Aku menjawab hajatannya besok hari ini biasanya orang kampung akan bergotong royong memasak bersama. Atau ada juga yang mengembalikan apa yang pernah di berikan hajatan dulu."Besok nek. Saya mau tengok-tengok dulu," jawabku."Tengok-tengok itu maksudnya membantu di dapur ya?" tanya nenekku.Aku mengangguk pelan itu juga sebentar saja kok. Karena aku tak akan meninggalkan nungki sendirian itu akan membuatnya canggung bukan."Jangan capek-capek Dara semoga kamu cepat hamil ya. Mumpung nenek masih hidup nenek pengen nimang cucu buyut dari Nungki," ucap nenek."Akan kami usahakan segera memiliki momongan," balasku.Nenek merasa lega, kami lihat wajahnya bahagia sekali. Aku juga semakin lega karena bisa melihat wajah ceria itu.Aku segera berangkat ke rumah ibu setelah melihat wajah bahagia dari nenek. Sampai di sana sudah heboh sekali di rumah bu Endang. Tapi aku tidak melihat ada tukang masak satupun di sana bukankah biasanya kalau ada hajaran para tetangga selalu membantu masak dan ber
Aki kembali ke rumah ibu bersama Nungki. Aku juga melihat ibu sedang berada di jendela entah apa yang sedang ia lakukan ternyata sedang sibuk mengirim pesan entah dengan siapa."Bu sedang apa sih. Ibu punya pacar?" tanyaku."Heh sembarangan aja sih kamu itu," jawab ibuku.Ibu menceritakan tentang apa yang ia katakan karena di rumah bu Endang saat ini sedang sibuk mempersiapkan nikahan Ratna besok. Tapi ibu-ibu ndak ada yang ke sana."Terua kalau nggak ada yang kesana itu kenapa malah gosip lewat pesan singkat?" tanyaku."Karena seru banget Dara," jawab ibu sambil tertawa.Ibu menjelaskan kalau dari sebulan yang lalu bu Endang sudah memesan tukang masak dari kampung sebelah dan ingin memasak di rumahnya sana baru deh nanti masakannya di bawa ke sini saat hari H."Lalu hubungannya apa dengan gosip di hape?" tanyaku lagi."Heh kamu ini Dara. Ya tentu saja karena ada omongan. Makananya takut habis dibawain pulang sama yang bantuin masak di acara pesta," jawab ibuku.Aku masih belum menger
Ibu menggelengkan kepalanya yang menandakan bu Endang tidak jadi mengadakan hajatan di gedung. "Halah ngomong doang sebakul tapi tak sesuai dengan kenyataan," jawab ibuku."Maksudnya apa sih bu?" tanyaku lagi karena aku sudah paham satu hal yang tidak mungkin jadi hajatan di gedung tapi yang dimaksud ibu ngomong sebakul ini yang mana.Ibu menjawab kalau sebenarnya Ratna ini tidak punya tabungan sama sekali. Karena gaya hidupnya hedon banget seperti orang kaya. Banyak pakai barang branded dan juga makan di kafe mahal tapi ternyata pakai kartu kredit. Gajinya habis buat bayar cicilan melulu."Ya ngomong sebakul maunya selangit tapi duitnya nggak ada," jawab ibuku."Sudah biarkan saja bu. Yang penting kita nggak sama seperti mereka," balasku.Nungki mendengar percakapan kami. Sepertinya suamiku sedang memikirkan hal yang kotor di otaknya. Yah dari dulu suamiku itu suka membuat panas hati bu Endang."Pakai perhiasan ini Dara," ucap Nungki sambil membuka kotak set perhiasan entah kapan ia
Nungki mengangguk ia mengatakan kalau akan memnerikan emas batangan itu pada bu Endang sebagai kado istimewa dari kami berdua."Tentu saja karena dia selalu menggosipkan istriku maka aku akan membalas perbiatannya dengan membawakan hadiah spesial seperti ini," jawab Nungki."Ta-tapi bu Endang tak seperti yang kamu pikirkan. Pasti juga akan dicibir olehnya," ucapku.Bapakku kenapa jadi mendukung Nungki melakukan itu. Menurut bapakku bu Endang akan panas apalagi saat memberi ada banyak orang yang melihat. Bu Endang akan panas sendiri karena banyak orang yang memuji kami."Kamu jangan tak enakan jadi orang Dara. Biarkan saja bu Endang makin kelojotan melihat kado yang kamu berikan," ucap bapakku."Tuh kan bapak saja sudah mengijinkan yuk ah kita kesana sekarang," ajak Nungki.Aku terpaksa menuruti suamiku. Jantungku rasanya berdetak kencang saat melangkahkan kaki menuju rumah bu Endang. Ibu-ibu yang tadinya enggan menegok rumah bu Endang tiba-tiba berkumpul bersama ada di sana. Aku semak
Nungki terlihat kesal wajahnya mendengar bu Endang menghinaku orang kaya baru dan tukang pamer karena memiliki suami kaya dan baru bisa memakai perhiasan. "Bagus dong bu Endang istri saya memakai perhiasan sekarang. Soalnya saya sebagai suami betulan merawat istri saya dengan baik," balas Nungki suamiku."Halah siapa yang tahu kalau perhiasan yang dipakai Dara adalah perhiasan imitasi!" seru bu Endang.Nungki menertawakan bu Endang yang sudah terlihat panas. Suamiku itu mengatakan kalau surat pembelian emasnya dia bawa dan bisa di tunjukkan kalau apa yang diberikan pasaku tidak pernah imitasi."Ini suratnya dari perhiasan yang dipakai istriku. Ya suka-suka saya mau beliin istri saya perhiasan yang seperti apa! Saya lelaki kaya betulan punya uang mau apa saja istri saya pasti akan saya berikan!" tegas Nungki."Maksudnya apa kamu menunjukkan surat segala. Kamu mau pamer kalau bisa beli emas buat istrimu. Apa kamu sengaja menghina saya di depan umum," ujar bu Endang menggebu-gebu.Nungk
Nungki meminta pak Nurdin membuka kadonya di hadapan banyak orang. Karena bu Endang sudah membuat lelucon yang tidak enak didengar di telinga."Buka saja pak. Biar semua orang tahu dengan apa yang kami bawa," ucap Nungki."Loh ya ndak enak toh dek Nungki," balas pak Nurdin."Buka saja pak. Istri bapak meremehkan kami. Masa ia kami memberi orang hanya sekedae kondom saja. Buat apaan tidak berharga sama sekali," ucap Nungki.Pak Nurdin akhirnya membuka paper bag yang kami bawa. Lalu para tetangga yang sudah ada di situ melihatnya. "Waduh ini toh emas batangan. Kok kecil ya kaya silet. Mahal dong kalau begini ya. Pak Nurdin beruntung sekali!" seru bu Sri."Coba lihat dong pak. Oh ini emas batangan," ucap bu Arum.Semua orang mengatakan kalau Nungki orang yang royal. Bu Endang semakin kesal karena merasa tersaingi lagi. "Emang kalian ke sini niat mau pamer doang kan. Ngasih emas batangan yang warga sini tidak pernah melihatnya lalu biar di sanjung dan dipuja," ucap bu Endang."Bu Endang
Bu Endang menimpali karena para ibu-ibu di sini selalu memuja dan memuji keluarga kami. Padahal yang berprestasi itu adalah Ratna. yang pantas di sanjung itu adalah Ratna."Kamu bisa saja ngelesnya ya bu Arum. Kamu dan para komplotanmu itu selalu memuji Dara dan suaminya. Baru bisa beli emas batangan begitu saja pada heboh nggak ketulungan. Emang berapa sih harganya. Kalau palsu bagaimana. Kaya saya nggak mampu beli aja!" seru bu Endang."Ya belilah kalau mampu. Kalau asli ada hologramnya bu. Ada barcode scannya bisa di cek saja. Masa kalah sama tukang sayuran kaya saya punya investasi emas batangan sampai lima puluh gram loh," ucap bu Sri. Bu Endang memusuhi bu Sri jadinya. Bilang katanya tukang bual tukang bohong. Tukang tipu suka adu domba buat apa sih pamer-pamer. "Sudahlah bu Endang, bu Sri jangan adu debat terus. Saya dan suami saya niat baik datang ke sini bukan untuk ribut seperti ini," ucapku."Halah Dara kamu mah sama saja. Pengen banget di akui sebagai istri orang kaya. N
Bu Endang sedikit berubah raut wajahnya karena mendengar pertanyaan Nungki. Ia mengatakan kalau tidak jadi di gedung. "Saya tidak jadi di gedung mengingat rundingan kerabat di rumah saja. Biar semuanya bisa menikmati masakan di hajatan saja. Biar ngirit juga soalnya setelah menikah nanti banyak keperluan yang akan di tanggung pengantin," ucap bu Endang."Bilang saja nggak ada duitnya," sahut bu Sti.Bu Endang terlihat adu mulut sama bu Sri perihal nggak jadi nikahan di gedung. Mau nikahan di gedung atau tidak yang penting sah tidak ngutang. Tidak ngerepotin tetangga juga. Itu adalah pembelaan dari bu Endang."Mulut kamu kok beracun sih. Emangnya yang punya uang cuma kamu doang hah?" tanya Bu endang kesal."Loh kalau ada duitnya mah sudah nikah di gedung terus pakai tukang riasnya yang mahal. Ngapain juga loh ngomong bebelit begitu. Banyak omong tapi kenyataan kosong," balas bu SrI.Suasana tidak seperti yang ku bayangkan mendingan sekarang aku melerai mereka kemudian pulang. Tinggal