_"Apa pun perkataan orang lain, tidak perlu kita hiraukan. Jika itu hanya melukai diri kita. Dengarkan saja yang perlu didengar, anggap angin lalu yang tidak perlu untuk didengar."_
~~~Suara riuh terdengar begitu gaduh di kelas IPA 2. Senja yang berjalan dengan penampilan yang sangat berantakan, melewati beberapa temannya yang menatapnya dengan sinis.
Cangkang telur serta putih telur bercampur dengan kuningnya, bertengger manis di rambut sebahu gadis itu. Aroma menyengat menusuk indra penciuman semua orang yang ada di dalam ruang kelas.
Galuh hanya mengekor dari belakang, sedangkan Gafi hanya diam duduk di kursinya. Laki-laki bermata almond itu tidak lepas memandang Senja yang terlihat tidak baik-baik saja.
"Bau banget badan lu, Nja. Bikin kelas bau busuk! Bersihin dul
_"Apa yang kita pikirkan benar, belum tentu benar. Bahkan, bisa saja yang kita anggap tindakan yang benar ternyata malah sebaliknya. Sebuah kesalahan."_~~~Hujan sore di ibukota Jakarta terlihat begitu deras. Awan yang tadinya cerah, kini terlihat begitu gelap. Seharusnya semua siswa-siswi SMA GARUDA sudah pulang sejak sejam yang lalu. Namun, mereka harus menetap di ruang kelas menunggu hujan mereda."Ta, gua perlu ngomong sama lu."Ucapan itu membuyarkan lamunan Asta. Suara berat dan khas itu, menyadarkan Asta bahwa bukan lagi Senja yang duduk di sebelahnya, melainkan Galuh."Hem..."Galuh langsung duduk di sebelah gadis itu, tadi ia meminta Senja untuk berpindah tempat duduk sebentar selagi gadis itu menunggu dijemp
_"Hidup itu tidak selalu berjalan dengan mulus. Pasti, selalu ada masalah dalam hidup. Masalah ringan, sedang, hingga masalah yang begitu rumit. Tapi, semua itu punya jalan keluarnya."_~~~"Ikut gua!"Suara berat, membuat gadis berambut pirang itu menatap ketiga orang dihadapannya dengan tatapan aneh."Mau apa sih lu?! Punya urusan sama gua?""Udah lah, lu engga usah banyak bacot!" Bentak laki-laki berkulit sawo matang itu."Ngapain sih?! Gua ga mau!" Berontak gadis itu.Namun, laki-laki bertubuh tinggi itu menyuruh kedua temannya membawa paksa Viola."Bagas!!! Lu mau ngapain gua?"Laki-laki yang dipanggil Bagas itu hanya mengedikan pundaknya, dan berjalan mengikuti kedua temannya itu.Viola, gadis itu mencoba melepas cengkraman kuat dari kedua kakak kelasnya. Namun
_"Perlakuan sederhana terkadang membuat bahagia."_~~~Cuaca begitu mendukung untuk beraktivitas di hari libur. Termasuk gadis berambut cepol dengan setelan traningnya. Senja baru saja selesai melakukan yoga. Helaan nafasnya terdengar, peluh yang membanjiri wajahnya begitu terlihat. Gadis itu menengguk botol minum berisi air mineral hingga 'tak tersisa.Bunyi ponsel terdengar nyaring. Senja melirik sebentar ke arah benda pipih yang tergeletak manis di atas meja belajarnya. Selesai menyimpan botol minum, dan mengelap keringatnya ia langsung meraih benda itu. Senyum yang menampilkan lesungnya, kini muncul begitu dalam.Gadis itu langsung menarik handuk, yang tergantung rapih di dekat pintu. Setelah melihat pesan yang entah dari siapa, gadis itu langsung bergegas mandi. Mungkin orang spesial yang akan datang.Sudah hampir setengah jam, akhirnya Senja se
_"Disekitar kita, tidak hanya sekedar manusia baik. Tapi ada juga manusia iri yang selalu senang mencari masalah."_ ~~~ Sekolah SMA Garuda, dikenal sebagai salah satu sekolah elit di Jakarta. Tidak jarang siswa-siswi di sini saling memperlihatkan kekayaannya. Seperti pagi hari ini, banyak siswa-siswi yang membawa mobil pribadinya, karna hujan deras sejak semalam. Salah satunya gadis berambut hitam panjang yang tergerai dengan indah itu, juga di antar oleh supirnya. Senja Putri Aira, termasuk siswi berprestasi. Gadis itu selalu terlihat kuat, karena masa lalu yang tidak menyenangkan. Koridor pagi itu terlihat sepi. Hanya segelintir siswa-siswi yang berlalu lalang. Ada yang bajunya setengah basah, ada jug
_"Kehadirannya, entah menambah masalah baru atau merubah suatu hal."_ ~~~ Semua tatap mata memandang laki-laki yang berdiri di sebelah wali kelas MIPA 2. "Silakan Gafi," ujarnya. Senja tidak mengubris kedatangan siswa baru itu, sedangkan Asta gadis itu sudah berbinar-binar. "Liat deh, Nja. Tuh cowok ganteng banget.. pengen deh gua duduk sama dia," celoteh Asta. Senja hanya melirik sekilas laki-laki itu, memastikan ucapan Asta yang lebay atau memang kenyataan. Tatapan mereka saling bertemu, Senja langsung memutus kontak mata keduanya. "Salam kenal semuanya. Saya Daniyal Haidar Gafi. Kalian bisa panggil saya Gafi."&nbs
_"Padahal mereka hanya mendengar dari katanya, dan bukan nyatanya. Tapi, mereka seakan memahami bahwa hal itu benar adanya."_ ~~~ Setelah berdebat panjang dengan laki-laki bernama Daniyal Haidar Gafi. Membuat Senja naik darah. Meskipun, laki-laki itu sudah mengakui kesalahannya. Tetap saja kelakuan Gafi jika, diingat terlalu sesuka hati. "Ke kantin, yuk?" Ajak Asta yang sudah merapihkan bajunya. Senja menganggukkan kepalanya. Kelas 10 MIPA 2 sudah terlihat sepi. Keduanya berjalan meninggalkan kelas. Di sepanjang koridor, tatapan mata semua siswa-siswi tertuju padanya. "Itu kan si Senja, yang jadi PHO kan?Katanya juga dari keluarga broken home, baru tau gua. Ternyata keluarganya udah ga u
_"Saat kita sudah terlihat buruk dimata orang lain. Di saat itu pula, kita harus siap mendengar ucapan yang menyakitkan dan tatapan yang tidak menyenangkan."_ ~~~ Senja berjalan terus menuju kamar mandi, untuk membasuh wajahnya yang terasa memanas. "Senja!!!" Teriakan itu membuat Senja menghentikan langkahnya. Menatap Asta yang berkeringat. Sepertinya gadis itu dari tadi mencarinya. "Lu kemana aja? Malah narik Gafi. Terus gua ditinggal. Untung tadi ketemu Gafi. Jadi, gua tanya sama tuh cowok," cerocos Asta tanpa henti. Senja tidak menyahuti ocehan Asta. Gadis itu memilih memasuki toilet yang tanpa sadar diikuti oleh Asta, masih dengan ocehannya. Toilet bercat abu itu terlihat elegan. Terdapat tiga bilik yang terbuat dari k
_"Sikapnya terkadang menyebalkan. Tapi, dia mau membela orang yang terbully."_ ~~~ Senja sudah berjalan keluar koridor. Gadis itu sudah melepas kuncirannya. Menaruh kunciran di lengannya. Banyak mata yang menatap gadis itu sinis. Tapi, Senja sebisa mungkin tidak emosi. Gadis berambut bergelombang sebahu itu berjalan sendirian. Karena, sahabatnya sudah keluar terlebih dahulu. Rangkulan di pundak Senja membuatnya terkejut dan menatap laki-laki tinggi itu, yang tersenyum ke arahnya. "Kenapa?" Tanyanya. Gadis itu tersenyum tipis. Menampilkan lesung pipinya meski hanya sedikit. "Gapapa. Mau kemana?" Tanya balik Senja. Kin