Malam harinya ...Alano masuk ke dalam bathtub, lalu menyandarkan kepala di pinggiran bathtub tersebut. Matanya terpejam, menikmati air hangat yang ada di dalam sini. Musim hujan membuat udara di luar sangat dingin.Tak diduga, Elrissa masuk ke dalam kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk putih saja. Dia benar-benar sudah tidak malu-malu lagi sampai Alano melongo."Eh ... ngapain kamu ke sini? Aku belum selesai, loh," kata Alano heran.Elrissa mengatakan, “aku mau mandi juga sama kamu, boleh 'kan?""Kamu yakin mandi satu bak sama aku? Kamu mau telanjang sama aku?"Meski malu, tapi Elrissa menjawab, "emangnya kenapa? Toh, udah telat juga kamu tanya begituan, jangankan telanjang, kamu udah sering sentuh-sentuh aku juga.""Iya, sih." Alano menahan tawa. "Yaudah, lepas handuk kamu, ayo mandi sini sama aku."Usai melepaskan handuk, Elrissa duduk di tepian bathtub. Dia tersenyum melihat bayangan tubuh telanjang Alano di dalam bak mandi tersebut. Matanya dimanjakan dengan bentuk tubuh i
Jarum jam sudah menuding ke pukul sebelas malam. Elrissa belum menunjukkan rasa kantuk. Wanita itu masih duduk di atas ranjang, bersandar pada tumpukan bantal, memangku laptop Alano— dan kembali memutar video kebersamaannya dengan pria itu.Semakin dipandangi, dia semakin tidak yakin kalau wanita yang ada dal video adalah dirinya. Sedikitpun, dia tidak ingat semua itu.Tak berselang lama, Alano masuk ke dalam kamar dengan membawakan teh hangat herbal buatannya. Dia menyuguhkan minuman itu kepada Elrissa."Ini, Sayang, minum dulu biar tidurmu nyenyak malam ini," ucapnya.Elrissa menerima gelas itu, kemudian meminumnya. "Makasih."Alano menaruh gelas tersebut di meja nakas, baru setelahnya naik ke atas ranjang. Dia ikut duduk di samping Elrissa, memperhatikan video di laptopnya."Aku masih nggak ingat apa-apa ..." ucap Elrissa dengan nada suara yang sedih. Iya, terlihat sekali kalau raut wajahnya tampak sedih.Alano memberikan kecupan singkat di kening wanita itu, kemudian berbisik mesr
Rutinitas Elrissa setiap pagi hanyalah duduk lebih lama di kursi makan, lalu meminum segelas teh herbal yang beraroma seperti teh hitam pada umumnya. Selain itu, rasanya tidak terlalu pahit seperti teh hijau, jadi wanita itu mengira ini cuma teh hitam yang dicampur herbal penghangat tubuh.Setelah kejadian semalam yang cukup intens, Elrissa termenung. Wajah cantik wanita itu memerah akibat teringat. Makin lama bersama Alano di villa ini, makin besar gairah yang tumbuh dalam dirinya. Dia merasa ingin menyerahkan tubuhnya cepat-cepat, dan menikmati waktu berdua lebih intim dari semua itu.Iya, sejak beberapa hari belakangan, hubungan ranjang mereka belum sampai ke tahap sempurna. Elrissa pun merasa mungkin ini tidak adil—karena dia belum menyerahkan dirinya kepada sang suami.Apa boleh buat? Dia sendiri juga masih merasa harus mengenal Alano sebelum melakukan hubungan lebih jauh dengannya.Akan tetapi, dia tak yakin bisa menahan gairahnya sendiri lebih lama. Dia yakin kalau Alano juga
Sekitar pukul sebelas siang, Elrissa dan Alano keluar dari villa. Meski sudah siang, tapi udaranya tetap dingin sekali, sama sekali tidak panas, langit kian mendung.Mereka berjalan mengikuti jalan setapak menuju ke gazebo alias pondok di tengah hutan.Alano berpakaian kasual, kemeja berwarna putih krim dipadu dengan celana hitam. Pria ini begitu pintar dalam memilih busana. Meskipun sederhana, tapi kelihatan mewah saat dia yang pakai.Ia membawa keranjang berisi bekal makan siang. "Kamu serius mau makan siang di gazebo? Lebih enak di villa 'kan? Nyaman, hangat." Dia mendongak sesaat, melihat kondisi langit. "Takutnya gerimis nanti.""Bosan kalau di Villa terus. Lagian kenapa kalau hujan? Hujan kan cuma air.""Iya, iya.""Kira-kira ada ular nggak, ya?""Nggak ada kayaknya. Sebelum kita ke sini, aku udah nyuruh orang buat nyebar obat anti binatang melata di sekitar villa sama gazebo. Tapi, tetap sih kita harus waspada.“"Oh iya, kenapa aku tadi malah kamu suruh pakai pakaianmu?" Elriss
Malam harinya ...Setelah melepaskan hasrat dalam diri mereka, Elrissa dan Alano tertidur di ranjang.Akan tetapi, Alano hanya berpura-pura, dia membuka mata kembali setelah yakin Elrissa sudah tertidur pulas akibat kelelahan.Pelan-pelan, dia turun dari ranjang, memakai baju tidurnya yang berserahkan di lantai, lalu keluar dari kamar itu.Alano salah perhitungan, meski tampak pulas dan kelelahan, Elrissa tetap bisa merasakan kalau ada gerakan. Saat dia membuka mata, Alano sudah keluar menutup pintu."Hmm?“ Elrissa berusaha membuka kelopak matanya yang berat. Dia bangun, lalu menguap beberapa kali. "Mau ke mana dia?"Penasaran, dia memungut gaun tidurnya yang juga ada di lantai, kemudian dikenakan. Baru setelahnya, dia berjalan keluar mengikuti Alano.Sebenarnya, dia tidak ada niat untuk menguntit, hanya heran, kenapa pria itu mendadak pergi tengah malam begini? Apa ada bahaya? Atau cuma mau minum saja di dapur?Alano berjalan semakin ke area belakang Villa. Beberapa kali, ia berbelok
Beberapa hari sudah berlalu, Elrissa dan Alano hanya berduaan di villa, terutama dalam kamar tidur. Mereka tak lagi bisa keluar karena hujan deras sudah melanda sejak kemarin.Elrissa baru saja bangun tidur. Dia menguap, lalu melihat kamar ini yang masih remang.Sementara itu, Alano duduk di tepi jendela di temani segelas kopi di meja depannya. Pandangan pria itu mengarah keluar, melihat hujan deras.Elrissa khawatir tak bisa pulang kalau sudah masuk musim hujan begini. Dia turun dari ranjang, lalu mendekati Alano."Selamat pagi." Elrissa duduk di pangkuan Alano. Kemudian, dia memberikan kecupan singkat di pipi pria itu.Alano tersenyum, sembari memegangi pinggang Elrissa. "Pagi, Istriku yang tersayang.""Entah sampai kapan kita bakalan kejebak di sini ... hujannya makin makin deras aja." Elrissa memperhatikan hujan deras di luar jendela kaca."Namanya juga musim hujan, Sayang.""Jadi kangen rumah— Oh iya, kita 'kan udah nikah, aku berarti udah pindah ke rumah kamu, dong?""Iya, dong.
Elrissa bangun dari pingsannya sejam kemudian. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, dan menyadari kalau sang suami sedang sibuk dengan kotak obat di meja."Alano?" panggilnya sambil bangun. Pandangan agak buyar seperti tekanan darah turun drastis. "Dimana ..."Alano kaget, buru-buru menutup kotak obat itu. Lalu, menoleh ke arah Elrissa. Keningnya mengernyit, seakan tak percaya wanita itu bangun secepat ini."Kamu sudah sadar?" herannya. "Jangan bangun dulu, berbaring di ranjang dulu aja."Elrissa menyentuh lehernya, dimana bekas suntikannya sudah ditempel kapas dan plaster. Dia tidak ingat apapun sebelum pingsan. "Kenapa ini kok rasanya agak ngilu, ya? Aku disengat lebah?""Nggak, tadi leher kamu digigit semut merah, jadi aku mengobatinya." Alano memasang wajah manis lagi saat berjalan mendekati ranjang."Tadi aku sedang apa?" Kepala Elrissa seolah dipenuhi kabut hitam. Dia benar-benar tidak ingat sebelum pingsan sedang berbuat apa.Alano duduk di tepian, dan menyentuh telapak tangan wanita
Keesokan harinya. Alano lebih banyak menghabiskan di ruang depan ketika pagi hingga sore hari, sementara malamnya baru tidur dengan Elrissa. Elrissa sering bosan sehingga hanya bisa duduk di pinggir jendela kamarnya sambil menikmati teh hangat. Dia mendadak kepikiran dengan nama pria yang pernah disebut ketika sedang bermesraan dengan Alano.Dia berguman, "Daniel itu siapa ya?" Tak berselang lama, pintu dibuka oleh seseorang. Seorang pria asing yang seluruh tubuh hingga pakaiannya basah. Dia seperti baru saja keluar dari rendaman air. Pria tiga puluh tahunan itu membawa sebuah pisau karatan di tangannya. Rambut hitamnya basah, agak panjang sehingga dikuncir, tapi kuncirannya sangat berantakan. Tubuhnya berkulit kecoklatan yang sepertinya akibat jarang dibersihkan. "Halo ..." sapanya. Elrissa melotot kaget ada orang asing disini. Tidak mungkin ada orang lain di villa ini kecuali dia dan Alano. "Siapa kamu?" teriaknya panik seraya berdiri, mencari-cari sesuatu untuk dijadikan a