Home / Urban / Rahasia di Balik Tirai Malam Pertama / Bab 3 Sakit yang ditahan

Share

Bab 3 Sakit yang ditahan

Author: Asma chusna
last update Last Updated: 2024-07-09 11:26:38

Aditya melempar tubuh istrinya di ranjang. Dia tidak ingin tertipu oleh wanita.

"Kamu jangan pura-pura sakit. Apa yang kamu inginkan dariku?" Emosinya semakin tidak stabil, apalagi jika melihat sang istri. Kemarahannya tidak bisa ditahan lagi.

Wajah Aisyah tampak begitu pucat, dengan rona yang hilang dari pipinya seolah segala energi telah terserap habis. Matanya terlihat lembab, berkaca-kaca, memancarkan lelah dan ketidaknyamanan yang mendalam, tanda bahwa tubuhnya tengah berjuang melawan sakit yang dia rasakan. Napasnya sesekali terdengar berat, menambah kesan betapa tubuhnya sedang lemah dan membutuhkan istirahat. Rasa sakit begitu dahsyatnya masih sangat terasa yang dirasakan Aisyah. Aditya tidak pernah percaya kalau istrinya memang benar-benar sakit.

"Tuan, aku sakit," ucap Aisyah lirih sembari meringkuk.

"Baiklah, jika memang kamu sakit. Pergilah ke rumah sakit!" Aisyah sedikit senang mendengar Aditya menyuruh untuk pergi ke rumah sakit.

"Pergi sendiri sana!" ucap Aditya lagi tanpa melihat istrinya. Rasa kecewa membuat Aisyah pupus harapan.

"Aku tidak punya uang dan aku belum paham di kota ini," balas Asyah lirih.

"Alasan, aku sudah menduga. Kamu memang wanita licik, sudah berapa banyak pria yang kamu tipu?" tanya Aditya dengan ketus.

"Apa maksud Tuan, berapa banyak pria?" tanya Aisyah tidak paham yang dikatakan suaminya.

"Sudahlah, jangan pura-pura. Aku antar kamu ke rumah sakit, tapi jangan harap aku baik padamu. Penipu tidak akan mengaku," kata Aditya masih ada kebaikan dalam dirinya.

Aditya berjalan cepat di depannya tanpa tahu keadaan sang istri. Rasa ngilu dibagian tengah yang dirasakan Aisyah dia mencoba kuat untuk berjalan. Baginya cukup malam pertama saja rasa trauma masih menyelimuti. Dia berjalan mengangkang dengan pelan, menuruni anak tangga sedikit demi sedikit. Terlihat sang suami sudah berada di dalam mobil.

"Jangan lelet, pura-pura sakit segala!" seru Aditya dengan ketus.

Aisyah duduk di sebelahnya, di perjalanan menuju rumah sakit, tanpa ada kata apa-apa. Ya, meskipun dia kejam Aisyah sedikit senang ternyata dia tidak seburuk yang dia pikirkan.

Ketika terbuai memandang ketampanan suami, mata terasa sangat kantuk yang dirasakan Aisyah. Akibat semalam kurang tidur, sehingga kepalanya bersandar di bahu sang suami.

Spontan terperanjat kaget terdengar kalimat kasar terlontar begitu saja dari mulut suami, "Menyingkirlah! Apa kamu tidak tahu aku lelah."

"Maaf." Aisyah langsung menundukkan kepala, sementara Aditya menyetir mobil dengan kecepatan tinggi.

Sesampai di rumah sakit, Aditya tidak turun dari mobil.

"Pergilah sendiri!" suruhnya tanpa melihat ke arah Aisyah yang kesulitan untuk berjalan.

"Tapi aku tidak paham rumah sakit sini," tolak Aisyah dengan lirih.

'He, pintar sekali wanita licik ini. Ingin mencari perhatianku,' gumam Aditya dalam hati.

"Jangan pura-pura polos. Mulut kamu itu buat apa? Tanya bodoh!" Perkataan Aditya sungguh kasar menusuk dalam hati, tidak terasa air mata sang istri menetes membasahi pipinya.

Aisyah belum sempat membalas perkataannya, Aditya berkata lagi, "Nangis mulu, jangan pura-pura lugu. Aku tidak mempan dengan aktingmu."

Aisyah segera mengusap air matanya, lalu berjalan dengan mengangkang pelan menuju bangunan besar tersebut. Ada beberapa orang yang berkata, "Kasian wanita itu berjalan mengangkang sendirian." Dia hanya bisa menahan air mata agar tidak jatuh. Diabaikan mereka lalu bertanya di beberapa petugas rumah sakit.

Beberapa menit kemudian sampai di ruang dokter. Selesai diperiksa, Aisyah dimarahin sebab pergi sendirian, suaminya mana? Suaminya tidak boleh melakukan seperti itu lagi, bagian tengah hingga robek. Bagian tertentu untuk istirahat terlebih dahulu, jelas dokter, beberapa penjelasan yang dokter lontarkan kepadanya. Dia hanya mengangguk saja.

Aisyah keluar dari rumah sakit, sampai di depan, ternyata tidak ada mobil Aditya. Dia menunggu hingga berjam-jam lamanya, terdengar suara adzan Ashar. Dia memutuskan untuk shalat di masjid dekat rumah sakit tersebut.

Setelah selesai shalat, Aisyah pergi tanpa membawa apa-apa. Saat di rumah sakit hanya uang pas yang dikasih Aditya. Dia ingin pulang sendiri tidak tahu alamat rumah yang dia singgahi.

Sampai malam tiba, Aditya belum datang juga. Aisyah meringkuk di pojok serambi masjid. Ada beberapa orang bertanya, dia hanya diam saja. Akhirnya dia tertidur di serambi masjid tersebut.

"Hey, bangun!" suara Aditya menggema di alam mimpi. Aisyah mencoba membuka mata.

"Maaf." Hanya kata itu yang bisa diucapkan Aisyah.

"Mau pulang tidak?!" suara Aditya gemlegar terdengar sangat kasar sambil berlalu meninggalkan istrinya.

Aisyah segera membuntuti di belakang suami yang tampak bergegas menuju pinggir jalan raya. Angin malam terasa dingin, menambah suasana yang semakin tegang. Mereka berdua tanpa berkata apa-apa, hanya mendengar deru kendaraan yang lalu lalang di depan. Sesampainya di pinggir jalan, masuk mobil dan tanpa banyak bicara. Aisyah segera ikut masuk ke dalam. Wajah Aditya tampak kaku seperti biasanya, sang istri hanya bisa duduk diam di sebelah.

Sesampai di rumah, seperti biasanya rumah besar terasa sepi. Banyak anggota keluarga Glazer, tetapi banyak konflik sehingga menimbulkan perpecahan keluarga. Bangunan rumah megah terlihat hambar tanpa keharmonisan seluruh keluarga.

"Pergilah ke dapur aku lapar! Ingat kamu di sini hanyalah pembantu saja," kata Aditya sambil berlalu masuk kamar.

"Baik."

Aisyah menundukkan kepala, lalu beranjak ke dapur dengan pelan. Mata mulai berkaca-kaca dia tahan dalam-dalam. Bagian tengah masih terasa sangat perih, tetapi dia tahan. Selesai masak, langsung disajikan di ruang makan.

Aditya sudah duduk di ruang makan, "Masak lama amat! Apa ini?" Aditya tidak memakannya langsung dilempar di lantai sehingga berserakan.

Hati Aisyah bergetar mendengar barang dilempar. Dia langsung memunguti masakan yang berserakan.

"Makan!" serunya sambil mengambil daging di lantai lalu disodorkan sangat kasar di mulut istrinya. Aisyah terpaksa memakan makanan yang kotor tersebut sambil air mata menetes membasahi pipinya.

"Makanan ini seperti dirimu yang pantas diinjak-injak. Setelah itu masak lagi yang enak!" Suaranya selalu kasar, entah mengapa Aditya selalu ingin marah pada Aisyah. Seakan-akan semua masalah yang menimpa dirinya, di awal pernikahan mereka berdua.

"Nangis, nangis, jangan pura-pura. Aku tidak bodoh seperti pria yang pernah kamu tipu," kata Aditya kasar.

'Kapan aku pernah menipu pria? Kenapa dia selalu menuduhku wanita nakal?' batin Aisyah bertanya-tanya. Dia tidak banyak berfikir untuk menerka-nerka pikiran sang suami. Dengan penuh genangan air mata membasahi pipi. Tangannya masih membersihkan masakan tersebut di lantai.

"Aditya, ngapain marah-marah. Istrimu buat aku saja!" kata pria yang baru datang–Delon.

Aditya tidak banyak bicara kepada seluruh keluarganya. Dia juga tidak terlalu dekat dengan kedua orang tuannya sendiri. Di samping itu, kedua orang tua Aditya sering ke luar negeri.

Aisyah sudah masuk di ruang dapur untuk memasak lagi. Aditya langsung masuk di ruang dapur tanpa menjawab ocehan Delon yang tidak penting baginya.

"Tidak usah masak lagi!" larang Aditya sambil menarik tangan istrinya.

"Hey, Adit. Istrimu kesakitan pelan-pelan dong!" kata Delon. Aditya tidak menghiraukan pria itu.

Sesampai di kamar, tubuh Aisyah didorong keras.

"Jangan sekali-kali bicara dengan Delon!" larang Aditya dengan nada tinggi.

Aisyah hanya menganggukkan kepala saja.

"Tidak bisakah kamu bicara! Hah!" bentaknya.

"I–ya, Tuan," balas Aisyah terbata.

'Apakah dia ingin seperti malam pertama kemaren lagi?' batin Aisyah menduga-duga.

Aisyah tidak tahu harus menghadapi suaminya, bagian tengahnya masih terasa sangat sakit. Perasaannya bercampur aduk ketakutan dan kecemasan menjadi satu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia di Balik Tirai Malam Pertama    Bab 105 Aditya dan Aisyah

    Aditya tertawa kecil, menariknya lebih dekat. “Dulu kita melewati banyak cobaan, sekarang saatnya menikmati kebahagiaan kita.”Aisyah tersenyum malu, lalu menyandarkan kepalanya di dada suaminya.Aditya mulai mencium bibir istrinya, lalu berkata, "Sayang, bibir kamu manis sekali."Mereka berdua menikmati momen kebersamaan dalam kehangatan cinta yang selama ini mereka perjuangkan.Malam itu, tanpa gangguan, hanya ada mereka berdua—menghargai setiap detik yang mereka miliki sebagai pasangan suami istri yang saling mencintai.Hari-hari Aditya dan Aisyah kini dipenuhi dengan kebahagiaan sederhana. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga dengan penuh cinta dan saling mendukung.Setiap pagi, Aisyah menyiapkan sarapan sementara Aditya membantu merapikan rumah. “Abi, tolong ambilkan roti di lemari,” pinta Aisyah sambil menggoreng telur.Aditya dengan santai mengambil roti, lalu tiba-tiba memeluk Aisyah dari belakang. “Umi lebih enak daripada sarapan ini,” godanya.Aisyah hanya menggeleng samb

  • Rahasia di Balik Tirai Malam Pertama    Bab 104 Rindu yang mendalam

    Tujuh tahun berlalu, Aditya dan Aisyah akhirnya berhasil membeli rumah sendiri—rumah sederhana namun penuh kebahagiaan. Mereka merasa bangga karena semuanya diperoleh dari hasil kerja keras sendiri, bukan dari warisan atau bantuan keluarga.Meskipun rumah mereka tidak semewah rumah keluarga Pak Daniel atau Glazer, bagi Aditya dan Aisyah, rumah ini adalah istana kecil mereka. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain memiliki tempat tinggal yang benar-benar hasil jerih payah sendiri.“Abi, kita sudah punya rumah sendiri, ya?” tanya Andre, yang kini sudah berusia 7 tahun, dengan mata berbinar.Aditya mengangguk, mengacak rambut putranya. “Iya, Nak. Rumah ini milik kita. Tidak besar, tapi penuh kebahagiaan.”Aisyah tersenyum melihat suami dan anaknya. “Yang penting rumah ini selalu hangat dengan cinta dan kebersamaan,” katanya lembut.Hidup sederhana, mereka tidak pernah kekurangan kebahagiaan. Setiap hari dipenuhi tawa Andre yang ceria, kerja keras Aditya yang pantang menyerah, dan kasi

  • Rahasia di Balik Tirai Malam Pertama    Bab 103 Akhir sebuah kesalahan

    Tiba-tiba…BRAK!Pintu kontrakan mereka dihantam keras dari luar. Aditya sigap meraih sebatang kayu di sudut ruangan, bersiap menghadapi siapa pun yang mencoba masuk. Aisyah mundur perlahan, melindungi bayinya yang mulai rewel."Siapa di luar?! Mau apa?!" bentak Aditya.Tidak ada jawaban, hanya suara napas berat yang terdengar di balik pintu. Kemudian, suara itu berbisik lirih, cukup untuk membuat bulu kuduk siapa pun berdiri."Aisyah… Kau harus mati!"Aisyah menahan napas, matanya membelalak. Suara itu… terdengar familiar, tetapi penuh kebencian.Aditya tidak menunggu lebih lama. Dengan cepat, dia membuka pintu dan mengayunkan kayunya… tetapi sosok di luar lebih cepat.Sebuah pisau berkilat meluncur ke arah Aditya!Dalam sepersekian detik, Aditya berhasil menangkis serangan itu, tetapi tangan kirinya tergores cukup dalam. Dia meringis, darah mulai mengalir.Aisyah berteriak panik, "Abi!"Di bawah cahaya lampu jalanan yang redup, akhirnya wajah pelaku terlihat jelas.Ternyata… Elsa! D

  • Rahasia di Balik Tirai Malam Pertama    Bab 102 Sempat cemburu di tengah kekacauan

    "Hmm, tidakkah cemburu istriku yang cantik ini." "Untuk apa aku cemburu," kata Aisyah sembari ingin beranjak dari duduknya.Dalam perjalanan pulang, Aditya melirik Aisyah yang bersandar di kursi mobil dengan mata setengah terpejam. Wajahnya masih pucat setelah kecelakaan tadi.Untuk mencairkan suasana, Aditya tiba-tiba berkata dengan nada menggoda, "Kayaknya Tante Rita sayang banget sama Andre, loh. Malah tadi dia bilang, ‘Duh, Om Aditya makin keren aja nih, gimana kalau sering-sering titip Andre di sini?’”Aisyah langsung membuka matanya dan menatap suaminya tajam. "Oh, jadi Tante Rita suka sama suami orang, ya?"Aditya menahan tawa. "Siapa tahu, kan? Aku sih nggak keberatan kalau tiap hari disediain teh manis sama senyuman maut."Aisyah menyilangkan tangan di dada, matanya menyipit. "Berani banget ya, kamu? Mau aku titipin Andre selamanya di sana sekalian?"Aditya tergelak, lalu dengan cepat menggenggam tangan Aisyah. "Hei, aku cuma bercanda, Sayang. Aku nggak tertarik sama siapa p

  • Rahasia di Balik Tirai Malam Pertama    Bab 101 Aisyah mencari tahu kebenarannya

    Pagi itu, Aisyah berjalan sendirian menuju rumah Paman Dirgantara. Hatinya sudah mantap. Dia harus mendengar kebenaran langsung dari mulut pamannya.Setibanya di sana, Paman Dirga tampak gugup melihat kedatangannya. "Aisyah... kenapa kamu datang pagi-pagi begini?"Aisyah menatapnya tajam. "Aku ingin kebenaran, Paman. Aku tahu Paman menyembunyikan sesuatu tentang kematian Ayah dan Ibu."Paman Dirga menarik napas panjang, lalu menatap ke arah jendela seolah memastikan tidak ada orang lain yang mendengar. "Baiklah... aku akan mengaku."Aisyah menahan napas saat pamannya mulai berbicara."Kecelakaan itu bukan kecelakaan biasa. Yang merencanakannya adalah Elsa dan Fransisco. Mereka bekerja sama dengan Kakek Glazer, tapi saat itu mereka hanya berpura-pura setia. Sebenarnya, mereka menyimpan dendam pada keluarga ayahmu."Aisyah tertegun. "Tapi... kenapa?""Elsa membenci keluarga Daniel karena dia dulu hanya dianggap sebagai wanita simpanan, bukan istri yang sah. Dia ingin menghancurkan kelua

  • Rahasia di Balik Tirai Malam Pertama    Bab 100 Misteri masa lalu

    Setelah pertemuan sebelumnya yang penuh emosi, Paman Dirgantara merasa perlu untuk berbicara lebih lanjut dengan Aisyah. Ia menyadari bahwa masa lalunya yang penuh kesalahan telah menciptakan jarak antara mereka. Dengan hati yang berat, ia memutuskan untuk mengunjungi Aisyah di kontrakannya.Saat tiba, Paman Dirgantara mengetuk pintu dengan ragu. Aisyah membukakan pintu dan terkejut melihat pamannya berdiri di ambang pintu."Paman Dirgantara? Ada apa lagi?" tanya Aisyah.Paman Dirgantara menundukkan kepala, menunjukkan penyesalan yang mendalam."Aisyah, aku datang untuk meminta maaf atas semua kesalahan yang telah kulakukan di masa lalu. Aku tahu aku telah mengecewakan banyak orang, termasuk dirimu," balas Paman.Aisyah terdiam, mencoba mencerna kata-kata pamannya."Aku juga ingin memberitahumu bahwa istriku sedang sakit kanker dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Aku telah mencoba meminta bantuan dari Sera, tetapi dia menolak. Aku tahu ini mungkin tidak pantas, tetapi bisakah ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status