Malam begitu melelahkan bagi Aisyah, dia tidak bisa tidur. Ketakutan dan kecemasan selalu muncul di benaknya.
Setelah Aisyah tertidur pulas, tiba-tiba adik angkat Aditya–Delon masuk di kamarnya. Dia ingin berbuat buruk kepada Aisyah. Aisyah lari ke arah pintu lalu keluar dari kamar tersebut. Tanpa menoleh ke belakang, berlari menuruni anak tangga. Ketika ingin membuka pintu rumah, seketika pintu terbuka sendiri. Tidak sengaja tubuhnya menabrak seseorang yang baru saja masuk. Dia mendongak ke arah wajahnya, ternyata dia–Aditya. Tubuh dan tangan Aisyah gemetar ketakutan. Ingin meminta tolong kepadanya, seakan mulut terkunci rapat disebabkan tatapan sang suami menakutkan. "Mau kemana kamu?" Pertanyaannya tidak bisa dia jawab, lalu Aditya menarik tangan istrinya dengan keras. Aisyah ingin berkata, 'Jangan keras-keras, tanganku sakit!' itu hanya ilusi belaka. Setelah menaiki tangga, terlihat Delon ingin masuk ke kamarnya sendiri dengan senyum licik. Aditya tanpa sekata pun mendorong tubuh istrinya masuk kamar. Aisyah ingin beranjak dari ranjang, tiba-tiba sang suami menindih di atas tubuhnya sambil mencekam mulut sang istri. "Apa yang dilakukan Delon, saat masuk ke kamarku?" tanya Aditya penuh dengan amarah. Matanya seketika memerah karena menahan emosi. "Apakah kamu menggodanya? Untuk masuk ke kamar ini. Hah! Lalu kamu pura-pura lari minta pertolonganku," kata Aditya dengan mata merah karena marah. Setelah masalah bertubi-tubi, sifat pemarahnya tidak terkendali. Hanya air mata yang bisa di keluarkan Aisyah. "Nangis, nangis terus yang kamu perankan. Oh, kamu pura-pura menjadi wanita polos, lemah, seakan seperti teraniaya. Agar aku bisa mengasihanimu." Mendengar perkataan kasarnya, tangisan Aisyah menjadi-jadi. Dia tidak bisa menjawab perkataannya yang membuat napas semakin sesak. "Kamu pura-pura polos! Hah ...!" bentak Aditya, dia tidak punya perasaan sama sekali. Aisyah selalu dituduh pura-pura tersakiti, padahal apa yang dia rasakan memang benar-benar sangat sakit. "Dasar wanita nakal!" cibir Aditya sambil mendorong tubuh sang istri. Beberapa pertanyaan dan cacian belum sempat Aisyah jawab. Dia tidak habis pikir apa di inginkan oleh sang suami. Terlihat Aditya langsung melepas kancing baju di depan istrinya. 'Apa yang harus aku katakan?' kata Asyah dalam bingung dengan tuduhan suaminya. Rasa takutnya semakin besar, dadanya terasa sesak. Keinginan untuk memberontak perlakuannya, tetapi terasa berat. Seketika air matanya mengalir. Terlihat Aditya berjalan menuju lemari pakaian. Hati sang istri sedikit lega, pria itu tidak berbuat apa-apa lagi kepadanya. Tangan Aisyah menarik selimut untuk menutupi bagian tubuh yang sedikit terbuka. "Lain kali jangan boleh Delon masuk ke kamar ini!" kata Aditya sembari membalikkan tubuh kekarnya. Aisyah hanya menganggukkan kepala, entah mengapa mulutnya tidak berani untuk bicara. Seketika wajah sang suami jureng, lalu kakinya melangkah ke arah sang istri. "Apa kamu tidak bisa bicara? Hah!" bentak Aditya. "Apa salahku?" tanya Aisyah dengan lirih. "Apa salahmu? Masih berani bertanya? Pertanyaan tadi belum kamu jawab, kenapa Delon masuk ke kamar ini?" Aditya marah tepat di depan istri bagai Harimau mengaung. Aisyah tidak tahu kenapa dia marah? Mulutnya masih terkunci disebabkan ketakutan yang dia rasakan. Memang Aditya banyak pikiran, masalah bertubi-tubi saat ini. Tubuh Aisyah gemetaran seakan habis tersambar petir. Air mata dia tahan agar tidak menetes dari mata yang mulai mendung. Dia mencoba untuk menjawab pertanyaan sang suami dengan gugup, "A–ku tidak tahu pria itu masuk dengan tiba-tiba. A–ku ingat kamu mau pulang dan tidak boleh dikunci, jadi aku tidak mengunci pintunya." "Jadi kamu menyalahkanku?" Aditya sungguh menakutkan saat marah. Dia mendekati istrinya, lalu membungkam mulut istrinya yang sedari tadi menganga ingin membalas perkataannya. Setelah itu, dia melepas sedikit kasar, Aisyah dibuat bingung olehnya. "Bukan seperti itu, a–ku hanya membalas perkataan Anda." Aisyah mulai bisa membuka mulutnya untuk bicara. Di pikiran Aditya muncul video panas kekasihnya dengan pria lain. Seketika dia tidak tahan apa yang ada dipikirannya saat ini. Ditambah melihat sang istri berkata pura-pura polos membuatnya semakin marah. "Masih berani membantah!" Seketika Aditya menarik paksa pakaian bawanya, kemudian dengan kasar langsung memasukkan miliknya. Aisyah mencoba memberontak, seketika pergelangan tangannya di tekan dengan sangat erat. Beberapa kali ingin bangun, tenaga pria itu sangat kuat. Dorongan kerasnya semakin keras, rasanya terasa sangat perih yang dirasakan Aisyah saat ini. Aditya membalikkan tubuh sang istri seperti ikan yang digoreng agar matang bagian punggungnya. Memegang kedua tangan istri dengan satu tangannya yang berada di belakang. Jeritan suara istri semakin keras, sehingga dia membalikkan tubuhnya lagi. 'Si@l, wanita ini berisik sekali,' umpat Aditya dalam hati di tengah permainannya. Aditya berhenti sejenak, entah apa yang diinginkan olehnya? Aisyah sangat lelah atas perlakuannya. Tiba-tiba mulut istri disumpal kain agar tidak bersuara. Sungguh tidak di sangka mempunyai suami sekejam itu. Tetesan air mata membasahi seluruh pipi, hanya jeritan dalam hati yang bisa Aisyah rasakan. Suaminya tidak henti-hentinya bermain dengan keras. Setelah dia puas berkali-kali, dia langsung lemas. Keadaan Aisyah sangat buruk, dilihat banyak noda merah. Saat menoleh ke arah Aditya, dia sudah terlelap tidur pulas. Aisyah beranjak turun dari tempat tidur, kemudian duduk bersandarkan di dinding. Dia menutup mulutnya dengan tangan agar isak tangis tidak membangunkan suaminya. Malam ini hujan turun dengan deras, membasahi bumi dengan gemuruh yang menakutkan. Dentingan air hujan yang menghantam atap seolah-olah menggambarkan hati Aisyah yang berdebar kencang dan penuh kecemasan. Aisyah duduk di sudut ruangan dinding, memeluk diri sendiri untuk mencari kehangatan. Rasa takut dan cemas menghantuinya. Setiap kilat yang menyambar dan guntur yang menggelegar membuat tubuhnya semakin gemetar. Aisyah berharap hujan akan segera reda, membawa serta semua kesedihan dan ketakutan pergi. Tetesan air mata membasahi lengan yang dia buat sandaran kepala. Tidak terasa dia pejamkan mata. "Bangun! Jangan kira aku bisa tertarik dengan pura-pura polos terhadapku. Hah ...!" Dengan kasar kakinya menendang tubuh Aisyah yang lemas, sehingga dupakan kaki Aditya membuat tubuh sang istri tersungkur jatuh. "Darah apa ini?" Aditya terlihat sedikit panik, akhirnya membopong tubuh istrinya yang masih lemas.Aditya tertawa kecil, menariknya lebih dekat. “Dulu kita melewati banyak cobaan, sekarang saatnya menikmati kebahagiaan kita.”Aisyah tersenyum malu, lalu menyandarkan kepalanya di dada suaminya.Aditya mulai mencium bibir istrinya, lalu berkata, "Sayang, bibir kamu manis sekali."Mereka berdua menikmati momen kebersamaan dalam kehangatan cinta yang selama ini mereka perjuangkan.Malam itu, tanpa gangguan, hanya ada mereka berdua—menghargai setiap detik yang mereka miliki sebagai pasangan suami istri yang saling mencintai.Hari-hari Aditya dan Aisyah kini dipenuhi dengan kebahagiaan sederhana. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga dengan penuh cinta dan saling mendukung.Setiap pagi, Aisyah menyiapkan sarapan sementara Aditya membantu merapikan rumah. “Abi, tolong ambilkan roti di lemari,” pinta Aisyah sambil menggoreng telur.Aditya dengan santai mengambil roti, lalu tiba-tiba memeluk Aisyah dari belakang. “Umi lebih enak daripada sarapan ini,” godanya.Aisyah hanya menggeleng samb
Tujuh tahun berlalu, Aditya dan Aisyah akhirnya berhasil membeli rumah sendiri—rumah sederhana namun penuh kebahagiaan. Mereka merasa bangga karena semuanya diperoleh dari hasil kerja keras sendiri, bukan dari warisan atau bantuan keluarga.Meskipun rumah mereka tidak semewah rumah keluarga Pak Daniel atau Glazer, bagi Aditya dan Aisyah, rumah ini adalah istana kecil mereka. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain memiliki tempat tinggal yang benar-benar hasil jerih payah sendiri.“Abi, kita sudah punya rumah sendiri, ya?” tanya Andre, yang kini sudah berusia 7 tahun, dengan mata berbinar.Aditya mengangguk, mengacak rambut putranya. “Iya, Nak. Rumah ini milik kita. Tidak besar, tapi penuh kebahagiaan.”Aisyah tersenyum melihat suami dan anaknya. “Yang penting rumah ini selalu hangat dengan cinta dan kebersamaan,” katanya lembut.Hidup sederhana, mereka tidak pernah kekurangan kebahagiaan. Setiap hari dipenuhi tawa Andre yang ceria, kerja keras Aditya yang pantang menyerah, dan kasi
Tiba-tiba…BRAK!Pintu kontrakan mereka dihantam keras dari luar. Aditya sigap meraih sebatang kayu di sudut ruangan, bersiap menghadapi siapa pun yang mencoba masuk. Aisyah mundur perlahan, melindungi bayinya yang mulai rewel."Siapa di luar?! Mau apa?!" bentak Aditya.Tidak ada jawaban, hanya suara napas berat yang terdengar di balik pintu. Kemudian, suara itu berbisik lirih, cukup untuk membuat bulu kuduk siapa pun berdiri."Aisyah… Kau harus mati!"Aisyah menahan napas, matanya membelalak. Suara itu… terdengar familiar, tetapi penuh kebencian.Aditya tidak menunggu lebih lama. Dengan cepat, dia membuka pintu dan mengayunkan kayunya… tetapi sosok di luar lebih cepat.Sebuah pisau berkilat meluncur ke arah Aditya!Dalam sepersekian detik, Aditya berhasil menangkis serangan itu, tetapi tangan kirinya tergores cukup dalam. Dia meringis, darah mulai mengalir.Aisyah berteriak panik, "Abi!"Di bawah cahaya lampu jalanan yang redup, akhirnya wajah pelaku terlihat jelas.Ternyata… Elsa! D
"Hmm, tidakkah cemburu istriku yang cantik ini." "Untuk apa aku cemburu," kata Aisyah sembari ingin beranjak dari duduknya.Dalam perjalanan pulang, Aditya melirik Aisyah yang bersandar di kursi mobil dengan mata setengah terpejam. Wajahnya masih pucat setelah kecelakaan tadi.Untuk mencairkan suasana, Aditya tiba-tiba berkata dengan nada menggoda, "Kayaknya Tante Rita sayang banget sama Andre, loh. Malah tadi dia bilang, ‘Duh, Om Aditya makin keren aja nih, gimana kalau sering-sering titip Andre di sini?’”Aisyah langsung membuka matanya dan menatap suaminya tajam. "Oh, jadi Tante Rita suka sama suami orang, ya?"Aditya menahan tawa. "Siapa tahu, kan? Aku sih nggak keberatan kalau tiap hari disediain teh manis sama senyuman maut."Aisyah menyilangkan tangan di dada, matanya menyipit. "Berani banget ya, kamu? Mau aku titipin Andre selamanya di sana sekalian?"Aditya tergelak, lalu dengan cepat menggenggam tangan Aisyah. "Hei, aku cuma bercanda, Sayang. Aku nggak tertarik sama siapa p
Pagi itu, Aisyah berjalan sendirian menuju rumah Paman Dirgantara. Hatinya sudah mantap. Dia harus mendengar kebenaran langsung dari mulut pamannya.Setibanya di sana, Paman Dirga tampak gugup melihat kedatangannya. "Aisyah... kenapa kamu datang pagi-pagi begini?"Aisyah menatapnya tajam. "Aku ingin kebenaran, Paman. Aku tahu Paman menyembunyikan sesuatu tentang kematian Ayah dan Ibu."Paman Dirga menarik napas panjang, lalu menatap ke arah jendela seolah memastikan tidak ada orang lain yang mendengar. "Baiklah... aku akan mengaku."Aisyah menahan napas saat pamannya mulai berbicara."Kecelakaan itu bukan kecelakaan biasa. Yang merencanakannya adalah Elsa dan Fransisco. Mereka bekerja sama dengan Kakek Glazer, tapi saat itu mereka hanya berpura-pura setia. Sebenarnya, mereka menyimpan dendam pada keluarga ayahmu."Aisyah tertegun. "Tapi... kenapa?""Elsa membenci keluarga Daniel karena dia dulu hanya dianggap sebagai wanita simpanan, bukan istri yang sah. Dia ingin menghancurkan kelua
Setelah pertemuan sebelumnya yang penuh emosi, Paman Dirgantara merasa perlu untuk berbicara lebih lanjut dengan Aisyah. Ia menyadari bahwa masa lalunya yang penuh kesalahan telah menciptakan jarak antara mereka. Dengan hati yang berat, ia memutuskan untuk mengunjungi Aisyah di kontrakannya.Saat tiba, Paman Dirgantara mengetuk pintu dengan ragu. Aisyah membukakan pintu dan terkejut melihat pamannya berdiri di ambang pintu."Paman Dirgantara? Ada apa lagi?" tanya Aisyah.Paman Dirgantara menundukkan kepala, menunjukkan penyesalan yang mendalam."Aisyah, aku datang untuk meminta maaf atas semua kesalahan yang telah kulakukan di masa lalu. Aku tahu aku telah mengecewakan banyak orang, termasuk dirimu," balas Paman.Aisyah terdiam, mencoba mencerna kata-kata pamannya."Aku juga ingin memberitahumu bahwa istriku sedang sakit kanker dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Aku telah mencoba meminta bantuan dari Sera, tetapi dia menolak. Aku tahu ini mungkin tidak pantas, tetapi bisakah ka