tak lebih dari seorang wanita panggilan.Ceklek, pintu kamar mandi terbuka, menampakkan Sinta yang baru saja selesai mandi. Sinta hanya mengenakan handuk, jika dulu Faris akan langsung tergoda. Namun sekarang tidak, bahkan ia membayangkan tubuh Sinta yang ...."Sinta ini punya siapa?" tanya Faris seraya menunjukkan bungkusan yang ia pegang. Sontak Sinta terkejut, bingung itu yang ia rasakan."Oh itu, itu punya ... em, anu, itu .... ""Siapa yang memakainya." Faris memotong ucapan Sinta."Itu bukan punya aku, itu punya .... ""Bukan punya kamu, tapi ada di sini. Dan di sini." Faris kembali memotong ucapan Sinta, tak lupa ia menunjuk tempat sampah yang berada di samping meja."Mas bener, itu bukan punya aku. Em semal